Raksasa Minyak Saudi Aramco Raup Laba Rp455 Triliun, Turun Hampir 40 Persen
loading...
A
A
A
DUBAI - Perusahaan raksasa minyak, Saudi Aramco dilaporkan mencetak laba sebesar USD30 miliar atau setara Rp455,2 triliun (Kurs Rp15.176 per USD) pada kuartal kedua tahun 2023, atau mengalami penurunan hampir 40% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi ini dikaitkan dengan harga minyak mentah yang lebih rendah.
Dalam laporan terbaru kepada bursa, total penjualan Aramco mencapai lebih dari USD106 miliar, raihan tersebut turun dari USD150 miliar pada kuartal kedua tahun 2022. Terkait penyusutan yang terjadi, Aramco mengatakan penurunan "terutama mencerminkan dampak dari harga minyak mentah yang lebih rendah dan melemahnya margin penyulingan dan bahan kimia."
Perusahaan juga melaporkan laba bersih yang diraih sebesar USD30 miliar, lebih rendah 37,8% dibandingkan dengan USD48 miliar pada kuartal kedua tahun 2022.
Meski begitu, Aramco tetap menaikkan dividen yang dibayarkan kepada investor menjadi USD29,38 miliar yang jika dirupiahkan mencapai Rp445,8 triliun dibandingkan dengan kuartal kedua tahun 2022 sebesar USD18,8 miliar. Dividen berbasis kinerja sebagian didasarkan pada rekor pendapatan perusahaan tahun lalu, ungkap perusahaan.
"Hasil kuat kami mencerminkan ketahanan dan kemampuan kami untuk beradaptasi melalui siklus pasar," kata CEO Aramco Amin Nasser dalam sebuah pernyataan yang menyertai laporan tersebut.
Pada hari Senin, waktu setempat terpantau harga saham perusahaan naik 1,08%.
Sementara itu pada pekan lalu, majalah Fortune menempatkan Aramco, yang secara resmi dikenal sebagai Saudi Arabian Oil Co., sebagai perusahaan terbesar kedua di dunia berdasarkan pendapatan, di belakang Walmart dan di depan Amazon dan Apple.
Peringkat itu muncul setelah perusahaan raksasa minyak itu melaporkan laba lebih dari USD160 miliar sepanjang tahun 2022, atau terbesar yang pernah dicatat oleh perusahaan publik.
Apa yang didapatkan Aramco bakal menjadi perhatian hingga akhir tahun ini, ketika Uni Emirat Arab, produsen minyak utama lainnya, bakal menjadi tuan rumah pembicaraan iklim tahunan PBB yang bertujuan membuat dunia memangkas emisi dan mengurangi ketergantungannya pada bahan bakar fosil.
Sebelumnya Aramco diuntungkan dari lonjakan harga minyak pada tahun lalu yang disebabkan oleh invasi Rusia ke Ukraina. Minyak yang diperdagangkan secara internasional memuncak pada lebih dari USD120 per barel pada Juni 2022 sebelum menetap di kisaran USD75 hingga USD85 untuk sebagian besar tahun lalu.
Robin Mills, CEO Qamar Energy, sebuah konsultan energi yang berbasis di UEA, mengatakan "tidak mengherankan" bahwa pendapatan Aramco turun. Ia menambahkan, mereka punya nasib lebih baik daripada beberapa perusahaan minyak lainnya dalam penurunan baru-baru ini.
"Hasil yang relatif bagus untuk Aramco, mengingat situasinya," katanya.
Arab Saudi telah berulang kali memangkas produksi minyaknya dalam beberapa bulan terakhir dan menekan sesama anggota OPEC untuk melakukan hal yang sama dalam upaya untuk mendorong harga dalam menghadapi pelemahan permintaan dari China dan kenaikan suku bunga yang bertujuan memerangi inflasi.
Disamping itu kerajaan membutuhkan harga minyak yang tinggi untuk mendanai Visi 2030, sebuah rencana mahal dan luas untuk merombak ekonomi dan mengubah dirinya menjadi pusat regional untuk bisnis dan pariwisata.
Rencana tersebut mencakup beberapa hal yang disebut "gigaprojects," termasuk pembangunan kota futuristik senilai USD500 miliar di pantai Laut Merah. Arab Saudi juga menginvestasikan miliaran dolar dalam pariwisata, hiburan dan olahraga, termasuk merger kontroversial dengan PGA Tour dan perekrutan beberapa bintang sepak bola terbesar untuk bermain untuk klub lokal.
Dana Moneter Internasional atau IMF memperkirakan, bahwa Arab Saudi membutuhkan harga minyak sekitar USD80 per barel untuk menghindari defisit. Patokan minyak mentah AS untuk pengiriman September naik USD1,27 menjadi USD82,82 per barel pada hari Jumat. Minyak mentah Brent untuk pengiriman Oktober naik USD1,10 menjadi USD86,24 per barel.
Sebelumnya Aramco mengumpulkan rekor USD29,4 miliar melalui penawaran umum awal 2019 di mana ia menjual kurang dari 2% dari perusahaan kepada investor.
Putra Mahkota Mohammed bin Salman, dan arsitek Visi 2030, telah mentransfer 8% dari Aramco ke dana kekayaan negara kerajaan senilai USD700 miliar selama dua tahun terakhir untuk membantu menopang pendanaan proyek besar-besaran infrastruktur.
Dalam laporan terbaru kepada bursa, total penjualan Aramco mencapai lebih dari USD106 miliar, raihan tersebut turun dari USD150 miliar pada kuartal kedua tahun 2022. Terkait penyusutan yang terjadi, Aramco mengatakan penurunan "terutama mencerminkan dampak dari harga minyak mentah yang lebih rendah dan melemahnya margin penyulingan dan bahan kimia."
Perusahaan juga melaporkan laba bersih yang diraih sebesar USD30 miliar, lebih rendah 37,8% dibandingkan dengan USD48 miliar pada kuartal kedua tahun 2022.
Meski begitu, Aramco tetap menaikkan dividen yang dibayarkan kepada investor menjadi USD29,38 miliar yang jika dirupiahkan mencapai Rp445,8 triliun dibandingkan dengan kuartal kedua tahun 2022 sebesar USD18,8 miliar. Dividen berbasis kinerja sebagian didasarkan pada rekor pendapatan perusahaan tahun lalu, ungkap perusahaan.
"Hasil kuat kami mencerminkan ketahanan dan kemampuan kami untuk beradaptasi melalui siklus pasar," kata CEO Aramco Amin Nasser dalam sebuah pernyataan yang menyertai laporan tersebut.
Pada hari Senin, waktu setempat terpantau harga saham perusahaan naik 1,08%.
Sementara itu pada pekan lalu, majalah Fortune menempatkan Aramco, yang secara resmi dikenal sebagai Saudi Arabian Oil Co., sebagai perusahaan terbesar kedua di dunia berdasarkan pendapatan, di belakang Walmart dan di depan Amazon dan Apple.
Peringkat itu muncul setelah perusahaan raksasa minyak itu melaporkan laba lebih dari USD160 miliar sepanjang tahun 2022, atau terbesar yang pernah dicatat oleh perusahaan publik.
Apa yang didapatkan Aramco bakal menjadi perhatian hingga akhir tahun ini, ketika Uni Emirat Arab, produsen minyak utama lainnya, bakal menjadi tuan rumah pembicaraan iklim tahunan PBB yang bertujuan membuat dunia memangkas emisi dan mengurangi ketergantungannya pada bahan bakar fosil.
Sebelumnya Aramco diuntungkan dari lonjakan harga minyak pada tahun lalu yang disebabkan oleh invasi Rusia ke Ukraina. Minyak yang diperdagangkan secara internasional memuncak pada lebih dari USD120 per barel pada Juni 2022 sebelum menetap di kisaran USD75 hingga USD85 untuk sebagian besar tahun lalu.
Robin Mills, CEO Qamar Energy, sebuah konsultan energi yang berbasis di UEA, mengatakan "tidak mengherankan" bahwa pendapatan Aramco turun. Ia menambahkan, mereka punya nasib lebih baik daripada beberapa perusahaan minyak lainnya dalam penurunan baru-baru ini.
"Hasil yang relatif bagus untuk Aramco, mengingat situasinya," katanya.
Arab Saudi telah berulang kali memangkas produksi minyaknya dalam beberapa bulan terakhir dan menekan sesama anggota OPEC untuk melakukan hal yang sama dalam upaya untuk mendorong harga dalam menghadapi pelemahan permintaan dari China dan kenaikan suku bunga yang bertujuan memerangi inflasi.
Disamping itu kerajaan membutuhkan harga minyak yang tinggi untuk mendanai Visi 2030, sebuah rencana mahal dan luas untuk merombak ekonomi dan mengubah dirinya menjadi pusat regional untuk bisnis dan pariwisata.
Rencana tersebut mencakup beberapa hal yang disebut "gigaprojects," termasuk pembangunan kota futuristik senilai USD500 miliar di pantai Laut Merah. Arab Saudi juga menginvestasikan miliaran dolar dalam pariwisata, hiburan dan olahraga, termasuk merger kontroversial dengan PGA Tour dan perekrutan beberapa bintang sepak bola terbesar untuk bermain untuk klub lokal.
Dana Moneter Internasional atau IMF memperkirakan, bahwa Arab Saudi membutuhkan harga minyak sekitar USD80 per barel untuk menghindari defisit. Patokan minyak mentah AS untuk pengiriman September naik USD1,27 menjadi USD82,82 per barel pada hari Jumat. Minyak mentah Brent untuk pengiriman Oktober naik USD1,10 menjadi USD86,24 per barel.
Sebelumnya Aramco mengumpulkan rekor USD29,4 miliar melalui penawaran umum awal 2019 di mana ia menjual kurang dari 2% dari perusahaan kepada investor.
Putra Mahkota Mohammed bin Salman, dan arsitek Visi 2030, telah mentransfer 8% dari Aramco ke dana kekayaan negara kerajaan senilai USD700 miliar selama dua tahun terakhir untuk membantu menopang pendanaan proyek besar-besaran infrastruktur.
(akr)