CITA: Pelaporan Transaksi Kartu Kredit untuk Pajak di Atas Rp100 Juta

Selasa, 06 Februari 2018 - 01:12 WIB
CITA: Pelaporan Transaksi Kartu Kredit untuk Pajak di Atas Rp100 Juta
CITA: Pelaporan Transaksi Kartu Kredit untuk Pajak di Atas Rp100 Juta
A A A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengusulkan agar pelaporan transaksi kartu kredit diberlakukan untuk seluruh kartu kredit berlimit di atas Rp100 juta. Usulan CITA berbeda dengan rencana Kementerian Keuangan yaitu pelaporan untuk tagihan minimal Rp1 miliar setahun.

"Lebih tepat jika ambang batas tidak didasarkan pada jumlah tagihan dalam setahun yang dapat fluktuatif, tetapi didasarkan pada limit tertentu pada kartu kredit. Kami mengusulkan seluruh kartu kredit dengan limit Rp100 juta ke atas wajib dilaporkan ke Ditjen Pajak," kata Prastowo dalam keterangan resmi, Jakarta, Senin (5/2/2018).

Menurut dia, limit sebesar Rp100 cukup moderat untuk menyasar kelompok berpenghasilan menengah atas. Jika batasan terlalu tinggi maka dikhawatirkan tidak optimal dalam membantu intensifikasi dan ekstensifikasi pajak.

Lanjut Prastowo, data kartu kredit bukan termasuk klasifikasi rahasia menurut undang-undang perbankan dan perpajakan. Sehingga untuk mendapatkannya tak perlu izin atau aturan khusus. Hal ini pun bukan sesuatu yang baru dan pernah direncanakan sebelumnya. "Bahkan menurut Pasal 35A UU KUP, setiap instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain wajib menyerahkan data kepada Ditjen Pajak," sambungnya.

Dan jenis data ini juga tidak termasuk dalam data atau informasi yang diatur menurut Perppu 1/2017 atau UU No 9/2017, sehingga tidak perlu mengikuti aturan di UU, termasuk tentang ambang batas (threshold) yang wajib dilaporkan ke Ditjen Pajak.

Adapun pelaporan data transaksi kartu kredit diperlukan untuk kepentingan profilling (membuat profil) wajib pajak melalui pendekatan konsumsi. "Hasil profiling dapat menjadi salah satu sarana meningkatkan basis pajak dan kepatuhan pajak melalui analisis yang memadai," ucapnya.

Kendati demikian, CITA menyarankan agar pemerintah tidak buru-buru menerapkan ketentuan tersebut. Pemerintah diminta untuk mencermati situasi dan kondisi perekonomian, sehingga waktu pemberlakuan ketentuan pemanfaatan data KK dapat diperhitungkan.

"Sebaiknya didahului dengan pembuatan sistem atau SOP atau tata cara pemanfaatan yang jelas, mudah, dan akuntabel. Pelaksanaan yang terburu-buru dan tanpa persiapan akan mengundang kekhawatiran yang tidak perlu," tandasnya.

CITA pun menilai persepsi dan kekhawatiran yang muncul harus diantisipasi karena dapat memicu penurunan penggunaan KK dan pada gilirannya dapat merugikan perekonomian nasional.

"Maka perlu penetapan skala prioritas dan pengelolaan komunikasi dan momentum yang tepat karena isu pemanfaatan data KK lebih menyangkut persoalan privacy, bukan secrecy. Institusi, sistem, dan aparatur yang profesional dan terpercaya akan sangat membantu peningkatan kepercayaan dan kepatuhan pajak."

Untuk itu, CITA mengajak seluruh pihak mendukung penguatan dan perbaikan sistem perpajakan agar lebih mumpuni, berkeadilan, berkepastian hukum, sehingga akan menciptakan fairness dan mendatangkan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7477 seconds (0.1#10.140)