Kilas Balik Kereta Cepat, Ini Alasan Pemerintah Gandeng China Dibanding Jepang
loading...
A
A
A
Dari estimasi investasi tersebut, sekitar 25% akan didanai menggunakan modal bersama dan sisanya berasal dari pinjaman dengan tenor 40 tahun dan bunga 2% per tahun. China juga menjamin pembangunan proyek ini tidak akan menguras dana APBN Indonesia.
Tawaran China itu lantas diterima Indonesia dengan menerbitkan Perpres Nomor 107 Tahun 2015. Namun kemudian Presiden meralatnya agar APBN bisa ikut mendanai kereta cepat dengan menandatangani Perpres Nomor 93 Tahun 2021.
Pembangunan kereta cepat pun dimulai pada 2016 dan ditargetkan rampung pada 2018 sehingga bisa mulai beroperasi pada 2019. Tapi kenyataannya pembangunan harus molor hingga kereta cepat Jakarta-Bandung dijadwalkan akan diresmikan pada Agustus 2023.
Proyek yang awalnya ditargetkan rampung pada 2019, namun baru akan diresmikan Agustus 2023 mendatang. Biaya pembangunan mega proyek kereta cepat mengalami pembengkakan biaya atau cost overrun menjadi USD8 miliar atau setara Rp114,2 triliun. Angka tersebut membengkak USD1,9 miliar dari rencana awal sebesar USD6 miliar.
Sejumlah faktor penyebab pembengkakan biaya antara lain perobohan dan pembangunan ulang tiang pancang karena kesalahan kontraktor, pemindahan utilitas, penggunaan frekuensi GSM, pembebasan lahan, pencurian besi, hingga hambatan geologi dalam pembangunan terowongan serta ditambah adanya Pandemi Covid-19.
Melonjaknya biaya investasi kereta cepat kerja sama Indonesia-China bahkan juga sudah jauh malampaui dana pembangunan untuk proyek yang sama yang ditawarkan proposal Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA), meski pihak Tokyo menawarkan bunga utang lebih rendah.
Agar proyek tidak sampai mangkrak, pemerintah Indonesia menambal sebagian kekurangan dana dengan duit APBN melalui skema penyertaan modal negara (PMN) pada BUMN yang terlibat di proyek tersebut.
Untuk diketahui, komposisi pembiayaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung adalah 75% berasal dari pinjaman melalui China Development Bank (CDB) dan sisanya merupakan setoran modal dari konsorsium dua negara yaitu Indonesia-China.
Pembagiannya, konsorsium BUMN Indonesia menyumbang 60% dan 40% berasal dari konsorsium China. Total pinjaman Indonesia ke China Development Bank (CDB) mencapai Rp8,3 triliun.
Utang itu akan dipakai untuk pembiayaan pembengkakan biaya kereta cepat. Hanya saja, bunga yang ditawarkan oleh China adalah 3,4% per tahun dengan tenor selama 30 tahun.
Tawaran China itu lantas diterima Indonesia dengan menerbitkan Perpres Nomor 107 Tahun 2015. Namun kemudian Presiden meralatnya agar APBN bisa ikut mendanai kereta cepat dengan menandatangani Perpres Nomor 93 Tahun 2021.
Pembangunan kereta cepat pun dimulai pada 2016 dan ditargetkan rampung pada 2018 sehingga bisa mulai beroperasi pada 2019. Tapi kenyataannya pembangunan harus molor hingga kereta cepat Jakarta-Bandung dijadwalkan akan diresmikan pada Agustus 2023.
Biaya Bengkak
Tergiur kata murah di awal, kenyataannya proyek kereta Jakarta-Bandung yang digarap konsorsium perusahaan Indonesia-China mengalami pembengkakan biaya.Proyek yang awalnya ditargetkan rampung pada 2019, namun baru akan diresmikan Agustus 2023 mendatang. Biaya pembangunan mega proyek kereta cepat mengalami pembengkakan biaya atau cost overrun menjadi USD8 miliar atau setara Rp114,2 triliun. Angka tersebut membengkak USD1,9 miliar dari rencana awal sebesar USD6 miliar.
Sejumlah faktor penyebab pembengkakan biaya antara lain perobohan dan pembangunan ulang tiang pancang karena kesalahan kontraktor, pemindahan utilitas, penggunaan frekuensi GSM, pembebasan lahan, pencurian besi, hingga hambatan geologi dalam pembangunan terowongan serta ditambah adanya Pandemi Covid-19.
Melonjaknya biaya investasi kereta cepat kerja sama Indonesia-China bahkan juga sudah jauh malampaui dana pembangunan untuk proyek yang sama yang ditawarkan proposal Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA), meski pihak Tokyo menawarkan bunga utang lebih rendah.
Agar proyek tidak sampai mangkrak, pemerintah Indonesia menambal sebagian kekurangan dana dengan duit APBN melalui skema penyertaan modal negara (PMN) pada BUMN yang terlibat di proyek tersebut.
Untuk diketahui, komposisi pembiayaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung adalah 75% berasal dari pinjaman melalui China Development Bank (CDB) dan sisanya merupakan setoran modal dari konsorsium dua negara yaitu Indonesia-China.
Pembagiannya, konsorsium BUMN Indonesia menyumbang 60% dan 40% berasal dari konsorsium China. Total pinjaman Indonesia ke China Development Bank (CDB) mencapai Rp8,3 triliun.
Utang itu akan dipakai untuk pembiayaan pembengkakan biaya kereta cepat. Hanya saja, bunga yang ditawarkan oleh China adalah 3,4% per tahun dengan tenor selama 30 tahun.