Jaga Stabilitas Harga dan Rupiah, BI Disarankan Tahan Suku Bunga
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) disarankan untuk tetap mempertahankan suku bunga kebijakannya di 5,75%. Hal ini guna menjaga stabilitas harga dan nilai tukar sambil melanjutkan langkah-langkah makroprudensial agar tetap akomodatif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Sebagai informasi, bank sentral hari ini dan besok (22/6) menggelar rapat dewan gubernur (RDG) dan ihwal suku bunga acuan rencananya akan diumumkan besok.
"Mencermati perkembangan terkini, angka inflasi diperkirakan akan semakin menurun dan berada dalam kisaran target BI, dengan inflasi inti yang masih terkendali," ujar pengamat ekonomi makro dan pasar keuangan LPEM FEB Universitas Indonesia, Teuku Riefky dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (21/6/2023).
Meski menyempit, sambung dia, neraca perdagangan Indonesia tetap membukukan surplus. Selain itu, kondisi ekonomi domestik juga masih kuat dengan permintaan yang meningkat, menunjukkan adanya tanda-tanda perbaikan.
Terlebih, bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve atau The Fed mempertahankan suku bunga acuannya di level 5,00-5,25% dalam pertemuan FOMC terakhir.
"Dari sisi eksternal, jeda kenaikan suku bunga kebijakan oleh the Fed saat ini membawa angin segar bagi Indonesia untuk menikmati arus modal masuk," ungkapnya.
Riefky memandang, permintaan obligasi Indonesia masih menjanjikan karena perbedaan imbal hasil antara obligasi pemerintah Indonesia dan US Treasury masih menarik.
Episode aliran modal masuk yang terus berlangsung mendorong rupiah menguat ke kisaran 14.800-14.900 per dolar AS.
Arus modal masuk yang terus berlanjut memperkuat rupiah menjadi sekitar Rp14.800 per dolar AS dengan tingkat apresiasi terhadap dolar AS mencapai 3,6% (year to date/ytd) pada 19 Juni dibandingkan awal tahun ini.
“Rupiah memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan rekan-rekannya dan hanya kalah dari lira Brasil," tukas Riefky.
Selain itu, tingkat cadangan devisa saat ini juga masih cukup untuk mendukung ketahanan eksternal. Namun, terlepas dari itu, Riefky berpesan bahwa BI harus tetap mencermati langkah The Fed dalam pertemuan FOMC bulan depan.
"Begitu Fed menaikkan suku bunga acuannya, hal itu dapat memengaruhi perbedaan imbal hasil dan memicu arus modal keluar," pungkasnya.
Sebagai informasi, bank sentral hari ini dan besok (22/6) menggelar rapat dewan gubernur (RDG) dan ihwal suku bunga acuan rencananya akan diumumkan besok.
"Mencermati perkembangan terkini, angka inflasi diperkirakan akan semakin menurun dan berada dalam kisaran target BI, dengan inflasi inti yang masih terkendali," ujar pengamat ekonomi makro dan pasar keuangan LPEM FEB Universitas Indonesia, Teuku Riefky dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (21/6/2023).
Meski menyempit, sambung dia, neraca perdagangan Indonesia tetap membukukan surplus. Selain itu, kondisi ekonomi domestik juga masih kuat dengan permintaan yang meningkat, menunjukkan adanya tanda-tanda perbaikan.
Terlebih, bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve atau The Fed mempertahankan suku bunga acuannya di level 5,00-5,25% dalam pertemuan FOMC terakhir.
"Dari sisi eksternal, jeda kenaikan suku bunga kebijakan oleh the Fed saat ini membawa angin segar bagi Indonesia untuk menikmati arus modal masuk," ungkapnya.
Riefky memandang, permintaan obligasi Indonesia masih menjanjikan karena perbedaan imbal hasil antara obligasi pemerintah Indonesia dan US Treasury masih menarik.
Episode aliran modal masuk yang terus berlangsung mendorong rupiah menguat ke kisaran 14.800-14.900 per dolar AS.
Arus modal masuk yang terus berlanjut memperkuat rupiah menjadi sekitar Rp14.800 per dolar AS dengan tingkat apresiasi terhadap dolar AS mencapai 3,6% (year to date/ytd) pada 19 Juni dibandingkan awal tahun ini.
“Rupiah memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan rekan-rekannya dan hanya kalah dari lira Brasil," tukas Riefky.
Selain itu, tingkat cadangan devisa saat ini juga masih cukup untuk mendukung ketahanan eksternal. Namun, terlepas dari itu, Riefky berpesan bahwa BI harus tetap mencermati langkah The Fed dalam pertemuan FOMC bulan depan.
"Begitu Fed menaikkan suku bunga acuannya, hal itu dapat memengaruhi perbedaan imbal hasil dan memicu arus modal keluar," pungkasnya.
(ind)