Minta Pajak Ringan, Darmin Nilai Freeport Hanya Butuh Kepastian

Rabu, 15 Februari 2017 - 13:30 WIB
Minta Pajak Ringan, Darmin Nilai Freeport Hanya Butuh Kepastian
Minta Pajak Ringan, Darmin Nilai Freeport Hanya Butuh Kepastian
A A A
JAKARTA - Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai, PT Freeport Indonesia sejatinya hanya butuh kepastian terhadap investasi jangka panjang. Hal ini menanggapi permintaan raksasa tambang asal Amerika Serikat (AS) itu agar diberikan keringanan soal pajak, jika status kontraknya berubah dari kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

"‎Sebetulnya memang kelihatannya Freeport ingin ada kepastian berapa pajaknya sampai dengan nanti dapat perpanjangan dan sebagainya," katanya di Pancoran, Jakarta, Rabu (15/2/2017).

(Baca Juga: PHK Karyawan, Menko Darmin Sebut Freeport Coba Tekan Pemerintah
Freeport sendii menginginkan agar aturan pajak dan royalti di IUPK bersifat naildown seperti yang ada di KK, yakni besaran pajak dan royalti yang dibayarkan Freeport bersifat tetap dan tidak ada perubahan hingga masa kontrak berakhir.

Sementara‎, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017, aturan pajak dan royalti bersifat prevailing atau mengikuti aturan pajak yang berlaku. Sehingga, pajak yang dibayarkan Freeport berubah-ubah sesuai aturan pajak yang berlaku saat itu.

Lebih lanjut Darmin menerangkan Freeport sebenarnya masih tetap untung, meskipun aturan pajaknya bersifat prevailing. Sebab, besaran pajak yang ditetapkan pemerintah saat ini justru mengalami penurunan. "Sebetulnya arah pajak kita turun. Tapi dia (Freeport enggak mau)," imbuh dia.

‎Menurutnya, cara berpikir Freeport adalah cara berpikir perusahaan besar yang akan menanamkan investasi jangka panjang. Meskipun saat ini besaran pajak yang harus ditanggung Freeport kecil, namun kedepannya tetap tidak dapat diprediksi apakah akan naik atau turun lagi.

Jika aturan pajak yang digunakan naildown, tambah dia maka Freeport akan bisa memprediksi besarannya hingga kontraknya selesai. "Jadi jangan dilihat itu suatu ketidakmauan (Freeport) untuk koperatif, itu betul-betul cara berpikir perusahaan besar. Dia lebih memilih pasti daripada oke sekarang murah, tapi nanti berubah lagi. Siapa yang tau," tuturnya.

Apalagi, kontrak karya Freeport akan berlaku hingga 2021. Jika pemerintahan berganti, maka besar kemungkinan aturan pajaknya pun akan ikut berubah. Hal inilah yang dihindari oleh Freeport, sehingga mereka tetap bersikukuh untuk menggunakan aturan yang bersifat naildown.

"‎Dia (Freeport) nggak mau gambling. Karena dia bisa bilang, iya dengan pemerintahan yang ini. Nanti pemerintahnya siapa berikutnya. Arahnya kemana, tau-tau dia naik.‎ Syukur-syukur pemerintahan terus lagi. Tapi setelah itu kan ganti. Gimana setelah itu nobody knows. Sehingga dia milih, udah deh yang dulu aja‎," paparnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8072 seconds (0.1#10.140)