Makin Islami, Rusia Siap Gunakan Sistem Keuangan Syariah Agustus Mendatang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Parlemen Rusia memperkirakan sistem keuangan Islam atau syariah dapat digunakan di negara itu pada Agustus mendatang. Saat ini Parlemen Rusia tengah menggodok undang-undang perbankan Islam, yang diharapkan dapat disetujui bulan Juli ini.
"Kami mengharapkan persetujuan (undang-undang) pada bulan Juli, setelah pembacaan kedua dan ketiga. Itu sedang diselesaikan sekarang dan saya dapat mengatakan sebenarnya dengan optimisme moderat, memberikan sekitar 90%, bahwa kami akan mengadopsi (undang-undang ini) pada bulan Juli dan karenanya akan berlaku mulai Agustus," ungkap Kepala Komite Pasar Keuangan Duma Negara, majelis rendah legislatif Rusia, Anatoly Aksakov seperti dikutip dari kantor berita TASS, Kamis (6/7/2023).
Diketahui, Duma Negara telah meloloskan rancangan undang-undang tentang memperkenalkan sistem perbankan Islam dalam pembacaan pertama pada Desember 2022 lalu. Rencananya, sistem keuangan Islam itu akan diterapkan di sejumlah wilayah yang mayoritas penduduknya beragama Islam seperti Dagestan, Chechnya, Bashkortostan, dan Tatarstan.
Menurut Aksakov, sistem keuangan Islami sangat potensial untuk menggalang pembiayaan serta menarik aliran investasi. Dia memperkirakan, penerapan sistem keuangan Islam memungkinkan pengumpulan dana USD11-14 miliar (sekitar Rp165-Rp210 triliun, pada kurs Rp15.000 per USD) dalam proyek bersama dengan negara-negara Islam.
"Potensi penggalangan dana untuk mengimplementasikan proyek (setelah persetujuan undang-undang) adalah USD11-14 miliar. Banyak ahli memberikan perkiraan seperti itu. Kami mengharapkan pada saat yang sama akan ada aliran investasi ke berbagai proyek dari Turki, Iran, dan dari negara-negara (mayoritas) Islam lainnya. Artinya, potensi serius ada," cetusnya.
Optimisme atas penerapan sistem keuangan Islam di Rusia juga disuarakan oleh Wakil Presiden Senior Sberbank Oleg Ganeev. "Kami melihat peningkatan permintaan yang stabil untuk produk keuangan Islam," ungkapnya seperti dilansir surat kabar online Realnoe Vremya.
Ganeev mengatakan, pihaknya melihat beberapa poin perkembangan keuangan syariah di Rusia. Pertama, potensi segmen ritel. "Seperti yang telah saya katakan, klien mana pun dapat menggunakan produk Islami, apa pun agamanya, karena pembiayaan mitra didasarkan pada prinsip pencapaian kesejahteraan sosial universal," tuturnya.
Kedua, lanjut dia, pembiayaan transaksi internasional dengan sejumlah negara yang membutuhkan penataan sesuai kondisi pembiayaan syariah. Ketiga, pengembangan bisnis produk halal. "Kami melihat prospek besar di ceruk ini. Undang-undang (keuangan syariah) akan menciptakan kondisi yang sama untuk semua pelanggan dan membuka akses ke rak penuh produk dan layanan," tuturnya.
Rusia adalah rumah bagi sekitar 15 juta muslim. Secara keseluruhan, warga muslim mencakup 10% dari populasi negara tersebut. Kedekatan Rusia dengan dunia Islam pun bukan hal baru. Hal itu tak lepas dari upaya Presiden Vladimir Putin untuk memperbaiki citra Rusia di mata negara-negara Islam pascaperang dengan Chechnya yang berpenduduk muslim.
Berkat upaya itu, pada tahun 2003, Putin menjadi kepala negara pertama dari negara non-muslim yang diundang untuk berbicara pada pertemuan puncak OKI. Dua tahun kemudian, Putin mencetak kemenangan diplomatik ketika Rusia diterima di OKI sebagai negara pengamat.
Perang Rusia-Ukraina juga dinilai menjadi pencetus semakin menjauhnya Rusia dari Barat. Moskow secara terang-terangan menunjukkan niat untuk berpaling dari Barat dengan memperkuat kemitraan strategis dan ekonominya ke negara-negara Islam, Afrika, dan Amerika Selatan.
"Kami mengharapkan persetujuan (undang-undang) pada bulan Juli, setelah pembacaan kedua dan ketiga. Itu sedang diselesaikan sekarang dan saya dapat mengatakan sebenarnya dengan optimisme moderat, memberikan sekitar 90%, bahwa kami akan mengadopsi (undang-undang ini) pada bulan Juli dan karenanya akan berlaku mulai Agustus," ungkap Kepala Komite Pasar Keuangan Duma Negara, majelis rendah legislatif Rusia, Anatoly Aksakov seperti dikutip dari kantor berita TASS, Kamis (6/7/2023).
Diketahui, Duma Negara telah meloloskan rancangan undang-undang tentang memperkenalkan sistem perbankan Islam dalam pembacaan pertama pada Desember 2022 lalu. Rencananya, sistem keuangan Islam itu akan diterapkan di sejumlah wilayah yang mayoritas penduduknya beragama Islam seperti Dagestan, Chechnya, Bashkortostan, dan Tatarstan.
Menurut Aksakov, sistem keuangan Islami sangat potensial untuk menggalang pembiayaan serta menarik aliran investasi. Dia memperkirakan, penerapan sistem keuangan Islam memungkinkan pengumpulan dana USD11-14 miliar (sekitar Rp165-Rp210 triliun, pada kurs Rp15.000 per USD) dalam proyek bersama dengan negara-negara Islam.
"Potensi penggalangan dana untuk mengimplementasikan proyek (setelah persetujuan undang-undang) adalah USD11-14 miliar. Banyak ahli memberikan perkiraan seperti itu. Kami mengharapkan pada saat yang sama akan ada aliran investasi ke berbagai proyek dari Turki, Iran, dan dari negara-negara (mayoritas) Islam lainnya. Artinya, potensi serius ada," cetusnya.
Optimisme atas penerapan sistem keuangan Islam di Rusia juga disuarakan oleh Wakil Presiden Senior Sberbank Oleg Ganeev. "Kami melihat peningkatan permintaan yang stabil untuk produk keuangan Islam," ungkapnya seperti dilansir surat kabar online Realnoe Vremya.
Ganeev mengatakan, pihaknya melihat beberapa poin perkembangan keuangan syariah di Rusia. Pertama, potensi segmen ritel. "Seperti yang telah saya katakan, klien mana pun dapat menggunakan produk Islami, apa pun agamanya, karena pembiayaan mitra didasarkan pada prinsip pencapaian kesejahteraan sosial universal," tuturnya.
Kedua, lanjut dia, pembiayaan transaksi internasional dengan sejumlah negara yang membutuhkan penataan sesuai kondisi pembiayaan syariah. Ketiga, pengembangan bisnis produk halal. "Kami melihat prospek besar di ceruk ini. Undang-undang (keuangan syariah) akan menciptakan kondisi yang sama untuk semua pelanggan dan membuka akses ke rak penuh produk dan layanan," tuturnya.
Rusia adalah rumah bagi sekitar 15 juta muslim. Secara keseluruhan, warga muslim mencakup 10% dari populasi negara tersebut. Kedekatan Rusia dengan dunia Islam pun bukan hal baru. Hal itu tak lepas dari upaya Presiden Vladimir Putin untuk memperbaiki citra Rusia di mata negara-negara Islam pascaperang dengan Chechnya yang berpenduduk muslim.
Berkat upaya itu, pada tahun 2003, Putin menjadi kepala negara pertama dari negara non-muslim yang diundang untuk berbicara pada pertemuan puncak OKI. Dua tahun kemudian, Putin mencetak kemenangan diplomatik ketika Rusia diterima di OKI sebagai negara pengamat.
Perang Rusia-Ukraina juga dinilai menjadi pencetus semakin menjauhnya Rusia dari Barat. Moskow secara terang-terangan menunjukkan niat untuk berpaling dari Barat dengan memperkuat kemitraan strategis dan ekonominya ke negara-negara Islam, Afrika, dan Amerika Selatan.
(fjo)