Kelemahan Konsep Bisnis Sevel di Indonesia
A
A
A
JAKARTA - PT Modern Sevel Indonesia belum lama ini mengumumkan proses akuisisi bisnis 7-Eleven alias Sevel di Indonesia kepada PT Charoen Pokphand Restu Indonesia (CPRI). Pengambilalihan kepemilikan jaringan waralaba modern 7-Eleven (Sevel) di Tanah Air, diyakini terjadi seiring penurunan omzet dalam beberapa tahun terakhir.
Ketua Waralaba dan Lisensi Indonesia (WALI) Levita Supit mengungkapkan, ambruknya bisnis Sevel ditengarai karena waralaba asal Negeri Paman Sam tersebut tidak menggunakan konsep franchise terhadap gerai-gerainya di Indonesia. Gerai Sevel yang tersebar di beberapa wilayah di Tanah Air tersebut dikelola hanya oleh PT Modern Sevel Indonesia.
"Kalau saya melihatnya begini, itu kan Sevel menjalankan sendiri. Mereka belum franchise kan ya. Sevel juga belum menggunakan sistem franchise. Mereka semua yang punya outletnya," katanya saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Selasa (25/4/2017).
Beberapa waktu lalu, kata dia, Sevel sempat membuka peluang kerja sama. Hanya saja, yang mereka tawarkan bukanlah konsep franchise. Melainkan, investor hanya diberikan tempat saja sedangkan pengelolaan operasional tetap berada di bawah kendali perseroan.
"Waktu itu mau kerja sama, tapi bukan franchise-nya. Hanya kerja sama saja, jadi investor hanya dapat tempat tapi yang kelola operasional tetap mereka. Contoh kayak Indomaret kan banyak. Jadi banyak dia yang punya," imbuh dia.
Tak hanya itu, Levita juga menilai merosotnya kinerja Sevel juga disebabkan lantaran mereka tidak menyebar gerai-gerainya di seluruh Indonesia. Bahkan, pada tahap awal mereka hanya membuka gerai di Jakarta. Jika gerai mereka tersebar di seluruh wilayah, maka kerugian akan bisa disubsidi silang oleh gerai yang mengalami keuntungan.
"Udah gitu di tahap awal mereka buka hanya Jakarta saja. Pada saat itu izinnya hanya Jakarta saja. Jadi mereka lama itu buka di Jakarta saja. Sementara kompetitor lain mereka sudah buka di seluruh Indonesia. Sehingga kalaupun ada gerai yang tidak sukses masih bisa disubsidi silang oleh gerai-gerai yang lain," tandasnya.
Ketua Waralaba dan Lisensi Indonesia (WALI) Levita Supit mengungkapkan, ambruknya bisnis Sevel ditengarai karena waralaba asal Negeri Paman Sam tersebut tidak menggunakan konsep franchise terhadap gerai-gerainya di Indonesia. Gerai Sevel yang tersebar di beberapa wilayah di Tanah Air tersebut dikelola hanya oleh PT Modern Sevel Indonesia.
"Kalau saya melihatnya begini, itu kan Sevel menjalankan sendiri. Mereka belum franchise kan ya. Sevel juga belum menggunakan sistem franchise. Mereka semua yang punya outletnya," katanya saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Selasa (25/4/2017).
Beberapa waktu lalu, kata dia, Sevel sempat membuka peluang kerja sama. Hanya saja, yang mereka tawarkan bukanlah konsep franchise. Melainkan, investor hanya diberikan tempat saja sedangkan pengelolaan operasional tetap berada di bawah kendali perseroan.
"Waktu itu mau kerja sama, tapi bukan franchise-nya. Hanya kerja sama saja, jadi investor hanya dapat tempat tapi yang kelola operasional tetap mereka. Contoh kayak Indomaret kan banyak. Jadi banyak dia yang punya," imbuh dia.
Tak hanya itu, Levita juga menilai merosotnya kinerja Sevel juga disebabkan lantaran mereka tidak menyebar gerai-gerainya di seluruh Indonesia. Bahkan, pada tahap awal mereka hanya membuka gerai di Jakarta. Jika gerai mereka tersebar di seluruh wilayah, maka kerugian akan bisa disubsidi silang oleh gerai yang mengalami keuntungan.
"Udah gitu di tahap awal mereka buka hanya Jakarta saja. Pada saat itu izinnya hanya Jakarta saja. Jadi mereka lama itu buka di Jakarta saja. Sementara kompetitor lain mereka sudah buka di seluruh Indonesia. Sehingga kalaupun ada gerai yang tidak sukses masih bisa disubsidi silang oleh gerai-gerai yang lain," tandasnya.
(akr)