Percepatan Pemerataan Listrik ke Pelosok, DPR Dukung Lewat Politik Anggaran
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jelang 75 tahun Indonesia merdeka, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Salah satunya elektrifikasi di keseluruhan wilayah negeri. Pasalnya, sampai dengan saat ini tidak sedikit daerah yang belum teraliri listrik.
Bahkan, pandemi covid-19 telah membuktikan bahwa listrik menjadi "penopang" kehidupan masyarakat. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak dan mendukung pemerintah tetap membangun fasilitas kelistrikan, untuk bisa memberikan akses tenaga listrik bagi seluruh rakyat.
(Baca Juga: Listrik dalam Tabung Jadi Cara Mengejar Rasio Elektrifikasi 100% )
"Kita sudah 75 tahun merdeka, kalau masih ada daerah 3T, daerah remote yang belum mendapatkan aliran listrik, kami akan berikan dukungan percepatan," ujar anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Sartono, di Jakarta, Rabu (5/8/2020).
Dikatakan, faktanya memang masing ada masyarakat Indonesia yang belum dapat menikmati listrik. Padahal, listrik telah menjadi salah satu kebutuhan mendasar bagi hidup masyarakat. Berbagai aktivitas, baik sosial, ekonomi, hingga pendidikan sangat tergantung dengan adanya aliran listrik.
"Kita dalam posisi memberikan support dan dukungan kepada pemerintah untuk memberikan dampak positif kepada masyarakat. Kita dukung melalui politik anggaran," jelasnya, menyoal berbagai proyek pembangunan pembangkit listrik.
Sekjen Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Anwar Sanusi pun mengamini, banyak wilayah-wilayah di Indonesia yang belum terakses listrik. Masih ada ratusan desa, kebanyakan di kawasan Indonesia timur yang belum dapat menikmatinya.
(Baca Juga: PLN Tembus Pulau Terluar Indonesia, Nelayan Matutuang: Sekarang Bisa Beli Kulkas )
Sanusi berpendapat, pemenuhan kebutuhan akan listrik sudah sangat mendesak. Dimana, hampir seluruh aktivitas ekonomi kerakyatan berbasis listrik. "Mau tidak mau, elektrifikasi merupakan variabel dominan untuk menggerakkan perekonomian masyarakat," katanya.
Dampak Serius
Dia menegaskan, bahwa elektrifikasi bukan sebatas penerangan, namun harus dilihat secara luas. Oleh karenanya berbagai upaya perlu terus dilakukan untuk terciptanya pemerataan listrik. "Bukan sekedar penerangan, tapi jadi faktor kegiatan produksi dan produktifitas masyarakat. Misalnya untuk mesin-mesin tepat guna di pedesaan," tuturnya.
Sementara, Presiden Joko Widodo sendiri sejak awal kepemimpinannya telah menegaskan bahwa pembangunan harus dilakukan dari pinggiran. Kementerian ini meyakini, pemerintah tetap berupaya untuk merealisasikan PR tersebut. Dalam kurun beberapa tahun belakangan ini, progres elektrifikasi di Indonesia cukup signifikan. Hal itu, tidak terlepas dari kolaborasi yang dilakukan oleh pemerintah.
Dampak tidak meratanya elektrifikasi juga berdampak pada sektor pendidikan. Kongkritnya, di masa pandemi covid-19 ini, banyak sekolah yang kesulitan dalam menjalankan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Tercatat, ada 8.522 sekolah di seluruh Indonesia yang memiliki listrik. Sementara 42.159 sekolah belum mendapatkan akses internet.
Praktisi pendidikan Indra Charismiaji mengatakan, bahwa dunia pendidikan saat ini telah memasuki era digital. Oleh karena itu, menjadi permasalahan besar jika masih ada sekolah-sekolah di Indonesia yang teraliri listrik.
"Kalau bicara listrik itu sesuatu ya sebelum digital. Jadi kalau sampai ini (listrik) belum tertangani, berat untuk ngomong pembangunan SDM. Karena di tempat lain sudah bicata digital, sementara kita masih bicara listrik," ungkapnya.
Tanpa didukung dengan ketersediaan listrik yang memadai, dapat dipastikan kualitas pendidikan kita akan tertinggal dari negara-negara lain. Pasalnya, teknologi sudah menjadi dasar dari semua aktifitas. "Program bersa kita adalah pembangunan SDM di era digital, bukan lagi di era non digital, maka mindsetnya harus komplit," katanya.
Masa pandemi ini juga menjadi bukti bahwa dunia pendidikan tidak lagi bisa lepas dari teknologi. Dimana dasar dari teknologi adalah soal ada tidaknya listrik. "Bicara wifi tidak mungkin bisa jalan kalau tidak ada listrik," pungkas Indra.
Bahkan, pandemi covid-19 telah membuktikan bahwa listrik menjadi "penopang" kehidupan masyarakat. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak dan mendukung pemerintah tetap membangun fasilitas kelistrikan, untuk bisa memberikan akses tenaga listrik bagi seluruh rakyat.
(Baca Juga: Listrik dalam Tabung Jadi Cara Mengejar Rasio Elektrifikasi 100% )
"Kita sudah 75 tahun merdeka, kalau masih ada daerah 3T, daerah remote yang belum mendapatkan aliran listrik, kami akan berikan dukungan percepatan," ujar anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Sartono, di Jakarta, Rabu (5/8/2020).
Dikatakan, faktanya memang masing ada masyarakat Indonesia yang belum dapat menikmati listrik. Padahal, listrik telah menjadi salah satu kebutuhan mendasar bagi hidup masyarakat. Berbagai aktivitas, baik sosial, ekonomi, hingga pendidikan sangat tergantung dengan adanya aliran listrik.
"Kita dalam posisi memberikan support dan dukungan kepada pemerintah untuk memberikan dampak positif kepada masyarakat. Kita dukung melalui politik anggaran," jelasnya, menyoal berbagai proyek pembangunan pembangkit listrik.
Sekjen Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Anwar Sanusi pun mengamini, banyak wilayah-wilayah di Indonesia yang belum terakses listrik. Masih ada ratusan desa, kebanyakan di kawasan Indonesia timur yang belum dapat menikmatinya.
(Baca Juga: PLN Tembus Pulau Terluar Indonesia, Nelayan Matutuang: Sekarang Bisa Beli Kulkas )
Sanusi berpendapat, pemenuhan kebutuhan akan listrik sudah sangat mendesak. Dimana, hampir seluruh aktivitas ekonomi kerakyatan berbasis listrik. "Mau tidak mau, elektrifikasi merupakan variabel dominan untuk menggerakkan perekonomian masyarakat," katanya.
Dampak Serius
Dia menegaskan, bahwa elektrifikasi bukan sebatas penerangan, namun harus dilihat secara luas. Oleh karenanya berbagai upaya perlu terus dilakukan untuk terciptanya pemerataan listrik. "Bukan sekedar penerangan, tapi jadi faktor kegiatan produksi dan produktifitas masyarakat. Misalnya untuk mesin-mesin tepat guna di pedesaan," tuturnya.
Sementara, Presiden Joko Widodo sendiri sejak awal kepemimpinannya telah menegaskan bahwa pembangunan harus dilakukan dari pinggiran. Kementerian ini meyakini, pemerintah tetap berupaya untuk merealisasikan PR tersebut. Dalam kurun beberapa tahun belakangan ini, progres elektrifikasi di Indonesia cukup signifikan. Hal itu, tidak terlepas dari kolaborasi yang dilakukan oleh pemerintah.
Dampak tidak meratanya elektrifikasi juga berdampak pada sektor pendidikan. Kongkritnya, di masa pandemi covid-19 ini, banyak sekolah yang kesulitan dalam menjalankan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Tercatat, ada 8.522 sekolah di seluruh Indonesia yang memiliki listrik. Sementara 42.159 sekolah belum mendapatkan akses internet.
Praktisi pendidikan Indra Charismiaji mengatakan, bahwa dunia pendidikan saat ini telah memasuki era digital. Oleh karena itu, menjadi permasalahan besar jika masih ada sekolah-sekolah di Indonesia yang teraliri listrik.
"Kalau bicara listrik itu sesuatu ya sebelum digital. Jadi kalau sampai ini (listrik) belum tertangani, berat untuk ngomong pembangunan SDM. Karena di tempat lain sudah bicata digital, sementara kita masih bicara listrik," ungkapnya.
Tanpa didukung dengan ketersediaan listrik yang memadai, dapat dipastikan kualitas pendidikan kita akan tertinggal dari negara-negara lain. Pasalnya, teknologi sudah menjadi dasar dari semua aktifitas. "Program bersa kita adalah pembangunan SDM di era digital, bukan lagi di era non digital, maka mindsetnya harus komplit," katanya.
Masa pandemi ini juga menjadi bukti bahwa dunia pendidikan tidak lagi bisa lepas dari teknologi. Dimana dasar dari teknologi adalah soal ada tidaknya listrik. "Bicara wifi tidak mungkin bisa jalan kalau tidak ada listrik," pungkas Indra.
(akr)