Bank Indonesia Disarankan Tahan Suku Bunga
loading...
A
A
A
JAKARTA - Melihat perkembangan ekonomi terkini, Bank Indonesia ( BI ) disarankan tetap mempertahankan suku bunga di 5,75%. Penahanan suku bunga itu demi menjaga kondisi perekonomian nasional.
"Kami melihat BI sebaiknya mempertahankan suku bunga acuan pada level saat ini sebesar 5,75% dengan tetap memantau stabilitas rupiah dan menjaga inflasi," ujar Teuku Riefky, ekonom LPEM FEB UI, di Jakarta, Rabu (23/8/2023).
Dia menyebut, inflasi semakin melandai setelah normalisasi harga global dan implementasi berbagai program pengendalian harga domestik. Perekonomian juga tumbuh lebih kuat dari yang diharapkan pada kuartal kedua tahun ini, berkat permintaan domestik yang kuat.
Pertumbuhan sebesar 5,17% (yoy) ini terutama didorong oleh kuatnya konsumsi rumah tangga, yang melonjak menjadi 5,23% (yoy) dari 4,54% (yoy) pada kuartal sebelumnya. Capaian itu didukung oleh kehadiran perayaan Ramadhan, Idulfitri, dan Iduladha.
Mengikuti pola musiman, konsumsi pemerintah juga meningkat menjadi 10,62% (yoy) dari hanya 3,45% (yoy) di kuartal sebelumnya akibat penyaluran tunjangan hari raya (THR) serta gaji ke-13. Di sisi lain, tekanan eksternal meningkat akibat The Fed kembali menaikkan suku bunga pada Juli.
"Ini mengakibatkan aliran keluar portofolio serta depresiasi mata uang di negara-negara berkembang," ucap Riefky.
Meskipun tetap menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terbaik di antara negara berkembang, rupiah melemah karena surplus perdagangan Indonesia semakin menyusut.
"BI perlu menahan tekanan eksternal terhadap rupiah di tengah potensi kelanjutan kenaikan suku bunga The Fed sebelum akhir tahun ini," tandas Riefky.
"Kami melihat BI sebaiknya mempertahankan suku bunga acuan pada level saat ini sebesar 5,75% dengan tetap memantau stabilitas rupiah dan menjaga inflasi," ujar Teuku Riefky, ekonom LPEM FEB UI, di Jakarta, Rabu (23/8/2023).
Dia menyebut, inflasi semakin melandai setelah normalisasi harga global dan implementasi berbagai program pengendalian harga domestik. Perekonomian juga tumbuh lebih kuat dari yang diharapkan pada kuartal kedua tahun ini, berkat permintaan domestik yang kuat.
Pertumbuhan sebesar 5,17% (yoy) ini terutama didorong oleh kuatnya konsumsi rumah tangga, yang melonjak menjadi 5,23% (yoy) dari 4,54% (yoy) pada kuartal sebelumnya. Capaian itu didukung oleh kehadiran perayaan Ramadhan, Idulfitri, dan Iduladha.
Mengikuti pola musiman, konsumsi pemerintah juga meningkat menjadi 10,62% (yoy) dari hanya 3,45% (yoy) di kuartal sebelumnya akibat penyaluran tunjangan hari raya (THR) serta gaji ke-13. Di sisi lain, tekanan eksternal meningkat akibat The Fed kembali menaikkan suku bunga pada Juli.
"Ini mengakibatkan aliran keluar portofolio serta depresiasi mata uang di negara-negara berkembang," ucap Riefky.
Meskipun tetap menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terbaik di antara negara berkembang, rupiah melemah karena surplus perdagangan Indonesia semakin menyusut.
"BI perlu menahan tekanan eksternal terhadap rupiah di tengah potensi kelanjutan kenaikan suku bunga The Fed sebelum akhir tahun ini," tandas Riefky.
(uka)