Usai Reshuffle Kabinet, Rupiah Tergelincir ke Rp15.009 per Dolar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Usai reshuffle kabinet , nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) ditutup melemah. Pada perdagangan Senin (17/7/2023), rupiah turun 51 poin di level Rp15.009 dari penutupan sebelumnya di Rp14.966.
Pengamat Pasar Uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, pelemahan rupiah itu karena sentimen Federal Reserve yang secara luas diperkirakan akan menaikkan suku bunga selama pertemuan akhir Juli. Pasar mengantisipasi jeda yang diperpanjang dalam siklus kenaikan suku bunga The Fed, mengingat pembacaan inflasi yang lemah dari minggu lalu.
"Namun, dengan inflasi inti AS tetap tinggi, pasar tetap tidak yakin apakah bank sentral akan memberi sinyal jeda. Pejabat Fed juga menawarkan isyarat beragam tentang kenaikan suku bunga di masa depan," tulis Ibrahim dalam risetnya, Senin (17/7/2023).
Di Asia, sentimen datang terkait PDB China tumbuh 6,3% pada kuartal kedua, sebagian besar berkat basis yang lebih rendah untuk perbandingan dari periode yang terkena dampak pandemi tahun lalu, dan ini lebih rendah dari ekspektasi pertumbuhan sebesar 7,3%.
Hasil menunjukkan bahwa China sedang berjuang untuk mempertahankan momentum ekonomi yang kuat yang terlihat pada kuartal pertama, dan pemerintah kemungkinan akan meluncurkan lebih banyak langkah stimulus untuk mendukung pertumbuhan dalam beberapa bulan mendatang.
"Tetapi People's Bank of China mempertahankan suku bunga pinjaman jangka menengah stabil pada hari Senin, kemungkinan menandai langkah serupa untuk suku bunga acuan pinjaman (LPR) akhir pekan ini. Bank telah memangkas LPR pada bulan Juni untuk merangsang pertumbuhan," ungkap Ibrahim.
Dari sentimen domestik, Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan meski neraca perdagangan mengalami surplus sebesar USD3,45 miliar pada Juni 2023, namun nilai ekspor dan terutama impor turun siginifikan. Ekspor pada Juni 2023 mencapai USD20,61 miliar, turun 5,08% dibandingkan Mei 2023. Sedangkan nilai impor pada Juni 2023 USD17,15 miliar, turun 19,4% dibanding Mei 2023.
Pengamat Pasar Uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, pelemahan rupiah itu karena sentimen Federal Reserve yang secara luas diperkirakan akan menaikkan suku bunga selama pertemuan akhir Juli. Pasar mengantisipasi jeda yang diperpanjang dalam siklus kenaikan suku bunga The Fed, mengingat pembacaan inflasi yang lemah dari minggu lalu.
"Namun, dengan inflasi inti AS tetap tinggi, pasar tetap tidak yakin apakah bank sentral akan memberi sinyal jeda. Pejabat Fed juga menawarkan isyarat beragam tentang kenaikan suku bunga di masa depan," tulis Ibrahim dalam risetnya, Senin (17/7/2023).
Di Asia, sentimen datang terkait PDB China tumbuh 6,3% pada kuartal kedua, sebagian besar berkat basis yang lebih rendah untuk perbandingan dari periode yang terkena dampak pandemi tahun lalu, dan ini lebih rendah dari ekspektasi pertumbuhan sebesar 7,3%.
Hasil menunjukkan bahwa China sedang berjuang untuk mempertahankan momentum ekonomi yang kuat yang terlihat pada kuartal pertama, dan pemerintah kemungkinan akan meluncurkan lebih banyak langkah stimulus untuk mendukung pertumbuhan dalam beberapa bulan mendatang.
"Tetapi People's Bank of China mempertahankan suku bunga pinjaman jangka menengah stabil pada hari Senin, kemungkinan menandai langkah serupa untuk suku bunga acuan pinjaman (LPR) akhir pekan ini. Bank telah memangkas LPR pada bulan Juni untuk merangsang pertumbuhan," ungkap Ibrahim.
Dari sentimen domestik, Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan meski neraca perdagangan mengalami surplus sebesar USD3,45 miliar pada Juni 2023, namun nilai ekspor dan terutama impor turun siginifikan. Ekspor pada Juni 2023 mencapai USD20,61 miliar, turun 5,08% dibandingkan Mei 2023. Sedangkan nilai impor pada Juni 2023 USD17,15 miliar, turun 19,4% dibanding Mei 2023.
(uka)