Fenomena Yahudi dan India dalam Dunia Bisnis Global: Mencengangkan!

Kamis, 24 Agustus 2023 - 11:43 WIB
loading...
A A A
Selanjutnya, tekanan historis yang dihadapi mereka menjadi inspirasi untuk menciptakan peluang pasar, mulai dari bekerja sebagai pedagang keliling, menciptakan produk baru, atau bentuk pemasaran baru.

Orang-orang Yahudi juga memiliki jejaring sosial yang mendunia, karena tersebar di berbagai negara. Jadi mereka lebih sadar akan peluang yang ada, memiliki lebih banyak kontak internasional, dan lebih aktif dalam perdagangan internasional.

Fenomena kedua terkait orang India yang menjadi CEO di perusahaan global, terutama yang bergerak di bidang teknologi. Mengutip MINT setidaknya ada 30 orang India yang menjadi petinggi perusahaan global dengan penghasilan yang fantastis.

Mereka di antaranya adalah Satya Nadella (Microsoft), Sundar Pichai (Alphabet /Google), (Sundar Pichai), Vasant Narsimhan (Novartis), Shantanu Narayan (Adobe), Arvind Krishna (IBM).

Selanjutnya masih ada Laxman Narsimhan (Starbucks), Reshma Kewalramani (Vertex Pharmaceuticals), Sanjay Mehrotra (Micron Technology), Anirudh Devgan (Cadence Design System), Nikesh Arora (Palo Alto Networks), Rangarajan Raghuram (VMware), dan masih banyak lagi.

Ada tiga faktor yang membuat orang-orang India bisa menjadi petinggi perusahaan-perusahaan global. Persaingan yang keras adalah faktor pertama. R Gopalakrishnan, mantan direktur eksekutif Tata Sons dan salah satu penulis The Made in India Manager, dikutip dari Sinaumedia, pernah mengatakan “Tidak ada negara lain di dunia yang ‘melatih’ begitu banyak warganya dengan cara gladiator seperti India,”

“Tumbuh besar di India mendidik setiap individu untuk menjadi pejuang alami, mulai dari mendapatkan akta kelahiran hingga akta kematian. Mulai dari masuk sekolah hingga mencari pekerjaan, dari kurangnya infrastruktur hingga kapasitas yang tidak memadai” .

Persaingan dan kekacauan membuat orang India secara naluriah mampu beradaptasi dalam memecahkan masalah. Itu berdampak pada cara kerja masyarakat India yang kerap mengedepankan profesionalisme dibandingkan urusan pribadi. Tentu saja itu sangat cocok diterapkan dalam budaya perkantoran Amerika yang mendorong setiap orang untuk melakukan banyak pekerjaan.

Faktor kedua, faktor pendidikan. Sejak tahun 1960an, India telah melakukan perubahan bertahap dalam kurikulum pendidikannya yang menekankan pengetahuan matematika, sains, dan teknologi. klaster pengetahuan ini dikenal dengan STEM, yaitu Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika.

Tidak lupa untuk menerapkan bahasa Inggris sebagai bahasa pendidikan di India yang memungkinkan mereka mengakses berbagai literatur ilmu pengetahuan terkini dari Eropa dan Amerika. Kemudian juga memudahkan lulusan perguruan tinggi teknologi India untuk bersaing di luar negeri, baik Eropa maupun Amerika.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1624 seconds (0.1#10.140)