Pedagang Tanah Abang Menjerit, Platform Online Bikin Pendapatan Berkurang Drastis
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kehadiran platform jualan online dikeluhkan membuat para pedagang konvensional kehilangan pelanggan. Sebab masyarakat saat ini sudah banyak yang melakukan transaksi secara online ketimbang berinteraksi langsung dengan pedagang .
Hal ini dirasakan langsung oleh salah satu pedagang di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Saiful Rahman (56) yang berjualan daster di trotoar pasar Tanah Abang . Saiful mengaku, saat ini tingkat kunjungan masyarakat ke pasar Tanah Abang mengalami penurunan.
Hal itu juga turut berpengaruh terhadap pendapatannya. Syaiful telah berjualan daster di Pasar Tanah Abang lebih dari 15 tahun dan sudah melewati 2 krisis, mulai dari yaitu krisis perbankan 2008 silam hingga Pandemi Covid 19.
Sebelum pandemi covid 19, Syaiful menilai tahun-tahun tersebut menjadi semacam masa kejayaan bagi para pedagang Tanah Abang. Tingkat kunjungan masih ramai, dan pendapatannya dari hasil berjualan daster juga meningkat.
Bahkan sebelum pandemi melanda, Syaiful mengaku dalam satu hari saja mampu menjual 12 - 20 potong pakaian. Tapi pasca pandemi Syaiful mengaku sekedar mencari penglaris dalam satu hari saja sulit.
"Sekarang jauh turun, kalau dulu sebelum pandemi selusin, sekodi dapat, pas Covid sudah mulai berkurang, tapi setelah Covid malah makin kurang," ujar Syaiful saat ditemui MNC Portal di Pasar Tanah Abang, Jumat (15/9/2023).
Menurutnya kehadiran platform jualan ini cukup terasa dampaknya. Bukannya Syaiful enggan untuk mengikuti perkembangan, tapi menurutnya jualan di platform online juga bukan hal mudah jika tidak mempunyai keahlian khusus. Belum lagi diperlukan perangkat teknologi yang juga belum terlalu akrab dengan Syaiful.
Pedagang lainnya yang ditemui MNC Portal, Ridho (25) yang berjualan kebaya di Pasar Tanah Abang juga mengeluhkan hal yang serupa dengan Syaiful. Bahwa tingkat kunjungan masyarakat ke pasar Tanah Abang tidak lagi seramai pada saat sebelum pandemi covid 19.
Karena sepi pengunjung, strategi Ridho adalah menurunkan harga jual produknya. Hal itu berarti mengorbankan keuntungannya. Namun harga yang dijual Ridho pun nyatanya belum mampu membuat masyarakat kembali mengunjungi pasar Tanah Abang.
"Dulu bisa jual harga tinggi, sekitar Rp200 ribu, sekarang itu paling ambil untung cuma Rp10 ribu. Sebelum itu mau ambil untung Rp50 ribu masih dapat," kata Ridho.
Bahkan sebelum Pandemi, Ridho mengaku dalam satu hari mampu menjual sampai 40 potong baju perharinya. Tapi masifnya perkembangan platform penjualan online pasca pandemi ini membuat Ridho tidak mampu menjual baju 10 potong seharinya.
"Jual di platform online itu kadang berbanding jauh harganya, bahkan kadang ada yang menjual di bawah harga modal saya, tetap tidak masuk," sambungnya.
Ridho berharap bantuan Pemerintah untuk memperhatikan masalah platform penjualan online ini yang cukup banyak merugikan para pelaku usaha konvensional. Belum lagi lewat platform tersebut juga makin memuluskan perdagangan barang-barang impor yang punya harga jauh lebih murah dibandingkan produk lokal.
"Buat pemerintah tolong bergeraklah, mencoba mengerti pedagang kecil," pungkasnya.
Hal ini dirasakan langsung oleh salah satu pedagang di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Saiful Rahman (56) yang berjualan daster di trotoar pasar Tanah Abang . Saiful mengaku, saat ini tingkat kunjungan masyarakat ke pasar Tanah Abang mengalami penurunan.
Hal itu juga turut berpengaruh terhadap pendapatannya. Syaiful telah berjualan daster di Pasar Tanah Abang lebih dari 15 tahun dan sudah melewati 2 krisis, mulai dari yaitu krisis perbankan 2008 silam hingga Pandemi Covid 19.
Sebelum pandemi covid 19, Syaiful menilai tahun-tahun tersebut menjadi semacam masa kejayaan bagi para pedagang Tanah Abang. Tingkat kunjungan masih ramai, dan pendapatannya dari hasil berjualan daster juga meningkat.
Bahkan sebelum pandemi melanda, Syaiful mengaku dalam satu hari saja mampu menjual 12 - 20 potong pakaian. Tapi pasca pandemi Syaiful mengaku sekedar mencari penglaris dalam satu hari saja sulit.
"Sekarang jauh turun, kalau dulu sebelum pandemi selusin, sekodi dapat, pas Covid sudah mulai berkurang, tapi setelah Covid malah makin kurang," ujar Syaiful saat ditemui MNC Portal di Pasar Tanah Abang, Jumat (15/9/2023).
Menurutnya kehadiran platform jualan ini cukup terasa dampaknya. Bukannya Syaiful enggan untuk mengikuti perkembangan, tapi menurutnya jualan di platform online juga bukan hal mudah jika tidak mempunyai keahlian khusus. Belum lagi diperlukan perangkat teknologi yang juga belum terlalu akrab dengan Syaiful.
Pedagang lainnya yang ditemui MNC Portal, Ridho (25) yang berjualan kebaya di Pasar Tanah Abang juga mengeluhkan hal yang serupa dengan Syaiful. Bahwa tingkat kunjungan masyarakat ke pasar Tanah Abang tidak lagi seramai pada saat sebelum pandemi covid 19.
Karena sepi pengunjung, strategi Ridho adalah menurunkan harga jual produknya. Hal itu berarti mengorbankan keuntungannya. Namun harga yang dijual Ridho pun nyatanya belum mampu membuat masyarakat kembali mengunjungi pasar Tanah Abang.
"Dulu bisa jual harga tinggi, sekitar Rp200 ribu, sekarang itu paling ambil untung cuma Rp10 ribu. Sebelum itu mau ambil untung Rp50 ribu masih dapat," kata Ridho.
Bahkan sebelum Pandemi, Ridho mengaku dalam satu hari mampu menjual sampai 40 potong baju perharinya. Tapi masifnya perkembangan platform penjualan online pasca pandemi ini membuat Ridho tidak mampu menjual baju 10 potong seharinya.
"Jual di platform online itu kadang berbanding jauh harganya, bahkan kadang ada yang menjual di bawah harga modal saya, tetap tidak masuk," sambungnya.
Ridho berharap bantuan Pemerintah untuk memperhatikan masalah platform penjualan online ini yang cukup banyak merugikan para pelaku usaha konvensional. Belum lagi lewat platform tersebut juga makin memuluskan perdagangan barang-barang impor yang punya harga jauh lebih murah dibandingkan produk lokal.
"Buat pemerintah tolong bergeraklah, mencoba mengerti pedagang kecil," pungkasnya.
(akr)