Trans Sumatera Tidak Layak Finansial, namun Sangat Dibutuhkan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menjelang Idul Adha 1441 Hijriah, untuk kelancaran arus lalu lintas, Bupati Aceh Besar Mawardi Ali meminta pemerintah membuka operasi sekaligus menggratiskan penggunaan Jalan ToSigli-Banda Aceh Seksi 4 Indrapura-Blang Bintang.
Juru Bicara Bupati Aceh Besar Syukri Rahmat mengatakan, Bupati sangat berharap masyarakat dapat memakai jalan tol pertama di provinsiAceh itu secara gratis selama Idul Adha. Bupati Aceh Besar sudah mengirimkan surat kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk memberi izin operasional jalan tol dengan pemberlakuan tanpa tarif.
Permintaan operasi selama Idul Adha tersebut juga sesuai Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 1127/KPTS/M/2020 tentang penetapan dan pengoperasian Jalan Tol Sigli-Banda Aceh Seksi 4 Indrapura-Blang Bintang. Dalam surat tersebut, ruas jalan sepanjang 13,5 kilometer secara umum telah memenuhi persyaratan laik operasi sebagai jalan tol. Atas dasar itulah, Bupati Mawardi menyurati Kementerian PUPR, agar tol tersebut bisa digunakan masyarakat.
Sebenarnya tidak hanya Jalan Tol Sigli-Banda Aceh Seksi 4 Indrapura-Blang Bintang yang sudah siap untuk dioperasikan. Ada tiga jalan tol lagiyang dalam waktu dekat ini siap dioperasikan. Yakni Jalan Tol Ruas Pekanbaru - Dumai sepanjang 131 Kilometer, kemudian Jalan Tol Manado - Kauditan sepanjang 21 Km, yang merupakan bagian dari tol Manado - Bitung. Serta, Ruas jalan Tol Balikpapan - Samarinda (Balsam) Seksi 1 dan 5 sepanjang 33 Km.
Di tengah kondisi ekonomi yang terpuruk akibat dampak dari pandemi Virus Covid19 (Corona), pemerintah terus ngotot untuk terus melanjutkan proyek pembangunan inftastruktur, khususnya pembangunan jalan tol. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), sebagai kementerian yang ditugaskan untuk membangun jalan tol pun terus berupaya agar pembangunan jalan tol bisa tepat waktu walau dihadang pandemi Corona.
Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, mengakui bahwa pemerintah terus berupaya , meski di saat yang sulit seeprti ini, meningkatkan layanan infrastruktur. Baik berupa jalan dan jembatan, jalan tol maupun jalan nasional. Ini dilakukan demi untuk mendukung jalur logistik dalam rangka pemulihan ekonomi nasional akibat Pandemi COVID-19.
Basuki Hadimuljono mengatakan, kehadiran jalan tol yang terhubung dengan kawasan-kawasan produktif akan dapat mengurangi biaya logistik dan meningkatkan daya saing produk dalam negeri sehingga akan memacu pertumbuhan ekonomi kawasan dan menciptakan pusat-pusat ekonomi baru.
Harapannya saat pandemi berlalu, infratruktur yang sudah dibangun ini menjadi pendongkrak bagi pertumbuhan ekonomi nasional yang sudah merosot jauh. Dengan demikian, Indonesia pun bisa segera bangkit dari keterpurukan.
Salah satu proyek jalan tol yang dikebut penyelesainnya adalah Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS). Kendala terbesar dalam membangun jalan Tol yang membentang dari Provinsi Lampung hingga Aceh ini, menurut Basuki Hadimuljono adalah soal pendanaan.
Awalnya diperkirakan dana yang dibutuhkan untuk membangun JTTS hanya Rp 476 triluan. Nah saat, melaporkan perkembangan pembangunan JTTS kepada Presiden Joko Widodo, 7 Juli lalu, Basuki Hadimuljono mengungkapkan dibutuhkan dana setidaknya Rp500 Triliun untuk menyelesaikan JTTS. panjang jalan tol yang dibangun juga bertambah dari 2.704 Km menjadi 2.878 Km ini.
Jarak itu terdiri dari tol utama yang membentang dari Bakauheni, Lampung, hingga ke Banda Aceh, sepanjang 1.970 Km. Dalam perkembangannya, selain jalan tol utama, dibutuhkan juga jalan tol yang menghubungkan kota-kota selainnya ke jalan tol utama. Ini disebabkan tidak semua kota besar di Sumatera dilalui jalan tol utama tersebut. Jalan tol tambahan itu terdiri dari ruas tol Bengkulu-Palembang, Padang-Pekanbaru, dan Sibolga-Medan.
Untuk ketersediaan dana, menurut Menteri Basuki,dari pihak-pihak yang sudah komitmen baru ada sebesar Rp 113 Triliun. Rinciannya, komitmen dari perbankan Rp 72,2 triliun. Dukungan dari pemerintah Rp 21,6 triliun. dan PMN (Penyertaan Modal Negara) kepada Hutama Karya, BUMN yang ditugaskan membangun JTTS, sebesar Rp 19,6 triliun. Intinya dana yang tersedia memang belum cukup untuk merampungkan pembangunan JTTS.
PT Hutama Karya (Persero) sebagai perusahaan negara yang ditugaskan membangun JTTS, juga terus bermanuver agar mega proyek ini bisa rampung pada waktunya. Terbaru, sebagai Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) Hutama Karya melakukan Penandatanganan Amandemen Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) bersama dengan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR (24/7).
Melalui Amandemen PPJT ini Hutam Karya akan mendapatkan dana talangan untuk pengadaan tanah untuk Proyek Strategis Nasional Sektor Jalan Tol. Amandemen PPJT ini meliputi 7 (tujuh) ruas tol yang termasuk dalam proyek JTTS . Yakni ruas Medan Binjai (17 KM), ruas Bakauheni - Terbanggi (140 KM), ruas Pekanbaru - Dumai (131 KM), ruas Kisaran - Tebing Tinggi (Indrapura - Kisaran) (47 KM), ruas Sigli - Banda Aceh (73 KM), ruas Pekanbaru - Padang (254 KM), dan ruas Lubuk Linggau - Curup - Bengkulu (96 KM).
Kepala BPJT Danang Parikesit menyampaikan bahwa penandatanganan Amandemen PPJT ini dilakukan agar dapat memperlancar penyelesaian pembangunan proyek JTTS. Sementara itu, Executive Vice President Divisi Sekretaris Perusahaan Hutama Karya, Muhammad Fauzan berharap, amandemen PPJT ini dapat memperlancar progres pengadaan tanah di lapangan sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden No.117/ Tahun 2014 Tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera.
Jungkir Balik Mencari Dana
Membangun jalan tol di di Sumatera sebagai proyek komersial, dihitung dengan berbagai motede pendekatan apapun hasilnya memang tidak feasible. Lain ceritanya jika membangun jalan tol di Pulau Jawa yang infrasruktur pendukungnya sudah lengkap, ada banyak sentra-sentra industry yang sudah terbangun,ditambah lagi dengan jumlah penduduknya yang banyak, pasti hasilnya akan feasible.
Direktur Keuangan PT Hutama Karya (Persero) Hilda Savitri mengungkapkan, berdasarkan perhitungan nilai internal rate of return (IRR), proyek tersebut berada di rata-rata 7%. Dengan nilai IRR sebesar itu bisa disimpulkan Proyek JTTS tidak layak secara finansial.
Nilai IRR yang tidak layak investasi ini terjadi salah satunya karena penguna JTTS masih sedikit. Seperti diketahui hingga kini Hutam Karya telah mengoperasikan JTTS sepanjang 364 Km. Trafik yang ada di JTTS saat ini berada jauh di bawah minimum trafik secara komersial. Menurut catatan Hilda, trafik lalu lintas di Trans Sumatra saat ini antara 10.000 hingga 5.000 trafik per hari. Padahal, minimum trafik jalan tol komersial mencapai 25.000 per hari.
Untuk mencari pendanaan kepada perbankan juga tidak gampang. Pasalnya, debt equity ratio (DER) Hutama Karya per akhir 2019 sudah mencapai 2,8 kali. Perbankan menginginkan untuk komersial DER sebesar 2,25 kali.
Kendala lainnya yang dihadapi Hutama Karya adalah mengenai pembebasan tanah. Soal yang satu ini, memang jadi kendala laten dalam membangun infrastrukur di negeri ini. Hutama Karya, menghadapi kenyataan, untuk keperluan pembebaskan tanah membutuhkan dana sekitar Rp 370 triliun. Sementara dana yang tersedia baru Rp 90 triliun.
Sederet kendala dan fakta bahwa JTTS tidak feasible sebagai proyek komesial, maka pemerintah pun menugaskan Hutama Karya, sebagai BUMN, untuk mengerjakan proyek ini. BUMN memang punya fungsi khusus, selain mengejar keuntungan, perusahaan negara juga memiliki tugas sebagai agent of development. Sehingga proyek yang dikerjakan oleh BUMN tidak selalu merupakan proyek yang mendatangkan keuntungan bagi perseroan.
Meski tidak layak secara finansial, Hilda Savitri menyatakan JTTS sangat dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya yang ada di Sumatera. Manfaat tersebut tidak dapat dihitung dengan pendekatan finansial. Misalnya saja, proyek JTTS ini diprediski akan mampu menciptakan lapangan pekerjaan untuk 70.000 hingga 120.000 pekerja.
Proyek ini juga mampu menciptakan multiplier effect dua hingga tiga kali dari nilai investasinya. Mampu meningkatkan GDP daerah Rp 900 triliun-Rp 1.400 triliun. Tak hanya itu, keberadaan JTTS ini juga memangkas waktu tempuh dari Bakaheuni Lampung hingga ke Aceh sebanyak 53 menit. Waktu tempuh yang lebih singkat ini akan dapat menekan biaya logistik jadi lebih ekonomis.
Untuk mewujudkan Tol Trans Sumatera ini, Hutama Karya memang terus berupaya, jungkir balik untuk bisa mendapatkan dana yang dibutuhkan. Seperti perseroan mulai menagih hutang pemerintah untuk pembebasan lahan ke BUMN ini yang nilainya Rp 1,88 triliun.
Menerbitkan obligasi senilai USD600 juta. Untuk penerbitan obligasi, Hutama Karya mendapatkan jaminan untuk bisa menerbitkan surat utang hingga USD 1,5 miliar.
Memanfaatkan kucuran PMN yang sudah direalisasikan pemerintah sejak 2015 hingga 2020, sebesar Rp 19,1 triliun. Selain itu ada juga dukungan konstruksi untuk 130 km senilai Rp 16 triliun yang diambil dari konsesi Jalan Tol Trans Jawa.
Pendek kata semua upaya dilakukan Hutama Karya agar JTTS dapat terealisasi dan dapat segera memberikan manfaat kepada masyarakat luas.
Juru Bicara Bupati Aceh Besar Syukri Rahmat mengatakan, Bupati sangat berharap masyarakat dapat memakai jalan tol pertama di provinsiAceh itu secara gratis selama Idul Adha. Bupati Aceh Besar sudah mengirimkan surat kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk memberi izin operasional jalan tol dengan pemberlakuan tanpa tarif.
Permintaan operasi selama Idul Adha tersebut juga sesuai Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 1127/KPTS/M/2020 tentang penetapan dan pengoperasian Jalan Tol Sigli-Banda Aceh Seksi 4 Indrapura-Blang Bintang. Dalam surat tersebut, ruas jalan sepanjang 13,5 kilometer secara umum telah memenuhi persyaratan laik operasi sebagai jalan tol. Atas dasar itulah, Bupati Mawardi menyurati Kementerian PUPR, agar tol tersebut bisa digunakan masyarakat.
Sebenarnya tidak hanya Jalan Tol Sigli-Banda Aceh Seksi 4 Indrapura-Blang Bintang yang sudah siap untuk dioperasikan. Ada tiga jalan tol lagiyang dalam waktu dekat ini siap dioperasikan. Yakni Jalan Tol Ruas Pekanbaru - Dumai sepanjang 131 Kilometer, kemudian Jalan Tol Manado - Kauditan sepanjang 21 Km, yang merupakan bagian dari tol Manado - Bitung. Serta, Ruas jalan Tol Balikpapan - Samarinda (Balsam) Seksi 1 dan 5 sepanjang 33 Km.
Di tengah kondisi ekonomi yang terpuruk akibat dampak dari pandemi Virus Covid19 (Corona), pemerintah terus ngotot untuk terus melanjutkan proyek pembangunan inftastruktur, khususnya pembangunan jalan tol. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), sebagai kementerian yang ditugaskan untuk membangun jalan tol pun terus berupaya agar pembangunan jalan tol bisa tepat waktu walau dihadang pandemi Corona.
Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, mengakui bahwa pemerintah terus berupaya , meski di saat yang sulit seeprti ini, meningkatkan layanan infrastruktur. Baik berupa jalan dan jembatan, jalan tol maupun jalan nasional. Ini dilakukan demi untuk mendukung jalur logistik dalam rangka pemulihan ekonomi nasional akibat Pandemi COVID-19.
Basuki Hadimuljono mengatakan, kehadiran jalan tol yang terhubung dengan kawasan-kawasan produktif akan dapat mengurangi biaya logistik dan meningkatkan daya saing produk dalam negeri sehingga akan memacu pertumbuhan ekonomi kawasan dan menciptakan pusat-pusat ekonomi baru.
Harapannya saat pandemi berlalu, infratruktur yang sudah dibangun ini menjadi pendongkrak bagi pertumbuhan ekonomi nasional yang sudah merosot jauh. Dengan demikian, Indonesia pun bisa segera bangkit dari keterpurukan.
Salah satu proyek jalan tol yang dikebut penyelesainnya adalah Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS). Kendala terbesar dalam membangun jalan Tol yang membentang dari Provinsi Lampung hingga Aceh ini, menurut Basuki Hadimuljono adalah soal pendanaan.
Awalnya diperkirakan dana yang dibutuhkan untuk membangun JTTS hanya Rp 476 triluan. Nah saat, melaporkan perkembangan pembangunan JTTS kepada Presiden Joko Widodo, 7 Juli lalu, Basuki Hadimuljono mengungkapkan dibutuhkan dana setidaknya Rp500 Triliun untuk menyelesaikan JTTS. panjang jalan tol yang dibangun juga bertambah dari 2.704 Km menjadi 2.878 Km ini.
Jarak itu terdiri dari tol utama yang membentang dari Bakauheni, Lampung, hingga ke Banda Aceh, sepanjang 1.970 Km. Dalam perkembangannya, selain jalan tol utama, dibutuhkan juga jalan tol yang menghubungkan kota-kota selainnya ke jalan tol utama. Ini disebabkan tidak semua kota besar di Sumatera dilalui jalan tol utama tersebut. Jalan tol tambahan itu terdiri dari ruas tol Bengkulu-Palembang, Padang-Pekanbaru, dan Sibolga-Medan.
Untuk ketersediaan dana, menurut Menteri Basuki,dari pihak-pihak yang sudah komitmen baru ada sebesar Rp 113 Triliun. Rinciannya, komitmen dari perbankan Rp 72,2 triliun. Dukungan dari pemerintah Rp 21,6 triliun. dan PMN (Penyertaan Modal Negara) kepada Hutama Karya, BUMN yang ditugaskan membangun JTTS, sebesar Rp 19,6 triliun. Intinya dana yang tersedia memang belum cukup untuk merampungkan pembangunan JTTS.
PT Hutama Karya (Persero) sebagai perusahaan negara yang ditugaskan membangun JTTS, juga terus bermanuver agar mega proyek ini bisa rampung pada waktunya. Terbaru, sebagai Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) Hutama Karya melakukan Penandatanganan Amandemen Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) bersama dengan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR (24/7).
Melalui Amandemen PPJT ini Hutam Karya akan mendapatkan dana talangan untuk pengadaan tanah untuk Proyek Strategis Nasional Sektor Jalan Tol. Amandemen PPJT ini meliputi 7 (tujuh) ruas tol yang termasuk dalam proyek JTTS . Yakni ruas Medan Binjai (17 KM), ruas Bakauheni - Terbanggi (140 KM), ruas Pekanbaru - Dumai (131 KM), ruas Kisaran - Tebing Tinggi (Indrapura - Kisaran) (47 KM), ruas Sigli - Banda Aceh (73 KM), ruas Pekanbaru - Padang (254 KM), dan ruas Lubuk Linggau - Curup - Bengkulu (96 KM).
Kepala BPJT Danang Parikesit menyampaikan bahwa penandatanganan Amandemen PPJT ini dilakukan agar dapat memperlancar penyelesaian pembangunan proyek JTTS. Sementara itu, Executive Vice President Divisi Sekretaris Perusahaan Hutama Karya, Muhammad Fauzan berharap, amandemen PPJT ini dapat memperlancar progres pengadaan tanah di lapangan sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden No.117/ Tahun 2014 Tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera.
Jungkir Balik Mencari Dana
Membangun jalan tol di di Sumatera sebagai proyek komersial, dihitung dengan berbagai motede pendekatan apapun hasilnya memang tidak feasible. Lain ceritanya jika membangun jalan tol di Pulau Jawa yang infrasruktur pendukungnya sudah lengkap, ada banyak sentra-sentra industry yang sudah terbangun,ditambah lagi dengan jumlah penduduknya yang banyak, pasti hasilnya akan feasible.
Direktur Keuangan PT Hutama Karya (Persero) Hilda Savitri mengungkapkan, berdasarkan perhitungan nilai internal rate of return (IRR), proyek tersebut berada di rata-rata 7%. Dengan nilai IRR sebesar itu bisa disimpulkan Proyek JTTS tidak layak secara finansial.
Nilai IRR yang tidak layak investasi ini terjadi salah satunya karena penguna JTTS masih sedikit. Seperti diketahui hingga kini Hutam Karya telah mengoperasikan JTTS sepanjang 364 Km. Trafik yang ada di JTTS saat ini berada jauh di bawah minimum trafik secara komersial. Menurut catatan Hilda, trafik lalu lintas di Trans Sumatra saat ini antara 10.000 hingga 5.000 trafik per hari. Padahal, minimum trafik jalan tol komersial mencapai 25.000 per hari.
Untuk mencari pendanaan kepada perbankan juga tidak gampang. Pasalnya, debt equity ratio (DER) Hutama Karya per akhir 2019 sudah mencapai 2,8 kali. Perbankan menginginkan untuk komersial DER sebesar 2,25 kali.
Kendala lainnya yang dihadapi Hutama Karya adalah mengenai pembebasan tanah. Soal yang satu ini, memang jadi kendala laten dalam membangun infrastrukur di negeri ini. Hutama Karya, menghadapi kenyataan, untuk keperluan pembebaskan tanah membutuhkan dana sekitar Rp 370 triliun. Sementara dana yang tersedia baru Rp 90 triliun.
Sederet kendala dan fakta bahwa JTTS tidak feasible sebagai proyek komesial, maka pemerintah pun menugaskan Hutama Karya, sebagai BUMN, untuk mengerjakan proyek ini. BUMN memang punya fungsi khusus, selain mengejar keuntungan, perusahaan negara juga memiliki tugas sebagai agent of development. Sehingga proyek yang dikerjakan oleh BUMN tidak selalu merupakan proyek yang mendatangkan keuntungan bagi perseroan.
Meski tidak layak secara finansial, Hilda Savitri menyatakan JTTS sangat dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya yang ada di Sumatera. Manfaat tersebut tidak dapat dihitung dengan pendekatan finansial. Misalnya saja, proyek JTTS ini diprediski akan mampu menciptakan lapangan pekerjaan untuk 70.000 hingga 120.000 pekerja.
Proyek ini juga mampu menciptakan multiplier effect dua hingga tiga kali dari nilai investasinya. Mampu meningkatkan GDP daerah Rp 900 triliun-Rp 1.400 triliun. Tak hanya itu, keberadaan JTTS ini juga memangkas waktu tempuh dari Bakaheuni Lampung hingga ke Aceh sebanyak 53 menit. Waktu tempuh yang lebih singkat ini akan dapat menekan biaya logistik jadi lebih ekonomis.
Untuk mewujudkan Tol Trans Sumatera ini, Hutama Karya memang terus berupaya, jungkir balik untuk bisa mendapatkan dana yang dibutuhkan. Seperti perseroan mulai menagih hutang pemerintah untuk pembebasan lahan ke BUMN ini yang nilainya Rp 1,88 triliun.
Menerbitkan obligasi senilai USD600 juta. Untuk penerbitan obligasi, Hutama Karya mendapatkan jaminan untuk bisa menerbitkan surat utang hingga USD 1,5 miliar.
Memanfaatkan kucuran PMN yang sudah direalisasikan pemerintah sejak 2015 hingga 2020, sebesar Rp 19,1 triliun. Selain itu ada juga dukungan konstruksi untuk 130 km senilai Rp 16 triliun yang diambil dari konsesi Jalan Tol Trans Jawa.
Pendek kata semua upaya dilakukan Hutama Karya agar JTTS dapat terealisasi dan dapat segera memberikan manfaat kepada masyarakat luas.
(eko)