Respons Lamban, Kasus Klaim Asuransi Bisa Rusak Citra Allianz

Sabtu, 30 September 2017 - 16:28 WIB
Respons Lamban, Kasus Klaim Asuransi Bisa Rusak Citra Allianz
Respons Lamban, Kasus Klaim Asuransi Bisa Rusak Citra Allianz
A A A
JAKARTA - Peran seorang Public Relation (PR) dalam korporasi sangat krusial, khususnya untuk kejadian luar biasa (crisis management). Era media digital dan tren sosial media membuat praktisi PR harus bekerja ekstra keras. Apabila terlambat bertindak akan merusak citra perusahaan secara viral.

Salah satu kasus luar biasa terkini untuk PR korporasi adalah gugatan nasabah Allianz Life, yang bernama Ifranius Algadri. Nasabah asuransi tersebut merasa dipersulit saat meminta klaim biaya perawatan rumah sakit dan membawa kasusnya ke ranah pidana.

Konsultan PR dari Founder & Consultant Cultivate Brands Anke Dwi Saputro menilai langkah antisipatif dari Allianz sangat lambat. Kemungkinan menurutnya ada ketidakjelasan prosedur penanganan krisis PR di manajemen perusahaan. Sehingga respon yang dilakukan dinilai terlambat.

“Sepertinya Allianz tidak memiliki SoP crisis management communication yang baik. Biasanya kalau begitu pihak manajemen akan saling lempar tanggung jawab. Tidak tahu job desk masing masing akhirnya kasusnya viral di sosmed,” ujar Anke usai acara ‘Indonesia Public Relations Excellence Award 2017’ di Jakarta, Sabtu (30/9/2017).

Dia mengingatkan dalam penanganan kasus Allianz seharusnya manajemen dapat mengutamakan respon yang berempati. Hal ini bisa dicontoh dari kasus kecelakaan Air Asia, namun pimpinannya langsung meminta maaf kepada masyarakat atas jatuhnya korban jiwa. Manajemen ingin memberikan pesan pada masyarakat bahwa bagaimanapun canggihnya sistem namun tetap ada kemungkinan human error.

“Respon yang cepat dari manajemen jauh lebih penting daripada kebenaran. Pendekatan empati dari manajemen harus yang diutamakan,” ujarnya.

Praktisi PR senior, Manager Communication and Event Asuransi Astra Laurentius Iwan Pranoto menilai respons terlambat pihak Allianz disebabkan kasus tersebut masuk ranah pidana. Sehingga apapun respon perusahaan akan menjadi bukti di pengadilan. “Memang agak telat respon dari Allianz. Namun kalau sudah masuk pidana kita tidak boleh sembarangan bicara, nanti bisa dipakai sebagai bukti di pengadilan,” ujar Iwan dalam kesempatan sama.

Namun dia juga mengatakan respon terbaik PR korporasi adalah memberikan respon secepatnya dengan jujur. Respon dapat berupa memberikan penjelasan duduk perkara kasus yang dihadapi. Jangan sekali kali memutar balik fakta demi pencitraan. Berbohong akan sia sia karena arus informasi saat ini sangat mudah sekali dari internet dan sosmed.

“Perusahaan harus secara gentle memberikan respon meskipun dia salah. Seorang PR harus responsif kepada masyarakat dan media. Jangan pernah berbohong,” tambahnya.

Sementara Tokoh nasional Fadel Muhammad menilai saat ini, setiap perusahaan, lembaga, kementerian, dan tokoh bisnis perlu untuk memublikasikan perusahaan, pimpinannya, maupun dirinya agar masyarakat menjadi lebih mengetahui serta memahami segala tindakan yang dilakukan. Salah satu cara yang dapat dilakukan ialah melalui kegiatan Public Relation (PR).

PR menjadi bagian penting dalam sebuah perusahaan yang menjalankan fungsi komunikasi manajemen untuk memperoleh pengertian dan dukungan dari publik. PR juga memegang kendali agar perusahaan dapat berjalan baik dan membangun citra perusahaan yang positif.

”Kegiatan PR juga dapat dilaksanakan untuk membangun karakter dari pimpinan perusahaan maupun tokoh bisnis. Selain memperkenalkan tokoh tersebut kepada publik, hal tersebut dapat menciptakan kedekatan terhadap masyarakat yang kemudian menjadikan masyarakat lebih tertarik dan menyukai perusahaan maupun tokoh tersebut,” ujar Fadel dalam kesempatan tersebut.

Praktisi PR senior lainnya, Corporate Secretary Bank Mandiri Rohan Hafas mempunyai strategi tersendiri dalam mengantisipasi PR di ranah sosmed. Pihaknya menyiapkan 1200 pasukan sosmed yang secara rutin memberikan komentar dan penjelasan di kolom komentar sebuah postingan. Perseroan tidak memakai vendor atau outsourcing dalam hal ini. Secara selektif perseroan menyeleksi karyawan ‘jagoan sosmed’ dari 12 wilayah kerja di Indonesia.

“Selama seleksi selama 6 bulan yang diambil dari karyawan internal. Karena mereka unggul dalam militansi. Tugas mereka misalnya untuk turut merespon dalam komentar dalam sebuah postingan yang viral. Terlebih dalam situasi bad time perannya untuk lakukan counter. Tapi juga bisa sekalian jualan karena product knowledge mereka lebih bagus dari outsourcing,” jelas Rohan tentang taktik PR di sosmed.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4473 seconds (0.1#10.140)