Mengulas Tantangan, Dampak, dan Strategi dalam Penerapan PMK 172/2023

Sabtu, 27 Januari 2024 - 15:49 WIB
loading...
A A A
“Mengingat PMK ini bersifat omnibus dan mengkodifikasi berbagai aspek transfer pricing, maka dapat kita sebut sebagai the Indonesian Transfer Pricing Guidelines,” ujar Manager TaxPrime, Bayu Rahmat Rahayu dalam pembukaannya.

Poin Penting Perubahan dalam PMK 172/2023

Nopri memerinci perubahan dan penyempurnaan dalam PMK Nomor 172 Tahun 2023, yaitu terkait hubungan istimewa. Ia juga menekankan, bahwa Wajib Pajak perlu sangat memerhatikan aspek hubungan istimewa sebagai pintu masuk (entry point) atas kewajiban dalam melakukan penetapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PPKU).

“Terdapat penegasan bahwa ex-ante harus digunakan dalam menerapkan PKKU. Pendekatan ex-ante merupakan pendekatan penetapan harga transfer yang dilakukan untuk menerapkan PKKU pada saat sebelum/saat transaksi dilakukan (price-setting approach),” jelas Nopri.

Kemudian, penegasan atas preferensi pendekatan segregasi serta terdapat beberapa perubahan terkait tahapan pendahuluan dalam PKKU. Hal-hal tersebut seirama dengan OECD Transfer Pricing Guidelines chapter 6-10.

“Hal yang menarik di sini adalah tambahan adanya perubahan dalam tahapan pendahuluan berupa tambahan atas transaksi tertentu, yakni transaksi keuangan lainnya. Hal ini searah dengan perubahan dalam OECD Transfer Pricing Guidelines tahun 2022, yaitu penambahan chapter 10—financial transaction,” jelas Nopri.

Selanjutnya hal yang patut diapresiasi adalah penambahan penjelasan yang lebih detail dalam aturan PMK Nomor 172 Tahun 2023 terkait analisis industri dan perluasan definisi manfaat ekonomis. Ada pula perubahan terkait kesejajaran metode Comparable Uncontrolled Price (CUP) dan Comparable Uncontrolled Transaction (CUT) dalam penentuan harga transfer.

“Dalam PMK tersebut, juga ditegaskan kembali mengenai penggunaan metode valuasi bisnis dan aset. Wajib Pajak perlu memperhatikan penerapannya dengan mengacu pada PMK 79 tahun 2023 tentang Tata Cara Penilaian untuk Tujuan Perpajakan,” tambah Nopri.

Di sisi lain, Managing Partner Transfer Pricing Compliance and International Tax TaxPrime Emanuel Dewo Adi Winedhar menyebutkan, terdapat dampak berupa koreksi kewajaran yang perlu dimitigasi Wajib Pajak dalam penerapan PKKU. Di antaranya terdapat pengaturan mengenai mekanisme primary adjustment, mekanisme secondary adjustment, klarifikasi dan limitasi kewenangan DJP dalam koreksi Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan corresponding adjustment.

“Pada prinsipnya hal yang ingin kami highlight bahwa dalam ketentuan PMK sebelumnya, terutama di PMK Nomor 22 Tahun 2020 masih terdapat kemungkinan potential double taxation, karena memang belum diatur secara spesifik terkait dengan corresponding adjustment. Tetapi dengan adanya PMK 172 Tahun 2023, corresponding adjustment ditegaskan dapat dilaksanakan dan itu memudahkan Wajib Pajak,” jelas Dewo.

Secara simultan, PMK Nomor 172 Tahun 2023 juga menambah ketentuan serta mempertegas mengenai ketentuan terkait Mutual Agreement Procedure (MAP) dan Advance Pricing Agreement (APA) yang telah diatur dalam ketentuan sebelumnya.

Menurut Dewo, hal ini menandakan langkah progresif DJP yang dapat memberikan keadilan dan kemudahan bagi Wajib Pajak, terutama terkait peniadaan sanksi administrasi atas konsekuensi hasil APA, masih terdapatnya kemungkinan Unilateral APA dalam hal terdapat pencabutan permohonan Bilateral APA/Multilateral APA, serta terdapatnya tambahan waktu untuk melakukan penyampaian atas pembaharuan APA.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1368 seconds (0.1#10.140)