Belanja Pemerintah Seret Bikin Ekonomi RI Kontraksi, Pengamat Ungkap Masalahnya

Rabu, 20 Desember 2023 - 12:12 WIB
loading...
Belanja Pemerintah Seret Bikin Ekonomi RI Kontraksi, Pengamat Ungkap Masalahnya
Belanja pemerintah yang tidak optimal dinilai menjadi penyebab ekonomi Indonesia mengalami kontraksi pada kuartal III-2023. Pengamat ungkap banyak sekali permasalahan yang perlu dilihat. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Belanja pemerintah yang tidak optimal dinilai menjadi penyebab ekonomi Indonesia mengalami kontraksi pada kuartal III-2023. Dimana Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2023 mencapai 4,94% secara year on year (yoy) atau melambat dibandingkan tujuh kuartal sebelumnya yang di atas 5%.



Menurutnya kenaikan nilai pajak yang membuat pendapatan negara tumbuh pada tahun ini belum diimbangi oleh kemampuan pemerintah dalam membelanjakan ke sektor-sektor produktif.

"Uang yang ditarik terlalu ketat, sementara tidak ada kemampuan belanja yang sesuai, hal tersebut yang menyebabkan ekonomi sendiri terkontraksi," ujar Direktur Eksekutif Center Of Startegic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri dalam Market Review IDXChannel, Rabu (20/12/2023).



Kementerian Keuangan melaporkan penerimaan pajak hingga 12 Desember 2023 lalu tembus Rp1.739,84 triliun atau sudah melampaui target Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau APBN 2023 sebesar Rp1.718,03 triliun. Rinciannya penerimaan pajak ini terdiri dari PPh non migas sebesar Rp951,83 triliun, atau 108,95% dari target. Angka ini tumbuh 6,72% dibandingkan tahun 2022.

Pendapatan negara mencapai Rp2.553,2 triliun atau sudah melebihi target APBN awal, terealisasi 96,8% dari target revisi, dan tumbuh 4,1% yoy. Realisasi pendapatan negara 103,66% dari target APBN dan diperkirakan dapat mencapai target Perpres 75/2023 di akhir tahun.

Meski demikian, Yose Rizal Damuri menilai belanja pemerintah kurang optimal meski pendapatan negara pada tahun ini mengalami peningkatan 6,72% dibandingkan dengan tahun 2022.

Yose menjelaskan, hal tersebut dapat terlihat dari defisit yang diumumkan pada 12 Desember lalu hanya sebesar Rp35 triliun. Sehingga menurutnya Pemerintah masih menahan untuk membelanjakan APBN untuk mendorong perekonomian nasional.

"Defisit hanya kecil sekali, artinya ini hanya kurang dari 0,2% dari PDB, padahal target itu dibawah 2,3%, jadi banyak sekali permasalahan yang perlu dilihat," ujar Yose.

Dari sisi belanja negara, realisasinya mencapai Rp2.588,2 triliun atau terealisasi 83% dari target revisi. Diterangkan oleh Kemenkeu, kontraksi 4,1% (yoy) karena adanya penurunan subsidi BBM seiring penurunan harga komoditas minyak.

Yose menilai saat ini daya beli masyarakat terutama golongan bawah masih cukup rendah. Pemerintah masih perlu melakukan pengeluaran lebih besar untuk meningkatkan daya beli masyarakat.

"Kita juga tidak mau uang yang dikeluarkan pemerintah itu tidak ada manfaatnya kepada perekonomian, misal kita bisa lihat kebanyakan belanja pemerintah lebih banyak pengeluaran biaya personal atau rutin, gaji pegawai, dan lain-lain," kata Yose.

"Sedangkan tidak besar proporsi untuk pembangunan, misal pembangunan infrastruktur atau pembangunan modal, padahal kita membutuhkan itu," sambungnya.

Yose menjelaskan, Belanja Pemerintah Pusat (BPP) hingga 12 Desember 2023 telah terealisasi Rp1.840,4 triliun atau setara 81,9% dari pagu. Angka tersebut juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada tahun sebelumnya.

"Kalau kita liat misalnya pada tahun lalu, pada bulan Oktober sudah mencapai 87%, sementara sekarang ini bulan Desember, tinggal beberapa hari lagi, itu masih hanya 81%," tutupnya.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1150 seconds (0.1#10.140)