Soal Kebijakan Proteksionis Trump, Ekonomi AS Masih Butuh China

Rabu, 30 November 2016 - 21:11 WIB
Soal Kebijakan Proteksionis Trump, Ekonomi AS Masih Butuh China
Soal Kebijakan Proteksionis Trump, Ekonomi AS Masih Butuh China
A A A
JAKARTA - Menanggapi rencana kebijakan proteksionis Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang sempat disampaikan saat kampanye, menurut Chief Economist Bank Danamon Anton Hendranata negara dengan perekonomian terbesar di dunia tersebut tidak bisa berjalan sendiri. Dia menerangkan langkah egosentris akan sulit terwujud, lantaran AS tidak bisa hanya mengandalkan domestik.

(Baca Juga: Market Wait and See Kebijakan Proteksionis Trump Tahun Depan)

Lebih lanjut diterangkan olehnya kemampuan AS dalam melunasi utangnya juga makin menurun tiap tahun. Meski begitu kali ini Negeri Paman Sam -julukan AS- tidak sendirian di tengah ketidakpastian ekonomi global yang belum pulih benar.

"Kemampuan AS semakin hari untuk membayar utang menurun. Jepang juga tren-nya menurun dan yang paling parah Uni Eropa, negatif. Intinya, Eropa kalau disuruh bayar utang sekarang mereka tidak mampu, kondisi Eropa cukup mengkahwatirkan," ujar Anton di Jakarta, Rabu (30/11/2016).

(Baca Juga: Keyakinan Jokowi kepada Kebijakan Donald Trump)

Dia menambahkan rasio pinjaman terhadap Gross Domestic Product (GDP) dari AS telah melebihi level 100%. Sedangkan, negara lain banyak yang sudah menurun. "Debt to GDP AS makin meningkat, sejak 2012 sudah di atas 100%, utang lebih besar dari produksinya. China 30% pada 2003 menurun separuhnya jadi 15%, Jepang sudah lama di atas 100% tapi utangnya ke Bank Sentral," sambung dia.

Dari semua statistik di atas, Anton menyimpulkan AS tidak bisa lepas dari negara maju lain seperti China dalam menggerakkan perekonomian dunia. Menurutnya ekonomi Negeri Paman Sam tidak bisa begitu saja melesat sendirian di atas yang lainnya.

"Kalau lihat statistik ini, AS tidak bisa berjalan sendirian, dia butuh China. Mudah-mudahan 2017-2018, perekonomian China naik lagi tapi enggak cepat-cepat karena kalau orang sedang melambat, dia tumbuh kencang akan overheating. Jika perekonomian melaju terlalu kencang maka produksi dia tidak bisa jual kemana-mana," paparnya.

Sebagai informasi Trump sebelumnya berencana untuk memasang tarif yang tinggi untuk produk China. Ancaman Trump untuk menerapkan tarif hingga 45% pada impor China menghantui stabilisasi ekonomi negara tirai bambu tersebut serta hubungan perdagangan paling penting di dunia.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3348 seconds (0.1#10.140)