Simplifikasi Cukai Merugikan Pemerintah, Petani Tembakau dan Buruh Rokok

Senin, 03 Agustus 2020 - 15:04 WIB
loading...
A A A
Menurut Sahmihudin, gara gara kenaikan cukai rokok sangat tinggi tahun 2019 lalu, tembakau petani banyak yang tidak terserap oleh industri rokok. Kondisi yang mengkhawatirkan akan terjadi apabila pemerintah menerapkan simplifikasi penarikan cukai rokok tahun 2021 yang menyebabkan banyak pabrik rokok berguguran.

Lebih lanjut, Ketua APTI Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) ini menjelaskan, yang disasar dari rencana penerapan simplifikasi adalah mematikan rokok kretek. Padahal rokok kretek yang ada di Indonesia adalah warisan dan tradisi budaya nasional. Hanya ada di Indonesia. Rokok kretek akan dihilangkan dan digantikan oleh rokok putih produksi satu Perusahaan rokok asing yang ngotot ingin kebijakan simplifikasi diterapkan.

“Jika simplifikasi diterapkan, pabrik rokok kelas menengah dan kecil yang selama ini memproduksi rokok kretek akan mati, karena harus membayar cukai yang jauh lebih mahal dari yang biasa dia bayar selama ini. Rokok kretek yang menjadi warisan tradisi budaya nasional akan hilang, digantikan rokok putih dan rokok elektrik. Yang rugi adalah petani tembakau nasional, buruh industri rokok dan juga pemerintah, karena akan kehilangan sumber pendapatan dari pajak dan cukai rokok,” papar Sahmihudin.

RPJMN Harus Melindungi

Lebih lanjut Sahmihudin menjelaskan, bergugurannya perusahaan atau pabrik rokok menengah dan kecil ditambah lagi oleh kenaikan cukai rokok setiap tahun membuat harga rokok menjadi sangat mahal. Harganya ditentukan oleh perusahaan rokok besar yang masih eksis.. Jika harga rokok mahal hal ini berakibat masyarakat akan beralih ke rokok murah.

“Jangan berharap pemerintah akan mendapatkan pendapatan yang banyak dari cukai rokok yang sudah disimplifikasi. Justru dengan simplifikasi, apabila pabrik pabrik rokok pada tutup, hanya tersisa tiga. Sementara masyarakat beralih ke rokok illegal atau rokok murah. Pendapatan pemerintah dari cukai rokok akan berkurang drastis. Pemerintah jelas rugi,” papar Sahmihudin berkalkulasi.

Dipaparkan juga olehnya, jika pemerintah menaikan cukai rokok dan memberlakukan simplifikasi dengan alasan melindungi kesehatan masyarakat. Alasan tersebut tidak tepat.

Kebiasan merokok masyarakat tidak bisa dihentikan oleh mahalnya harga rokok.. Kenaikan cukai rokok tahun 2019 telah menyebabkan harga rokok sangat tinggi. Masyarakat di beberapa propinsi seperti Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, beralih ke rokok produksi rumahan, yang harga per bungkusnya hanya Rp 3000 hingga Rp 5000 isi 16 batang.

Kondisi ini menjadi salah satu sebab munculnya perokok perokok pemula di kalangan remaja.

“Jangan beralasan melakukan simplifikasi dan kenaikan cukai rokok untuk melindungi kesehatan masyarakat. Masih banyak makanan dan minuman yang merusak kesehatan masyarakat, itu juga harus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Sebaliknya, rokok elektrik yang lebih membahayakan kesehatan para perokoknya, harus mendapat perhatian pemerintah,” papar Sahmihudin.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1698 seconds (0.1#10.140)