Pelaku UMKM Mulai Rasakan Nikmatnya Program PEN
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 yang melanda dunia, memberi tekanan berat kepada perekonomian negara. Banyak pelaku usaha raksasa dunia yang memaksakan diri menutup gerai karena tak kuat menahan beban operasional yang terus membengkak dan menyebabkan ribuan karyawannya menganggur.
Bagaimana dengan pelaku usaha kecil? Penopang ekonomi negara ini pun ikut terimbas tatkala pemerintah mewajibkan mereka untuk tidak melakukan bisnis apapun yang didasari dengan interaksi manusia. Di tengah kondisi ini pun banyak juga pelaku usaha yang banting stir guna bertahan di masa-masa sulit.
Salah satunya Sofia Rahayu (55) pelaku usaha konveksi souvenir dibilangan Jakarta Selatan sudah merintis usahanya sejak 30 tahun lalu, mulai dari souvenir pernikahan, souvenir tahlilan hingga souvenir untuk perusahaan. Dengan bermodalkan 1 mesin jahit saat itu, kini dirinya mampu menghasilkan omzet hingga Rp4 miliar tiap bulannya dengan memiliki 60 pegawai tetap dan 40 pegawai harian.
(Baca Juga: Selamatkan UMKM, Pemerintah Titip Dana Rp36 Triliun ke Bank Himbara )
Sofia mengambil program KUR dari Bank BNI sebagai tambahan modal agar bisnisnya berjalan sesuai rencana, dan telah ia lunaskan sebelum pandemi muncul. Dampak pandemi Covid-19 yang sangat mengimbas usahanya, membuat pendapatan Sofia selama 4 bulan terakhir harus drop hingga 75%. Dirinya harus memutar otak agar dirinya tidak merumahkan para pegawainya.
“Melihat permintaan APD sangat besar, kebetulan reseller juga banyak, jadi saya mencoba memproduksi APD dengan harga yang murah saat itu Rp50 ribu,” ujar Sofia.
Bak durian runtuh, pesanan hingga pesanan ia dapatkan selain dari reseller juga dari para pengusaha, komunitas dan pribadi yang ingin menyumbangkan APD untuk kegiatan sosial. Namun Sofia harus mengerem kembali usahanya dikarenakan harga bahan baku untuk APD tiba-tiba melambung tinggi hingga tiga kali lipat.
Puncaknya yakni pada saat mulai keluar regulasi terbaru dari pemerintah terkait klasifikasi APD karena APD produksi Sofia termasuk level 1. Kini dirinya memiliki banyak bahan baku APD yang menganggur di konveksinya. Kembali memutar otak, saat ini Sofia memproduksi Jaket Pelindung Diri (JPD) serta tas lipat pengganti plastik, dengan bahan baku yang ada dikonveksinya tersebut.
Awal bulan Juli, Sofia mendapat angin segar, karena pengajuannya untuk Kredit Modal Kerja (KMK) dari Bank BRI disetujui dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). “Kredit Modal Kerja yang saya dapat sebesar Rp 500juta tersebut rencananya akan dibelikan mesin HF dengan Seam Seal Tape sebagai alat press APD maupun JPD, sehingga ongkos produksinya dapat ditekan,dengan bungan yang cukup ringan ini sangat membantu UMKM seperti kita,” tambah Sofia.
Senada dengan Sofia, Dewi Katmujiwati pemilik usaha Cafe dan bengkel di Ciracas, Jakarta Timur ini cukup ramai dan berada di tempat yang strategis. Walaupun sempat “kucing-kucingan” dengan Satpol PP akhirnya ia terpaksa menutup cafe dan bengkelnya selama 3 bulan karena pandemi.
Bagaimana dengan pelaku usaha kecil? Penopang ekonomi negara ini pun ikut terimbas tatkala pemerintah mewajibkan mereka untuk tidak melakukan bisnis apapun yang didasari dengan interaksi manusia. Di tengah kondisi ini pun banyak juga pelaku usaha yang banting stir guna bertahan di masa-masa sulit.
Salah satunya Sofia Rahayu (55) pelaku usaha konveksi souvenir dibilangan Jakarta Selatan sudah merintis usahanya sejak 30 tahun lalu, mulai dari souvenir pernikahan, souvenir tahlilan hingga souvenir untuk perusahaan. Dengan bermodalkan 1 mesin jahit saat itu, kini dirinya mampu menghasilkan omzet hingga Rp4 miliar tiap bulannya dengan memiliki 60 pegawai tetap dan 40 pegawai harian.
(Baca Juga: Selamatkan UMKM, Pemerintah Titip Dana Rp36 Triliun ke Bank Himbara )
Sofia mengambil program KUR dari Bank BNI sebagai tambahan modal agar bisnisnya berjalan sesuai rencana, dan telah ia lunaskan sebelum pandemi muncul. Dampak pandemi Covid-19 yang sangat mengimbas usahanya, membuat pendapatan Sofia selama 4 bulan terakhir harus drop hingga 75%. Dirinya harus memutar otak agar dirinya tidak merumahkan para pegawainya.
“Melihat permintaan APD sangat besar, kebetulan reseller juga banyak, jadi saya mencoba memproduksi APD dengan harga yang murah saat itu Rp50 ribu,” ujar Sofia.
Bak durian runtuh, pesanan hingga pesanan ia dapatkan selain dari reseller juga dari para pengusaha, komunitas dan pribadi yang ingin menyumbangkan APD untuk kegiatan sosial. Namun Sofia harus mengerem kembali usahanya dikarenakan harga bahan baku untuk APD tiba-tiba melambung tinggi hingga tiga kali lipat.
Puncaknya yakni pada saat mulai keluar regulasi terbaru dari pemerintah terkait klasifikasi APD karena APD produksi Sofia termasuk level 1. Kini dirinya memiliki banyak bahan baku APD yang menganggur di konveksinya. Kembali memutar otak, saat ini Sofia memproduksi Jaket Pelindung Diri (JPD) serta tas lipat pengganti plastik, dengan bahan baku yang ada dikonveksinya tersebut.
Awal bulan Juli, Sofia mendapat angin segar, karena pengajuannya untuk Kredit Modal Kerja (KMK) dari Bank BRI disetujui dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). “Kredit Modal Kerja yang saya dapat sebesar Rp 500juta tersebut rencananya akan dibelikan mesin HF dengan Seam Seal Tape sebagai alat press APD maupun JPD, sehingga ongkos produksinya dapat ditekan,dengan bungan yang cukup ringan ini sangat membantu UMKM seperti kita,” tambah Sofia.
Senada dengan Sofia, Dewi Katmujiwati pemilik usaha Cafe dan bengkel di Ciracas, Jakarta Timur ini cukup ramai dan berada di tempat yang strategis. Walaupun sempat “kucing-kucingan” dengan Satpol PP akhirnya ia terpaksa menutup cafe dan bengkelnya selama 3 bulan karena pandemi.