Dua Bulan Penuh Harap Agar Indonesia Terhindar dari Jurang Resesi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hari ini Badan Pusat Statistik (BPS) bakal merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia selama kuartal II/2020. Dipastikan angka pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) akan terkontraksi sekitar minus 4-6%.
Kontraksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2020 ini sudah diprediksi banyak pihak, termasuk pemerintah. Hanya, sejumlah ekonom dan pengamat juga memperkirakan kuartal III/2020 PDB Indonesia bakal negatif sehingga resesi tidak bisa terhindari.
Hebatnya, pemerintah tidak mau putus asa. Meski waktunya hanya kurang dari dua bulan, semua langkah bakal dilakukan untuk menyelamatkan Indonesia dari jurang resesi. Tugas dari Erick Thohir sebagai Ketua Komite Kebijakan Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Erick Thohir sungguh sangat berat.
Erick harus bisa memastikan dan mengawal dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang sebesar Rp695 triliun dalam waktu kurang dari dua bulan ini, yakni Agustus dan September, bisa terserap maksimal. Syukur bisa terserap semuanya. (Baca: Jokowi: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Bisa Minus 17% Kalau Lockdown)
Saat ini seperti yang dilaporkan Presiden Jokowi dana PEN baru terserap 20 persennya. Dengan sisa dana PEN sekitar Rp500 triliun, jika benar-benar diserap ke sektor produktif dan bisa membuat daya beli masyarakat meningkat, bukan hal yang mustahil pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal positif di akhir September 2020.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja menaruh harapan besar agar Indonesia terhindar dari jurang resesi pada kuartal III/2020. Syaratnya, kata Shinta, optimalisasi stimulus harus dilakukan guna mendongkrak daya beli masyarakat agar ekonomi terus bergerak tumbuh. "Itu yang menjadi kunci, yakni menciptakan demand sehingga perlu realisasi stimulus untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan belanja pemerintah," paparnya di Jakarta kemarin.
Insentif Fiskal
Selain daya beli yang harus didongkrak untuk memperbaiki pertumbuhan ekonomi , seyogianya pemerintah tidak melupakan investasi sebagai salah satu instrumen penting PDB. Untuk menggaet investasi agar tetap masuk ke Indonesia, pemerintah harus memberikan insentif fiskal. Itu sebabnya, di tengah tren penurunan realisasi investasi global akibat pandemi Covid-19, pemberian insentif fiskal masih perlu dilakukan, bahkan ditingkatkan, agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. (Baca juga: Industri Rokok Dibunuh, Jutaan Pekerja Mau Ditaruh Dimana)
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan, meskipun pemberian insentif fiskal agak bertolak belakang dengan upaya pemerintah untuk melebarkan basis pajak dan meningkatkan rasio perpajakan alias tax ratio, namun hal ini harus dilakukan untuk bisa bersaing dengan negara berkembang lain dalam menarik investasi ke Indonesia. Pemerintah tidak bisa menutup mata bahwa Indonesia saat ini tengah berkompetisi dengan negara-negara berkembang, khususnya dalam konteks menarik investasi. "Investasi yang membuat perekonomian bergerak dan menghasilkan lapangan kerja baru," ujarnya.
Tak bisa dimpungkiri tax ratio berpotensi menurun akibat pemberian insentif fiskal dalam rangka menarik investasi. Meski demikian, pemberian insentif fiskal akan mendorong masuknya investasi yang dapat membawa lapangan pekerjaan baru yang pada gilirannya akan meningkatkan basis pajak dan tax ratio dalam jangka panjang. "Penting mana pertumbuhan ekonomi atau pertumbuhan perpajakan? Tentu pertumbuhan ekonomi. Penting mana pertumbuhan lapangan kerja atau pertumbuhan perpajakan? Tentu lapangan kerja," kata Febrio.
Kontraksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2020 ini sudah diprediksi banyak pihak, termasuk pemerintah. Hanya, sejumlah ekonom dan pengamat juga memperkirakan kuartal III/2020 PDB Indonesia bakal negatif sehingga resesi tidak bisa terhindari.
Hebatnya, pemerintah tidak mau putus asa. Meski waktunya hanya kurang dari dua bulan, semua langkah bakal dilakukan untuk menyelamatkan Indonesia dari jurang resesi. Tugas dari Erick Thohir sebagai Ketua Komite Kebijakan Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Erick Thohir sungguh sangat berat.
Erick harus bisa memastikan dan mengawal dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang sebesar Rp695 triliun dalam waktu kurang dari dua bulan ini, yakni Agustus dan September, bisa terserap maksimal. Syukur bisa terserap semuanya. (Baca: Jokowi: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Bisa Minus 17% Kalau Lockdown)
Saat ini seperti yang dilaporkan Presiden Jokowi dana PEN baru terserap 20 persennya. Dengan sisa dana PEN sekitar Rp500 triliun, jika benar-benar diserap ke sektor produktif dan bisa membuat daya beli masyarakat meningkat, bukan hal yang mustahil pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal positif di akhir September 2020.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja menaruh harapan besar agar Indonesia terhindar dari jurang resesi pada kuartal III/2020. Syaratnya, kata Shinta, optimalisasi stimulus harus dilakukan guna mendongkrak daya beli masyarakat agar ekonomi terus bergerak tumbuh. "Itu yang menjadi kunci, yakni menciptakan demand sehingga perlu realisasi stimulus untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan belanja pemerintah," paparnya di Jakarta kemarin.
Insentif Fiskal
Selain daya beli yang harus didongkrak untuk memperbaiki pertumbuhan ekonomi , seyogianya pemerintah tidak melupakan investasi sebagai salah satu instrumen penting PDB. Untuk menggaet investasi agar tetap masuk ke Indonesia, pemerintah harus memberikan insentif fiskal. Itu sebabnya, di tengah tren penurunan realisasi investasi global akibat pandemi Covid-19, pemberian insentif fiskal masih perlu dilakukan, bahkan ditingkatkan, agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. (Baca juga: Industri Rokok Dibunuh, Jutaan Pekerja Mau Ditaruh Dimana)
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan, meskipun pemberian insentif fiskal agak bertolak belakang dengan upaya pemerintah untuk melebarkan basis pajak dan meningkatkan rasio perpajakan alias tax ratio, namun hal ini harus dilakukan untuk bisa bersaing dengan negara berkembang lain dalam menarik investasi ke Indonesia. Pemerintah tidak bisa menutup mata bahwa Indonesia saat ini tengah berkompetisi dengan negara-negara berkembang, khususnya dalam konteks menarik investasi. "Investasi yang membuat perekonomian bergerak dan menghasilkan lapangan kerja baru," ujarnya.
Tak bisa dimpungkiri tax ratio berpotensi menurun akibat pemberian insentif fiskal dalam rangka menarik investasi. Meski demikian, pemberian insentif fiskal akan mendorong masuknya investasi yang dapat membawa lapangan pekerjaan baru yang pada gilirannya akan meningkatkan basis pajak dan tax ratio dalam jangka panjang. "Penting mana pertumbuhan ekonomi atau pertumbuhan perpajakan? Tentu pertumbuhan ekonomi. Penting mana pertumbuhan lapangan kerja atau pertumbuhan perpajakan? Tentu lapangan kerja," kata Febrio.