Sri Mulyani Waspadai Ketidakpastian Ekonomi Global Masih Lanjut hingga 2024

Senin, 26 Juni 2023 - 10:48 WIB
loading...
Sri Mulyani Waspadai Ketidakpastian Ekonomi Global Masih Lanjut hingga 2024
Pulang dari Paris, Menkeu Sri Mulyani membawa kabar tidak sedap seputar kondisi perekonomian global. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Menteri Keuangan atau Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa kondisi perekonomian global masih menunjukkan ketidakpastian yang sangat tinggi. Dia menyebut bahwa hal ini sesuai dengan prediksi beberapa lembaga internasional seperti IMF, World Bank, dan OECD.

"Saya baru saja kembali dari Paris, dan memang menggambarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global masih tidak pasti," ungkap Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KITA secara virtual di Jakarta, Senin (26/6/2023).



Semuanya menggambarkan bahwa pada tahun 2023 ini adalah tahun yang cukup lemah dibandingkan tahun lalu. "Dan atau bahkan tahun 2021, yang disebabkan oleh berbagai hal," ucap Sri.



Dia mengatakan, dari sisi World Bank, proyeksinya adalah 2,1%, IMF 2,8%, dan OECD 2,7% untuk pertumbuhan global tahun ini. "Untuk tahun depan masih sedikit membaik dibandingkan tahun ini, meski masih banyak ketidakpastian," kata Sri.

Tak hanya itu, proyeksi pertumbuhan perdagangan internasional juga menunjukkan pelemahan yang paling signifikan. "Growth dari global trade hanya 2,4%. Ini jauh melemah dibandingkan tahun lalu di 5,1%, atau bahkan tahun 2021 yang tumbuhnya 10,6%," jelas Sri Mulyani.

Di sisi lain dengan melemahnya ekonomi, permintaan global juga ikut menurun, sehingga inflasi juga diperkirakan menurun.

"Namun, levelnya masih jauh lebih tinggi dibandingkan masa terjadinya pandemi, dan ini yang menggambarkan bahwa pergulatan di sisi kebijakan, terutama makro dan moneter masih akan menjadi suatu tema yang sangat dominan," tambah Sri.

Tekanan-tekanan terhadap perekonomian global masih menunjukkan, yang pertama, adanya eskalasi geopolitik, baik yang terjadi Ukraina-Rusia maupun yang terjadi antara negara-negara besar di dunia.

"Ini menimbulkan debt distress di banyak negara, terutama berbagai negara berkembang dan emerging, dan di negara maju juga menghalangi pemulihan ekonomi. Di beberapa negara, sektor keuangan mengalami kerapuhan, inflasi yang tinggi, dan suku bunga yang tinggi menjadi salah satu faktor yang mengerosi pertumbuhan ekonomi negara tersebut," pungkas Sri.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4607 seconds (0.1#10.140)