Masyarakat Jadi Melek Investasi Akibat Pandemi

Selasa, 11 Agustus 2020 - 10:44 WIB
loading...
Masyarakat Jadi Melek...
Foto: dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Ada kabar baik dari dampak pandemi Covid-19. Dibatasinya aktivitas sosial melalui pembatasan sosial berskala besar (PSBB) turut mendorong minat masyarakat untuk menjadi investor di pasar modal.

Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) memang telah memorak-porandakan perekonomian dunia. Akibatnya, indeks harga saham gabungan (IHSG) dan mayoritas indeks acuan bursa global mengalami penurunan yang signifikan. Hingga 7 Agustus 2020, IHSG masih ditutup di zona merah dengan minus 18,34%. Hal senada juga dialami oleh bursa global lain yang memiliki total kapitalisasi pasar lebih besar atau sama dengan USD100 miliar.

Meski demikian, akibat pandemi ini minat masyarakat untuk berinvestasi di pasar modal malah meningkat. Hal tersebut disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen saat menjadi pembicara dalam peringatan HUT ke-43 tahun diaktifkan kembali Pasar Modal Indonesia. (Baca: Ternyata, Berinvestasi Emas di Indonesia Seru Banget)

Menurut Hoesen, masyarakat masih membutuhkan investasi di era pandemi ini. Sementara itu, terbatasnya ruang gerak masyarakat dari kebijakan PSBB menyebabkan mereka harus memilih alternatif produk investasi lainnya.

“Dengan adanya PSBB, mereka akhirnya melakukan transaksi saham secara online sehingga bisa mengakselerasi pertumbuhan investor. Ini mungkin hikmah di balik adanya pandemi Covid-19,” kata Hoesen di Jakarta kemarin.

Jumlah investor pasar modal Indonesia yang tercatat pada PT Kustodian Sentral Efek Indonesia meningkat 21,66% dibandingkan dengan tahun 2019 menjadi 3,02 juta investor yang 42%-nya merupakan investor saham. Peningkatan juga terlihat dari jumlah investor efek yang naik 15,88%, investor reksa dana tumbuh 30,50%, dan investor SBN meningkat 21,09%.

Selain itu, jumlah rerata harian investor ritel saham yang melakukan transaksi sejak Maret sampai dengan Juli 2020, juga meningkat 82,4% dari Maret 2020 sebanyak 51.000 mencapai 93.000 investor pada Juli 2020. Angka investor ritel yang bertransaksi pada Juli tersebut berada di atas rata-rata investor aktif ritel sejak awal 2020 yang sebanyak 65.000 investor ritel. (Baca juga: Genjil Genap Diperluas, Pengamat Sebut Berpotensi Timbulkan Klaster Baru)

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Inarno Djajadi juga mengakui sentimen Covid-19 tidak menurunkan minat perusahaan untuk mencatatkan sahamnya di pasar modal dengan melakukan initial public offering (IPO). Sepanjang tahun ini, sudah terdapat 35 emiten baru sehingga total emiten menjadi 699 perusahaan tercatat.

“Meskipun diwarnai Covid-19, sampai minggu lalu kita fasilitasi 34 perusahaan baru. Hari ini tambah satu jadi 35 perusahaan. Ini tertinggi di ASEAN selama tiga tahun berturut-turut,” tuturnya.

Meski demikian, pencapaian jumlah investor ritel pada masa pandemi harus bisa dioptimalkan untuk pasar modal Indonesia. Hal ini seperti dikatakan pengamat pasar modal pendiri LBP Institute, Lucky Bayu Purnomo.

Menurutnya, capaian tersebut memiliki beberapa tantangan terutama agar para investor menjadi lebih aktif bertransaksi. Dengan aktif bertransaksi, dampaknya diharapkan dapat meningkatkan likuiditas di pasar modal serta meningkatkan kapitalisasi pasar. Tidak ketinggalan dampak lainnya adalah meredam pasar dari guncangan volatilitas yang semakin besar dalam kondisi serba ketidakpastian saat ini. (Baca juga: Negara Teluk Minta PBB Perpanjang Embargo Senjata, Iran Kesal)

Karena itu, dia juga mengingatkan pentingnya mendorong peran dari stakeholder khususnya Self-Regulatory Organization (SRO) untuk meningkatkan literasi dan inklusivitas dalam orientasi membentuk kebijakan. Semuanya akan berujung agar pasar modal sustainable.

“Pelaku pasar tentu akan tergantung kondisi pasar dan regulasi. Mekanisme transaksi harus dibenahi untuk jangka pendek, menengah, dan panjang. Agar investor aktif bertransaksi maka SRO harus mau aktif terus memantau dinamika pasar yang kini berubah sangat cepat,” ujar Lucky saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta kemarin.

Di tempat yang sama, Ketua Dewan Komisaris OJK Wimboh Santoso mengatakan OJK juga akan terus memulihkan kinerja pasar modal, terutama IHSG yang menurun hingga 18,3%. Saat ini fokus OJK terutama adalah recovery agar bisa menjaga stabilitas pasar keuangan. Pasalnya, pasar keuangan merupakan kunci utama dalam menyukseskan proses pemulihan ekonomi. (Lihat videonya: Kecelakaan Maut Tol Cipali, 8 Orang Tewas)

Tantangan industri pasar modal memang cukup berat. Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat merasa khawatir akan ketahanan pasar modal Indonesia saat menghadapi pandemi ini. Tentunya kekhawatiran ini beralasan karena menimbulkan ketidakpastian dan mengurangi kepercayaan investasi. Namun, keraguannya ternyata tidak terbukti disebabkan BEI telah menjaga kepercayaan investor.

“Bahkan, pasar modal kita tetap dapat menorehkan kinerja, yang ini dibuktikan adanya 35 IPO baru tahun ini dan penambahan produk lainnya. Itu jumlah IPO tertinggi di antara bursa ASEAN sepanjang 2020. Jumlah investor Indonesia juga mencapai 3 juta atau naik 3 kali lipat dalam 3 tahun terakhir. Saya sangat apresiasi pencapaian ini,” kata Presiden Jokowi. (Rina Anggraeni/Hafid Fuad)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1068 seconds (0.1#10.140)