Harga Minyak Dunia Terus Mendidih, Bisa Kerek Harga BBM
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harga minyak dunia dalam beberapa bulan terakhir terus merangkak naik. Hal tersebut memicu adanya penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak ( BBM ). Beberapa korporasi yang bermain di bisnis BBM di Tanah Air juga sudah melakukan perubahan harga mengikuti pergerakan harga minyak dunia.
Harga minyak sudah cukup lama bertengger di atas level USD90-an per barel dan terus bergerak naik. Mengutip Reuters, Brent berjangka untuk pengiriman November berada diposisi USD95,38 per barel. Penjualan Brent berjangka untuk November berakhir pada hari ini, Jumat (29/9/2023).
Brent berjangka pengiriman bulan Desember, yaitu USD93,10 per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun USD1,97, atau 2,1% menjadi USD91,71 per barel.
Direktur Eksekutif Reforminer Insitute Komaidi Notonegoro mengungkapkan harga minyak dunia adalah komponen terbesar dalam pembentukan harga BBM. Dia mengatakan, komponen harga minyak sekitar 55-60% bergantung pada kualitas minyak atau jenis bensin atau solar bedanya jenis dan kualitas ada yang ringan dan berat.
Sementara, 40% komponen distribusi dari biaya pengiriman, pengolahan di kilang sampai margin semua rantai bisnis, termasuk pajak-pajak baik PPN atau Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).
"Artinya kalau 40% tetap ketika harga minyak naik yang 60%-nya naik ada kenaikan (di harga), ini akan menjadi bobot, karena lebih dari 50% otomatis naik , kalau ditahan agak berat kecuali yang naik hanya pajak mungkin pajak porsinya ga terlalu besar mungkin bisa ditahan, tapi ketika yang naik porsinya 55-60% ketika bergerak naik daya ungkintnya besar jadi mau nggak mau disesuaikan," jelas Komaidi di Jakarta, Jumat (29/9/2023).
Menurut Komaidi kenyataan tentang krusialnya harga minyak dunia terhadap harga BBM nonsubsidi harus terus diinformasikan ke masyarakat. Sehingga bisa meminimalisir potensi gejolak yang timbul saat ada kenaikan harga BBM ketika harga minyak dunia juga naik.
"Pemerintah perlu sampaikan proporsional ke publik sama-sama memberi edukasi ke publik bahwa sesuatu yang naik turun itu wajar karena bahan bakunya naik turun tapi ketika nanti turun ya harus responsif turunkan sehingga konsumen menjadi terbiasa dan merasa diperlakukan secara adil," jelas Komaidi.
Sementara, Ekonom dari Bank Permata Josua Pardede menyatakan memang sudah sewajarnya Badan Usaha memiliki kewenangan dalam menentukan harga BBM non-PSO (non subsidi) karena BBM tersebut sama sekali tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah. Faktor-faktor yang mempengaruhi naik turunnya harga BBM non-PSO tentu saja terkait dengan harga minyak mentah dan nilai tukar, distribusi dan biaya angkut. "Serta juga mempertimbangkan aspek persaingan dengan badan usaha hilir migas lainnya," kata Josua.
Harga minyak sudah cukup lama bertengger di atas level USD90-an per barel dan terus bergerak naik. Mengutip Reuters, Brent berjangka untuk pengiriman November berada diposisi USD95,38 per barel. Penjualan Brent berjangka untuk November berakhir pada hari ini, Jumat (29/9/2023).
Brent berjangka pengiriman bulan Desember, yaitu USD93,10 per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun USD1,97, atau 2,1% menjadi USD91,71 per barel.
Direktur Eksekutif Reforminer Insitute Komaidi Notonegoro mengungkapkan harga minyak dunia adalah komponen terbesar dalam pembentukan harga BBM. Dia mengatakan, komponen harga minyak sekitar 55-60% bergantung pada kualitas minyak atau jenis bensin atau solar bedanya jenis dan kualitas ada yang ringan dan berat.
Sementara, 40% komponen distribusi dari biaya pengiriman, pengolahan di kilang sampai margin semua rantai bisnis, termasuk pajak-pajak baik PPN atau Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).
"Artinya kalau 40% tetap ketika harga minyak naik yang 60%-nya naik ada kenaikan (di harga), ini akan menjadi bobot, karena lebih dari 50% otomatis naik , kalau ditahan agak berat kecuali yang naik hanya pajak mungkin pajak porsinya ga terlalu besar mungkin bisa ditahan, tapi ketika yang naik porsinya 55-60% ketika bergerak naik daya ungkintnya besar jadi mau nggak mau disesuaikan," jelas Komaidi di Jakarta, Jumat (29/9/2023).
Menurut Komaidi kenyataan tentang krusialnya harga minyak dunia terhadap harga BBM nonsubsidi harus terus diinformasikan ke masyarakat. Sehingga bisa meminimalisir potensi gejolak yang timbul saat ada kenaikan harga BBM ketika harga minyak dunia juga naik.
"Pemerintah perlu sampaikan proporsional ke publik sama-sama memberi edukasi ke publik bahwa sesuatu yang naik turun itu wajar karena bahan bakunya naik turun tapi ketika nanti turun ya harus responsif turunkan sehingga konsumen menjadi terbiasa dan merasa diperlakukan secara adil," jelas Komaidi.
Sementara, Ekonom dari Bank Permata Josua Pardede menyatakan memang sudah sewajarnya Badan Usaha memiliki kewenangan dalam menentukan harga BBM non-PSO (non subsidi) karena BBM tersebut sama sekali tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah. Faktor-faktor yang mempengaruhi naik turunnya harga BBM non-PSO tentu saja terkait dengan harga minyak mentah dan nilai tukar, distribusi dan biaya angkut. "Serta juga mempertimbangkan aspek persaingan dengan badan usaha hilir migas lainnya," kata Josua.
(nng)