Respons Hanura Terkait Kontras Tak Sepakat Wiranto Menko Polhukam

Kamis, 28 Juli 2016 - 15:42 WIB
Respons Hanura Terkait Kontras Tak Sepakat Wiranto Menko Polhukam
Respons Hanura Terkait Kontras Tak Sepakat Wiranto Menko Polhukam
A A A
JAKARTA - Partai Hanura menilai Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) ‎sebagai pihak yang menginginkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pecah berantakan.

Hal demikian menanggapi penilaian Kontras bahwa Wiranto sebagai sosok yang harus bertanggung jawab atas sejumlah praktik pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat masa lalu.

Kontras tidak sepakat dengan keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengangkat Wiranto sebagai Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) menggantikan Luhut Binsar Panjaitan dalam reshuffle kabinet jilid II.

Menanggapi hal itu, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Hanura Dadang Rusdiana menilai pro dan kontra adalah hal biasa. "Tetapi isu pelanggaran HAM itu kan tidak pernah terbukti," kata Dadang di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (28/7/2016).

Dia mengatakan, Wiranto adalah patriot yang mencintai bangsanya. "Ya kalau oleh orang yang tidak senang sama NKRI, dengan alasan HAM dan lain-lain tentu senang menyerang Pak Wiranto dengan isu itu," tutur Sekretaris Fraksi Partai Hanura di DPR ini.

Dadang pun mengibaratkan Wiranto sebagai Bung Tomo. Dikatakannya, di mata rakyat Indonesia Bung Tomo adalah pahlawan. Sebaliknya, di mata penjajah ‎Bung Tomo sebagai penjahat perang.

(Baca: Diselimuti Kasus HAM, Kontras Kritik Wiranto Jadi Menteri)

"Demikian juga Pak Wiranto, di mata orang yang cinta NKRI adalah patriot sejati, sebaliknya di mata orang yang senang NKRI pecah berantakan, Pak Wiranto adalah pelanggar HAM. Yang jelas Pak Wiranto adalah sosok pejuang sejati‎," tutur anggota Komisi X DPR ini.

Lebih lanjut dia berpendapat, persoalan kritikan Kontras terhadap sosok Wiranto merupakan masalah persepsi. "Orang membela negara, menjaga keutuhan bangsa, masa dianggap melanggar HAM. Jadi bukan persoalan harus membuktikan, tapi geser posisi cara pandangnya dari nasionalisme, baru itu benar," pungkasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6759 seconds (0.1#10.140)