5 Negara Maju yang Pernah Mengalami Krisis Moneter Terburuk, Nomor 2 Dinyatakan Bangkrut
loading...
A
A
A
JAKARTA - Krisis moneter terburuk tak hanya menimpa negara-negara berkembang saja, tapi juga negara-negara maju . Ada beberapa penyebab terjadinya krisis moneter atau krisis keuangan di negara-negara maju, mulai dari faktor internal hingga eksternal.
Dikutip dari berbagai sumber, ada negara-negara maju yang pernah mengalami krisis moneter terburuk. Dampaknya relatif bagi masing-masing negara, ada yang mata uangnya jatuh, munculnya pengangguran hingga gagal bayar.
Ini lima negara maju yang pernah mengalami krisis moneter atau keuangan:
1. Amerika Serikat
Tahun 2007 hingga 2008, Negara Adikuasa ini diterjang krisis moneter atau keuangan yang yang dikenal juga dengan nama krisis subprime mortgage. Krisis ini merupakan yang paling parah sejak Great Depression yang terjadi pada periode 1929-1939. Dampaknya, tak hanya di Amerika, krisis ini telah memicu kekacauan di pasar keuangan di seluruh dunia.
Gara-gara krisis Lehman Brother, salah satu raksasa keuangan dunia, ambruk. Lehman mengalami kerugian hingga USD60 miliar karena eksposur di pasar subprime mortgage.
Pasar finansial dunia juga dilanda kepanikan dan indeks Dow Jones ditutup merosot hingga 504,48 poin. Pasar saham Amerika Serikat menurun drastis dengan nilai yang tersapu akibat krisis mencapai USD8 triliun selama periode 2007-2009. Krisis moneter ini juga menyebabkan pengangguran terus meningkat hingga mencapai 10% pada Oktober 2009.
2. Yunani
Krisis keuangan yang terjadi di Yunani pada 2010 merupakan imbas krisis yang di Amerika yang disambut dengan kondisi keuangan negara itu. Salah satunya akumulasi defisit anggaran sebesar 6% selama 30 tahun. Ditambah lagi negara itu mengadopsi kebijakan moneter dengan seluruh Eropa. Gara-gara krisis ini Yunani mengalami gagal bayar atas utang yang jatuh tempo. Pada 2012 Yunani dinyatakan bangkrut setelah gagal membayar utang sebesar USD138 miliar. Beruntung Yunani kemudian mendapatkan bantuan dari IMF dan Eropa sebanyak USD160 miliar.
3. Rusia
Krisis keuangan Rusia yang juga disebut krisis rubel dimulai pada pertengahan Agustus 1998. Krisis ini mengakibatkan pemerintah Rusia dan Bank Sentral Rusia mendevaluasi rubel dan gagal membayar utangnya. Krisis tersebut berdampak parah pada ekonomi banyak negara tetangga mereka, seperti Lituania, Latvia, Estonia, Belarus, Kazakhstan, Moldova, Ukraina dan Uzbekistan. Salah satu penyebabnya adalah pinjaman luar negeri digunakan untuk membiayai investasi dalam negeri. Ketika tidak mampu membayar kembali pinjaman itu, rubel terpaksa terdevaluasi.
4. Spanyol
Krisis keuangan Spanyol terjadi pada rentang 2008–2014. Krisis di Negeri Matador ini juga dikenal sebagai Resesi Hebat di Spanyol atau Depresi Besar Spanyol. Krisis ini bermula pada 2008 selama krisis keuangan dunia 2007-20008 . Pada tahun 2012, Spanyol terlambat berpartisipasi dalam krisis utang negara Eropa ketika tidak dapat menyelamatkan sektor keuangannya dan harus mengajukan paket penyelamatan 100 miliar euoro kepada Mekanisme Stabilitas Eropa (ESM).
Penyebab utama krisis Spanyol adalah gelembung perumahan dan tingkat pertumbuhan PDB tinggi yang tidak berkelanjutan. Pendapatan pajak yang menggelembung dari sektor konstruksi dan investasi properti yang melonjak membuat pendapatan pemerintah Spanyol tetap surplus, meskipun pengeluaran meningkat tajam hingga tahun 2007 . Bank-bank di Spanyol melanggar standar Dewan Standar Akuntansi Internasional. Bank-bank di Spanyol mampu menyembunyikan kerugian dan volatilitas pendapatan, menyesatkan regulator, analis, dan investor, dan dengan demikian membiayai gelembung real estat Spanyol.
Krisis ini sangat menghancurkan Spanyol, termasuk penurunan ekonomi yang kuat, peningkatan pengangguran yang parah, dan kebangkrutan perusahaan besar.
5. Swedia
Krisis keuangan di Swedia terjadi pada periode 1990 hingga 1994. Krisis ini bermula dari gelembung perumahan yang kemudian mengakibatkan krisis kredit perbankan dan kebangkrutan bank yang meluas. Untuk meredakan kecemasan, pemerintah Swedia mengumumkan bahwa negara akan menjamin semua simpanan bank dan kreditur dari 114 bank.
Pemerintah Swedia mengasumsikan utang yang bank macet harus dicatat sebagai kerugian dan menerbitkan kepemilikan (saham biasa) kepada pemerintah. Pemegang saham di bank besar yang tersisa terdilusi oleh rekapitalisasi swasta (artinya mereka menjual ekuitas kepada investor baru).
Dua bank besar di Swedia, yaitu Nordbanken dan Götabanken diberikan dukungan finansial dan dinasionalisasi dengan biaya 64 miliar kronor. Utang macet perusahaan dialihkan ke perusahaan manajemen aset Securum dan Retriva yang menjual aset, terutama real estat, yang dipegang bank sebagai jaminan atas utang tersebut.
Swedia membentuk Bank Support Authority untuk mengawasi institusi yang membutuhkan rekapitalisasi. Dana talangan awalnya menelan biaya sekitar 4% dari PDB Swedia, kemudian diturunkan menjadi antara 0–2% dari PDB tergantung pada berbagai asumsi karena nilai saham yang kemudian dijual ketika bank yang dinasionalisasi diprivatisasi.
Dikutip dari berbagai sumber, ada negara-negara maju yang pernah mengalami krisis moneter terburuk. Dampaknya relatif bagi masing-masing negara, ada yang mata uangnya jatuh, munculnya pengangguran hingga gagal bayar.
Ini lima negara maju yang pernah mengalami krisis moneter atau keuangan:
1. Amerika Serikat
Tahun 2007 hingga 2008, Negara Adikuasa ini diterjang krisis moneter atau keuangan yang yang dikenal juga dengan nama krisis subprime mortgage. Krisis ini merupakan yang paling parah sejak Great Depression yang terjadi pada periode 1929-1939. Dampaknya, tak hanya di Amerika, krisis ini telah memicu kekacauan di pasar keuangan di seluruh dunia.
Gara-gara krisis Lehman Brother, salah satu raksasa keuangan dunia, ambruk. Lehman mengalami kerugian hingga USD60 miliar karena eksposur di pasar subprime mortgage.
Pasar finansial dunia juga dilanda kepanikan dan indeks Dow Jones ditutup merosot hingga 504,48 poin. Pasar saham Amerika Serikat menurun drastis dengan nilai yang tersapu akibat krisis mencapai USD8 triliun selama periode 2007-2009. Krisis moneter ini juga menyebabkan pengangguran terus meningkat hingga mencapai 10% pada Oktober 2009.
2. Yunani
Krisis keuangan yang terjadi di Yunani pada 2010 merupakan imbas krisis yang di Amerika yang disambut dengan kondisi keuangan negara itu. Salah satunya akumulasi defisit anggaran sebesar 6% selama 30 tahun. Ditambah lagi negara itu mengadopsi kebijakan moneter dengan seluruh Eropa. Gara-gara krisis ini Yunani mengalami gagal bayar atas utang yang jatuh tempo. Pada 2012 Yunani dinyatakan bangkrut setelah gagal membayar utang sebesar USD138 miliar. Beruntung Yunani kemudian mendapatkan bantuan dari IMF dan Eropa sebanyak USD160 miliar.
3. Rusia
Krisis keuangan Rusia yang juga disebut krisis rubel dimulai pada pertengahan Agustus 1998. Krisis ini mengakibatkan pemerintah Rusia dan Bank Sentral Rusia mendevaluasi rubel dan gagal membayar utangnya. Krisis tersebut berdampak parah pada ekonomi banyak negara tetangga mereka, seperti Lituania, Latvia, Estonia, Belarus, Kazakhstan, Moldova, Ukraina dan Uzbekistan. Salah satu penyebabnya adalah pinjaman luar negeri digunakan untuk membiayai investasi dalam negeri. Ketika tidak mampu membayar kembali pinjaman itu, rubel terpaksa terdevaluasi.
4. Spanyol
Krisis keuangan Spanyol terjadi pada rentang 2008–2014. Krisis di Negeri Matador ini juga dikenal sebagai Resesi Hebat di Spanyol atau Depresi Besar Spanyol. Krisis ini bermula pada 2008 selama krisis keuangan dunia 2007-20008 . Pada tahun 2012, Spanyol terlambat berpartisipasi dalam krisis utang negara Eropa ketika tidak dapat menyelamatkan sektor keuangannya dan harus mengajukan paket penyelamatan 100 miliar euoro kepada Mekanisme Stabilitas Eropa (ESM).
Penyebab utama krisis Spanyol adalah gelembung perumahan dan tingkat pertumbuhan PDB tinggi yang tidak berkelanjutan. Pendapatan pajak yang menggelembung dari sektor konstruksi dan investasi properti yang melonjak membuat pendapatan pemerintah Spanyol tetap surplus, meskipun pengeluaran meningkat tajam hingga tahun 2007 . Bank-bank di Spanyol melanggar standar Dewan Standar Akuntansi Internasional. Bank-bank di Spanyol mampu menyembunyikan kerugian dan volatilitas pendapatan, menyesatkan regulator, analis, dan investor, dan dengan demikian membiayai gelembung real estat Spanyol.
Krisis ini sangat menghancurkan Spanyol, termasuk penurunan ekonomi yang kuat, peningkatan pengangguran yang parah, dan kebangkrutan perusahaan besar.
5. Swedia
Krisis keuangan di Swedia terjadi pada periode 1990 hingga 1994. Krisis ini bermula dari gelembung perumahan yang kemudian mengakibatkan krisis kredit perbankan dan kebangkrutan bank yang meluas. Untuk meredakan kecemasan, pemerintah Swedia mengumumkan bahwa negara akan menjamin semua simpanan bank dan kreditur dari 114 bank.
Pemerintah Swedia mengasumsikan utang yang bank macet harus dicatat sebagai kerugian dan menerbitkan kepemilikan (saham biasa) kepada pemerintah. Pemegang saham di bank besar yang tersisa terdilusi oleh rekapitalisasi swasta (artinya mereka menjual ekuitas kepada investor baru).
Dua bank besar di Swedia, yaitu Nordbanken dan Götabanken diberikan dukungan finansial dan dinasionalisasi dengan biaya 64 miliar kronor. Utang macet perusahaan dialihkan ke perusahaan manajemen aset Securum dan Retriva yang menjual aset, terutama real estat, yang dipegang bank sebagai jaminan atas utang tersebut.
Baca Juga
Swedia membentuk Bank Support Authority untuk mengawasi institusi yang membutuhkan rekapitalisasi. Dana talangan awalnya menelan biaya sekitar 4% dari PDB Swedia, kemudian diturunkan menjadi antara 0–2% dari PDB tergantung pada berbagai asumsi karena nilai saham yang kemudian dijual ketika bank yang dinasionalisasi diprivatisasi.
(uka)