Tarif Baru QRIS Dinilai Memberatkan Pelaku UMKM, Begini Kata Menteri Teten
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki merespons, penerapan pungutan biaya pada jasa layanan pembayaran Quick Response Code Indonesian Standard ( QRIS ) yang dianggap mengancam dan merugikan transaksi untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah ( UMKM ).
Ia mengatakan, Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) masih mengkaji dampak dari penerapan biaya pada layanan QRIS. "Mengenai soal pajak dan lain sebagainya, nanti kita lihat dulu ya," kata Menteri Teten di Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta dikutip Kamis (13/7/2023).
Namun menurutnya, saat ini penggunaan QRIS sangatlah penting bagi pelaku UMKM selain memudahkan proses transaksi, QRIS juga dinilai menguntungkan untuk UMKM.
"QRIS itu memang memudahkan juga untuk UMKM, jadi jangan dilihat cashless ini kan sekarang menjadi tak terhindarkan semua harus pakai cashless dan itu juga menguntungkan UMKM karena nanti orang nggak lagi bawa uang cash," ujarnya.
Oleh karena itu Teten menyebut pihaknya bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI) untuk terus mendorong pelaku UMKM menggunakan QRIS.
Sebelumnya BI resmi memberlakukan biaya layanan QRIS bagi penyedia jasa pembayaran (PJP) sebesar 0,3% sejak 1 Juli 2023. Sebelumnya, biaya merchant discount rate (MDR) QRIS tidak dipungut alias 0% hingga 30 Juni 2023 lalu.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Industri UMKM Indonesia (Akumandiri), Hermawati Setyorinny mengatakan, penerapan pungutan biaya pada jasa layanan pembayaran QRIS kurang tepat dilakukan. Menurutnya saat ini para pelaku UMKM juga sudah banyak membayar biaya administrasi, mulai di skala daerah hingga nasional.
Belum lagi kata Hermawati, pascapandemi kondisi perekonomian nasional juga baru bangkit. Konsumsi masyarakat pun mulai merangkak naik dan kebiasaan cashless melalui QRIS yang banyak dilakukan saat pandemi terus mengalami pertumbuhan.
"Nilai yang ditetapkan pemungutan transaksi QRIS saja hampir lebih setengahnya dari wajib pajak. Jadi sebenarnya mesti dikaji ulang, dan tidak sebesar itu, butuh sosialisasi juga. Jangan tiba-tiba, pelaku UMKM pedagang sendiri tidak diberitahu," tuturnya.
Ia mengatakan, Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) masih mengkaji dampak dari penerapan biaya pada layanan QRIS. "Mengenai soal pajak dan lain sebagainya, nanti kita lihat dulu ya," kata Menteri Teten di Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta dikutip Kamis (13/7/2023).
Namun menurutnya, saat ini penggunaan QRIS sangatlah penting bagi pelaku UMKM selain memudahkan proses transaksi, QRIS juga dinilai menguntungkan untuk UMKM.
"QRIS itu memang memudahkan juga untuk UMKM, jadi jangan dilihat cashless ini kan sekarang menjadi tak terhindarkan semua harus pakai cashless dan itu juga menguntungkan UMKM karena nanti orang nggak lagi bawa uang cash," ujarnya.
Oleh karena itu Teten menyebut pihaknya bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI) untuk terus mendorong pelaku UMKM menggunakan QRIS.
Sebelumnya BI resmi memberlakukan biaya layanan QRIS bagi penyedia jasa pembayaran (PJP) sebesar 0,3% sejak 1 Juli 2023. Sebelumnya, biaya merchant discount rate (MDR) QRIS tidak dipungut alias 0% hingga 30 Juni 2023 lalu.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Industri UMKM Indonesia (Akumandiri), Hermawati Setyorinny mengatakan, penerapan pungutan biaya pada jasa layanan pembayaran QRIS kurang tepat dilakukan. Menurutnya saat ini para pelaku UMKM juga sudah banyak membayar biaya administrasi, mulai di skala daerah hingga nasional.
Belum lagi kata Hermawati, pascapandemi kondisi perekonomian nasional juga baru bangkit. Konsumsi masyarakat pun mulai merangkak naik dan kebiasaan cashless melalui QRIS yang banyak dilakukan saat pandemi terus mengalami pertumbuhan.
"Nilai yang ditetapkan pemungutan transaksi QRIS saja hampir lebih setengahnya dari wajib pajak. Jadi sebenarnya mesti dikaji ulang, dan tidak sebesar itu, butuh sosialisasi juga. Jangan tiba-tiba, pelaku UMKM pedagang sendiri tidak diberitahu," tuturnya.
(akr)