Serang Gaza, S&P Ramalkan Ekonomi Israel Merosot Tajam
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perekonomian Israel diramal bakal mengalami kontraksi sebesar 5% pada kuartal keempat tahun ini, di tengah meningkatnya risiko geopolitik dan keamanan akibat konflik dengan pejuang Hamas.
Proyeksi itu diungkapkan lembaga pemeringkat kredit Standard and Poor's (S&P) dalam sebuah laporan minggu ini. Lembaga pemeringkat internasional itu menyebutkan, Israel dibayangi aktivitas bisnis yang lebih rendah, permintaan konsumen yang menurun, dan lingkungan investasi yang sangat tidak pasti.
Mengutip RT, Sabtu (18/11/2023), S&P memproyeksikan defisit fiskal Israel sebesar 5,3% dari PDB pada tahun 2023 dan 2024, melonjak dibandingkan dengan perkiraan lembaga tersebut sebelum terjadinya perang, sebesar 2,3%.
Pemerintah Israel diketahui terpaksa meningkatkan pengeluaran secara signifikan untuk mendanai militer dan memberikan kompensasi kepada bisnis di dekat perbatasan dengan Gaza. Hal ini menyebabkan defisit anggaran mencapai rekor tertinggi, yang bulan lalu membengkak menjadi USD6 miliar, meningkat lebih dari tujuh kali lipat dibandingkan tahun lalu.
Laporan S&P muncul setelah lembaga tersebut menurunkan prospek kredit Israel dari "stabil" menjadi "negatif" bulan lalu, hanya dua minggu setelah konflik dimulai pada tanggal 7 Oktober. Lembaga pemeringkat Moody’s dan Fitch juga telah memasukkan Israel dalam peninjauan untuk menurunkan peringkatnya.
Namun S&P mengindikasikan bahwa pihaknya dapat memulihkan prospek kredit Israel menjadi "stabil" jika konflik tersebut diselesaikan, karena hal itu berarti berkurangnya keamanan regional dan risiko internal.
Proyeksi itu diungkapkan lembaga pemeringkat kredit Standard and Poor's (S&P) dalam sebuah laporan minggu ini. Lembaga pemeringkat internasional itu menyebutkan, Israel dibayangi aktivitas bisnis yang lebih rendah, permintaan konsumen yang menurun, dan lingkungan investasi yang sangat tidak pasti.
Mengutip RT, Sabtu (18/11/2023), S&P memproyeksikan defisit fiskal Israel sebesar 5,3% dari PDB pada tahun 2023 dan 2024, melonjak dibandingkan dengan perkiraan lembaga tersebut sebelum terjadinya perang, sebesar 2,3%.
Pemerintah Israel diketahui terpaksa meningkatkan pengeluaran secara signifikan untuk mendanai militer dan memberikan kompensasi kepada bisnis di dekat perbatasan dengan Gaza. Hal ini menyebabkan defisit anggaran mencapai rekor tertinggi, yang bulan lalu membengkak menjadi USD6 miliar, meningkat lebih dari tujuh kali lipat dibandingkan tahun lalu.
Laporan S&P muncul setelah lembaga tersebut menurunkan prospek kredit Israel dari "stabil" menjadi "negatif" bulan lalu, hanya dua minggu setelah konflik dimulai pada tanggal 7 Oktober. Lembaga pemeringkat Moody’s dan Fitch juga telah memasukkan Israel dalam peninjauan untuk menurunkan peringkatnya.
Namun S&P mengindikasikan bahwa pihaknya dapat memulihkan prospek kredit Israel menjadi "stabil" jika konflik tersebut diselesaikan, karena hal itu berarti berkurangnya keamanan regional dan risiko internal.
(fjo)