Hipmi Dorong Capres 2024 Punya Visi Perpajakan yang Jelas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia ( Hipmi ) mendorong kepada seluruh para Calon Presiden (Capres) yang akan bertarung di pesta demokrasi tahun 2024 mendatang untuk memiliki visi yang jelas mengenai perpajakan nasional.
Pajak merupakan tulang punggung APBN, namun harus diakui seringkali masih dilihat sebagai beban bagi para pengusaha. Padahal, dengan membayar pajak bisnis bisa menjadi lebih terkelola dengan baik serta dapat membangun kredibilitas usaha yang pengusaha jalankan.
"Literasi mengenai perpajakan ini harus segera dijalankan ke depannya, supaya kesadaran masyarakat untuk bayar pajak bisa meningkat. HIPMI bisa berkolaborasi dan bersinergi dengan Pemerintah dalam hal Direktorat Jendral Pajak (DJP) Kementerian Keuangan," ujar Ketua Umum BPP Hipmi Akbar Buchari dalam pernyataannya, dikutip Jumat (28/7/2023).
Dia menegaskan kehadiran HIPMI dalam membentuk satu badan otonom mengenai perpajakan merupakan bentuk komitmen yang serius dari pengusaha untuk membantu pemerintah dalam mencapai penerimaan negara melalui pajak.
Sementara itu, Ketua HIPMI Tax Center M. Arif Rohman menjelaskan bahwa saat ini setidaknya ada 3 hal yang harus menjadi perhatian bagi para Bakal Calon Presiden (Bacapres) yang akan berkontestasi dalam Pemilu 2024 mendatang di sektor perpajakan.
Dia optimistis ketiga Balon Presiden tersebut sudah memiliki visi dan misi untuk sektor perpajakan. Pertama, mengenai reformasi di tubuh Direktorat Jendral Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.
Pasalnya, selama ini hampir setiap tahunnya selalu ada kasus yang terbuka ke publik mengenai masalah pajak seperti korupsi atau pun tindak kejahatan lainnya. Sehingga, reformasi ini harus benar–benar dilakukan.
Lebih lanjut, mengenai strategi dalam optimalisasi penerimaan pajak. Para Capres tersebut, harus memiliki roadmap yang jelas mengenai hal tersebut. Agar kedepannya penerimaan pajak bisa semakin optimal lagi.
Lalu ketiga soal tax ratio. Masalahnya, rasio perpajakan di Indonesia termasuk yang paling rendah diantara negara–negara Asia Tenggara lainnya. Menurut data dari OECD tahun 2022, posisi Indonesia masih jauh dari ideal dan menduduki golongan terendah bersama Laos dengan rasio perpajakan 10,4 persen.
"Keempat, kehadiran Pengusaha dalam membantu Pemerintah untuk merumuskan suatu kebijakan mengenai perpajakan harus dilibatkan. Pasalnya, menurut Arif selama ini pengusaha semata–mata hanya dijadikan objek pajak," tegas Arif.
Pajak merupakan tulang punggung APBN, namun harus diakui seringkali masih dilihat sebagai beban bagi para pengusaha. Padahal, dengan membayar pajak bisnis bisa menjadi lebih terkelola dengan baik serta dapat membangun kredibilitas usaha yang pengusaha jalankan.
"Literasi mengenai perpajakan ini harus segera dijalankan ke depannya, supaya kesadaran masyarakat untuk bayar pajak bisa meningkat. HIPMI bisa berkolaborasi dan bersinergi dengan Pemerintah dalam hal Direktorat Jendral Pajak (DJP) Kementerian Keuangan," ujar Ketua Umum BPP Hipmi Akbar Buchari dalam pernyataannya, dikutip Jumat (28/7/2023).
Dia menegaskan kehadiran HIPMI dalam membentuk satu badan otonom mengenai perpajakan merupakan bentuk komitmen yang serius dari pengusaha untuk membantu pemerintah dalam mencapai penerimaan negara melalui pajak.
Sementara itu, Ketua HIPMI Tax Center M. Arif Rohman menjelaskan bahwa saat ini setidaknya ada 3 hal yang harus menjadi perhatian bagi para Bakal Calon Presiden (Bacapres) yang akan berkontestasi dalam Pemilu 2024 mendatang di sektor perpajakan.
Dia optimistis ketiga Balon Presiden tersebut sudah memiliki visi dan misi untuk sektor perpajakan. Pertama, mengenai reformasi di tubuh Direktorat Jendral Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.
Pasalnya, selama ini hampir setiap tahunnya selalu ada kasus yang terbuka ke publik mengenai masalah pajak seperti korupsi atau pun tindak kejahatan lainnya. Sehingga, reformasi ini harus benar–benar dilakukan.
Lebih lanjut, mengenai strategi dalam optimalisasi penerimaan pajak. Para Capres tersebut, harus memiliki roadmap yang jelas mengenai hal tersebut. Agar kedepannya penerimaan pajak bisa semakin optimal lagi.
Lalu ketiga soal tax ratio. Masalahnya, rasio perpajakan di Indonesia termasuk yang paling rendah diantara negara–negara Asia Tenggara lainnya. Menurut data dari OECD tahun 2022, posisi Indonesia masih jauh dari ideal dan menduduki golongan terendah bersama Laos dengan rasio perpajakan 10,4 persen.
"Keempat, kehadiran Pengusaha dalam membantu Pemerintah untuk merumuskan suatu kebijakan mengenai perpajakan harus dilibatkan. Pasalnya, menurut Arif selama ini pengusaha semata–mata hanya dijadikan objek pajak," tegas Arif.