Kuliahi Anggota Komisi XI soal PDB dan Inflasi, Sri Mulyani: Kita Masih Untung
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menanggapi pertanyaan dari anggota Komisi XI DPR Marwan Cik Asan, Menteri Keuangan Sri Mulyani membandingkan antara pertumbuhan PDB Indonesia dengan inflasi. Di 2022, pertumbuhan ekonomi RI mencapai 5,3%, tetapi inflasi berada di level 5,5%, yang kemudian dinilai 'ekonomi RI tekor'.
"Kami ingin sampaikan Pak Marwan, bahwa kalau berbicara tentang pertumbuhan atau growth, itu adalah riil. Itu berarti inflasi sudah dikurangkan, inflasi itu perbandingannya dengan growth nominal atau value," ungkap Sri dalam rapat kerja dengan Komisi XI di Jakarta, Rabu (30/8/2023).
Sehingga, growth yang ada di dalam PDB itu bersifat riil, karena inflasi sudah dikeluarkan. Jadi, ini menjadi pertumbuhan yang memang riil naiknya 5,3%.
"Kalau mau memasukkan inflasi, PDB kita itu naiknya 15,4%, itu nilai value rupiahnya. Jadi kalau mau dikurangkan dengan inflasi 5,5%, kita masih tumbuh kira-kira 9%. Jadi ada memang indikator inflasi yang dihitung BPS berdasarkan pergerakan harga, ada di dalam penghitungan PDB itu menggunakan deflator PDB," papar Sri.
Dia menyebut bahwa skema itu memang agak sedikit berbeda, tetapi keduanya menggambarkan pergerakan harga.
"Jadi Pak Marwan, ini juga sempat kemarin dibawa di Paripurna oleh PKS dan juga di Banggar, jadi kami merasa perlu untuk menjelaskan. Jadi kalau membandingkan antara PDB riil pertumbuhannya tidak dibandingkan dengan inflasi. Kalau mau menggunakan inflasi kita membandingkannya dengan nominal," sambung Sri.
PDB nominal harganya menggunakan deflator. Sehingga, 5,5% inflasi dibandingkan dengan ukuran PDB secara nominal, kenaikan PDB nominal itu 15,4%.
"Jadi, nett-nya masih untung Pak. Kalau pakai istilah untung rugi tadi, masih untung atau masih ada positifnya. Terlebih di lapangan ada masyarakat merasa 'PDB-nya naik, tapi saya nggak merasakan', atau kemiskinan yang sifatnya struktural. Memotong kemiskinan antar-generasi itulah yang sebetulnya kita coba," pungkas Sri.
"Kami ingin sampaikan Pak Marwan, bahwa kalau berbicara tentang pertumbuhan atau growth, itu adalah riil. Itu berarti inflasi sudah dikurangkan, inflasi itu perbandingannya dengan growth nominal atau value," ungkap Sri dalam rapat kerja dengan Komisi XI di Jakarta, Rabu (30/8/2023).
Sehingga, growth yang ada di dalam PDB itu bersifat riil, karena inflasi sudah dikeluarkan. Jadi, ini menjadi pertumbuhan yang memang riil naiknya 5,3%.
"Kalau mau memasukkan inflasi, PDB kita itu naiknya 15,4%, itu nilai value rupiahnya. Jadi kalau mau dikurangkan dengan inflasi 5,5%, kita masih tumbuh kira-kira 9%. Jadi ada memang indikator inflasi yang dihitung BPS berdasarkan pergerakan harga, ada di dalam penghitungan PDB itu menggunakan deflator PDB," papar Sri.
Dia menyebut bahwa skema itu memang agak sedikit berbeda, tetapi keduanya menggambarkan pergerakan harga.
"Jadi Pak Marwan, ini juga sempat kemarin dibawa di Paripurna oleh PKS dan juga di Banggar, jadi kami merasa perlu untuk menjelaskan. Jadi kalau membandingkan antara PDB riil pertumbuhannya tidak dibandingkan dengan inflasi. Kalau mau menggunakan inflasi kita membandingkannya dengan nominal," sambung Sri.
PDB nominal harganya menggunakan deflator. Sehingga, 5,5% inflasi dibandingkan dengan ukuran PDB secara nominal, kenaikan PDB nominal itu 15,4%.
"Jadi, nett-nya masih untung Pak. Kalau pakai istilah untung rugi tadi, masih untung atau masih ada positifnya. Terlebih di lapangan ada masyarakat merasa 'PDB-nya naik, tapi saya nggak merasakan', atau kemiskinan yang sifatnya struktural. Memotong kemiskinan antar-generasi itulah yang sebetulnya kita coba," pungkas Sri.
(uka)