Terlilit Utang, AS Harus Bayar Bunga Rp15.000 Triliun per Tahun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pembayaran bunga utang nasional Amerika Serikat (AS) diperkirakan telah melonjak di atas USD1 triliun atau sekira Rp15.000 triliun (kurs Rp15.000 per USD) secara tahunan pada akhir Oktober, menurut laporan Bloomberg minggu ini.
Perhitungan tersebut didasarkan pada data Departemen Keuangan AS, yang mengungkapkan saldo utang bulanan pemerintah dan jumlah rata-rata bunga yang dibayarkan.
Biaya utang tahunan telah meningkat dua kali lipat dalam 19 bulan terakhir karena kenaikan suku bunga telah membuat pinjaman lebih mahal dan mewakili 15,9% dari seluruh anggaran federal untuk tahun fiskal 2022 pada bulan lalu, kata outlet tersebut.
"Proporsi pembayaran bunga yang tinggi sebagai bagian dari pengeluaran federal telah menjadi preseden, karena porsinya sebelum tahun 2000 melebihi 14% dalam sebagian besar tahun," tulis analis Bloomberg dalam sebuah catatan yang dilansir RT, Senin (13/11/2023).
"Tantangan bagi pemerintah adalah mengurangi pengeluaran wajib dan mencoba mengurangi kebutuhan untuk menerbitkan lebih banyak utang. Itulah alasan kami melihat pembayaran bunga meningkat meskipun kami memperkirakan imbal hasil Treasury lebih rendah," tambah analis tersebut.
Kekhawatiran terhadap kebijakan fiskal AS semakin meningkat di tengah besarnya pinjaman pemerintah dan melonjaknya pembayaran bunga atas tumpukan utang. Dinamika yang memburuk telah menyebabkan lembaga Fitch Ratings menurunkan peringkat utang pemerintah AS pada bulan Agustus.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
Perhitungan tersebut didasarkan pada data Departemen Keuangan AS, yang mengungkapkan saldo utang bulanan pemerintah dan jumlah rata-rata bunga yang dibayarkan.
Biaya utang tahunan telah meningkat dua kali lipat dalam 19 bulan terakhir karena kenaikan suku bunga telah membuat pinjaman lebih mahal dan mewakili 15,9% dari seluruh anggaran federal untuk tahun fiskal 2022 pada bulan lalu, kata outlet tersebut.
"Proporsi pembayaran bunga yang tinggi sebagai bagian dari pengeluaran federal telah menjadi preseden, karena porsinya sebelum tahun 2000 melebihi 14% dalam sebagian besar tahun," tulis analis Bloomberg dalam sebuah catatan yang dilansir RT, Senin (13/11/2023).
"Tantangan bagi pemerintah adalah mengurangi pengeluaran wajib dan mencoba mengurangi kebutuhan untuk menerbitkan lebih banyak utang. Itulah alasan kami melihat pembayaran bunga meningkat meskipun kami memperkirakan imbal hasil Treasury lebih rendah," tambah analis tersebut.
Kekhawatiran terhadap kebijakan fiskal AS semakin meningkat di tengah besarnya pinjaman pemerintah dan melonjaknya pembayaran bunga atas tumpukan utang. Dinamika yang memburuk telah menyebabkan lembaga Fitch Ratings menurunkan peringkat utang pemerintah AS pada bulan Agustus.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
(fjo)