Dinilai Terburu-buru, Buruh Ragukan Rencana Pemerintah Kasih Duit Rp600 Ribu untuk Pekerja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rencana pemerintah memberikan insentif uang Rp600 ribu kepada karyawan dengan gaji di bawah Rp5 juta sangat diragukan. Ketua Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah mengatakan, kebijakan pemerintah tersebut masih harus dikaji ulang.
Menurut dia, itu tidak tepat bila diberikan kepada pekerja yang masih mendapat bayaran. Seharusnya, kata dia, insentif diberikan kepada yang lebih berhak yaitu masyarakat yang kehilangan pendapatan karena kehilangan pekerjaan, dirumahkan, tidak mendapatkan gaji, atau kepada masyarakat yang tidak bisa berdagang. Segmen inilah yang seharusnya mendapatkan bantuan tunai.
"Kesannya ini terburu-buru untuk diberikan. Karena masih ada golongan yang jauh lebih membutuhkan dan diprioritaskan. Kontrol penyaluran juga harus diperhatikan agar memang tepat sasaran," ujar Ilhamsyah di Jakarta, Rabu (5/8/2020). (Baca juga: Pedagang Pasar Lebih Pilih Rentenir Dibanding Stimulus Pemerintah, Ada Apa? )
Sementara Koordinator Lembaga Informasi Perburuhan Sedane (LIPS) Syarif Arifin mengkritisi soal jumlah bantuan. Jumlah itu menurut dia tidak akan menutup jumlah kebutuhan buruh swasta. Pasalnya, rata-rata upah buruh di masa normal defisit 50% setiap bulannya.
"Di masa pandemi Covid-19, jumlah kebutuhan buruh justru melonjak karena ada biaya domestik dari biaya belajar di rumah," ujar Syarif menambahkan. (Baca juga: Nasib Memprihatinkan Para Pekerja Migran saat Ditahan di Sabah )
Berikutnya, menurut dia, akan ada tantangan dalam mekanisme penyaluran. Ini dikarenakan buruh swasta sangat beragam. Mulai dari buruh tetap, kontrak, harian, borongan.
"Golongan paling rentan itu justru buruh kontrak, harian, borongan. Tapi keberadaan mereka di industri manufaktur seringkali informal tidak tercatat di dinas tenaga kerja," ujarnya.
Menurut dia, itu tidak tepat bila diberikan kepada pekerja yang masih mendapat bayaran. Seharusnya, kata dia, insentif diberikan kepada yang lebih berhak yaitu masyarakat yang kehilangan pendapatan karena kehilangan pekerjaan, dirumahkan, tidak mendapatkan gaji, atau kepada masyarakat yang tidak bisa berdagang. Segmen inilah yang seharusnya mendapatkan bantuan tunai.
"Kesannya ini terburu-buru untuk diberikan. Karena masih ada golongan yang jauh lebih membutuhkan dan diprioritaskan. Kontrol penyaluran juga harus diperhatikan agar memang tepat sasaran," ujar Ilhamsyah di Jakarta, Rabu (5/8/2020). (Baca juga: Pedagang Pasar Lebih Pilih Rentenir Dibanding Stimulus Pemerintah, Ada Apa? )
Sementara Koordinator Lembaga Informasi Perburuhan Sedane (LIPS) Syarif Arifin mengkritisi soal jumlah bantuan. Jumlah itu menurut dia tidak akan menutup jumlah kebutuhan buruh swasta. Pasalnya, rata-rata upah buruh di masa normal defisit 50% setiap bulannya.
"Di masa pandemi Covid-19, jumlah kebutuhan buruh justru melonjak karena ada biaya domestik dari biaya belajar di rumah," ujar Syarif menambahkan. (Baca juga: Nasib Memprihatinkan Para Pekerja Migran saat Ditahan di Sabah )
Berikutnya, menurut dia, akan ada tantangan dalam mekanisme penyaluran. Ini dikarenakan buruh swasta sangat beragam. Mulai dari buruh tetap, kontrak, harian, borongan.
"Golongan paling rentan itu justru buruh kontrak, harian, borongan. Tapi keberadaan mereka di industri manufaktur seringkali informal tidak tercatat di dinas tenaga kerja," ujarnya.
(ind)