Kementerian ESDM: Sebagian Besar Rumah Tangga Tidak Perlu Izin Air Tanah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah. Melalui beleid ini,penggunaan air tanah oleh rumah tangga diatur guna menjaga agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan mencegah terjadinya kerusakan air tanah.
Kendati demikian, Kementerian ESDM menyatakan bahwa masyarakat tak perlu risau karena sebagian besar tidak membutuhkan izin dalam pemanfaatan air tanah. Hal itu dijelaskan dalam peraturan ini, di mana rumah tangga yang wajib berizin adalah rumah tangga dengan pemakaian air tanah >100 m3 per bulan, Rumah tangga dengan pemakaian air tanah 100 m3 per bulan tidak memerlukan izin.
"Jangan khawatir, sebagian besar rumah tangga di Indonesia tidak memerlukan izin, karena pemakaiannya rata-rata hanya 20-30 m3 per bulannya, jauh di bawah 100 meter kubik per bulan," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid, dikutip dari laman resmi Kementerian ESDM, Sabtu (4/11/2023).
Agar tak membingungkan, Wafid memberikan contoh sebesartapa besar volume air 100m3 atau 100.000 liter yang menjadi patokan. "Kalau 100 m3 itu setara dengan 200 kali pengisian tandon air dengan volume 500 liter, atau setara dengan pengisian 5.000 galon volume 20 liter," terangnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, pengaturan pemanfaatan air tanah berkapasitas besar ini bukanlah hal yang baru. Aturan terkait penggunaan air tanah dengan debit besar menurut dia sudah dari dulu ditetapkan, salah satunya diatur pada Undang-Undang Sumber Daya Air yang terdahulu, yakni Undang-undang Nomor 7 tahun 2004.
Dia menambahkan, pengaturan ini dilakukan dalam rangka mengatasi dampak eksploitasi air tanah yang berlebihan yang dapat mengakibatkan menurunnya jumlah cadangan air tanah. JIka tidak diatur, eksploitasi air tanah berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif seperti penurunan tanah (land subsidence) dan intrusi air laut.
Di beberapa wilayah di Indonesia, kerusakan air serius telah terjadi seperti di kota-kota besar wilayah Jawa. Untuk memperbaiki kerusakan tersebut perlu dilakukan upaya konservasi serta manajemen sumber daya air tanah yang berkelanjutan, mengurangi eksploitasi yang berlebihan, dan mengembangkan alternatif sumber air bersih lainnya.
Kendati demikian, Kementerian ESDM menyatakan bahwa masyarakat tak perlu risau karena sebagian besar tidak membutuhkan izin dalam pemanfaatan air tanah. Hal itu dijelaskan dalam peraturan ini, di mana rumah tangga yang wajib berizin adalah rumah tangga dengan pemakaian air tanah >100 m3 per bulan, Rumah tangga dengan pemakaian air tanah 100 m3 per bulan tidak memerlukan izin.
"Jangan khawatir, sebagian besar rumah tangga di Indonesia tidak memerlukan izin, karena pemakaiannya rata-rata hanya 20-30 m3 per bulannya, jauh di bawah 100 meter kubik per bulan," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid, dikutip dari laman resmi Kementerian ESDM, Sabtu (4/11/2023).
Agar tak membingungkan, Wafid memberikan contoh sebesartapa besar volume air 100m3 atau 100.000 liter yang menjadi patokan. "Kalau 100 m3 itu setara dengan 200 kali pengisian tandon air dengan volume 500 liter, atau setara dengan pengisian 5.000 galon volume 20 liter," terangnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, pengaturan pemanfaatan air tanah berkapasitas besar ini bukanlah hal yang baru. Aturan terkait penggunaan air tanah dengan debit besar menurut dia sudah dari dulu ditetapkan, salah satunya diatur pada Undang-Undang Sumber Daya Air yang terdahulu, yakni Undang-undang Nomor 7 tahun 2004.
Dia menambahkan, pengaturan ini dilakukan dalam rangka mengatasi dampak eksploitasi air tanah yang berlebihan yang dapat mengakibatkan menurunnya jumlah cadangan air tanah. JIka tidak diatur, eksploitasi air tanah berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif seperti penurunan tanah (land subsidence) dan intrusi air laut.
Di beberapa wilayah di Indonesia, kerusakan air serius telah terjadi seperti di kota-kota besar wilayah Jawa. Untuk memperbaiki kerusakan tersebut perlu dilakukan upaya konservasi serta manajemen sumber daya air tanah yang berkelanjutan, mengurangi eksploitasi yang berlebihan, dan mengembangkan alternatif sumber air bersih lainnya.
(fjo)