2 Tahun Perang Ukraina: AS Siap Jatuhkan Sanksi Terbaru ke Rusia, Ada Lebih dari 500 Target
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Amerika Serikat atau AS bakal menjatuhkan sanksi terbaru kepada lebih dari 500 target, saat perang Rusia Ukraina telah memasuki tahun kedua. Sanksi Barat terbaru terhadap Rusia itu disampaikan oleh Wakil Menteri Keuangan AS Wally Adeyemo kepada Reuters dalam sebuah wawancara pada hari Kamis (22/2) waktu setempat.
Kebijakan sanksi terbaru ini bekerja sama dengan beberapa negara lain, dan bakal menargetkan industri militer Rusia serta perusahaan-perusahaan di negara-negara ketiga yang memfasilitasi akses Rusia terhadap barang-barang yang diinginkannya.
Pernyataan Adeyemo disampaikan, ketika Washington berusaha meminta pertanggungjawaban Rusia atas perang dan kematian pemimpin oposisi Alexei Navalny.
"Besok (Jumat) kami akan merilis ratusan sanksi, tetapi penting untuk mundur dan ingat bahwa bukan hanya Amerika yang mengambil tindakan ini," kata Adeyemo.
Paket itu akan menjadi sanksi terbaru dari ribuan sebelumnya yang menargetkan Moskow yang diumumkan oleh Amerika Serikat beserta sekutunya setelah invasi Rusia ke Ukraina pada 2022, lalu.
Sanksi terbaru datang ketika AS dan sekutunya berusaha mempertahankan tekanan pada Rusia, meskipun ada keraguan apakah Kongres AS akan menyetujui bantuan keamanan tambahan untuk Kiev.
Pemerintahan Presiden Joe Biden telah menghabiskan uang yang sebelumnya disetujui untuk Ukraina, dan permintaan dana tambahan masih tertahan di Dewan Perwakilan Rakyat yang dikuasai Partai Republik.
"Sanksi dan kontrol ekspor diarahkan untuk memperlambat Rusia, sehingga lebih sulit bagi mereka untuk berperang di Ukraina," kata Adeyemo.
"Tetapi pada akhirnya, bagaimana mempercepat Ukraina, serta memberi mereka kemampuan untuk membela diri, Kongres perlu bertindak untuk memberi Ukraina sumber daya yang mereka butuhkan dan senjata yang mereka butuhkan."
Para ahli telah memperingatkan bahwa sanksi saja, tidak akan cukup untuk menghentikan serangan Moskow.
"Apa yang dilakukan Kongres untuk meloloskan bantuan militer tambahan ke Ukraina akan menjadi masalah, jauh lebih penting daripada apa pun yang bisa mereka lakukan di bidang sanksi," kata Peter Harrell, mantan pejabat Dewan Keamanan Nasional.
Sementara itu Departemen Keuangan pada bulan Desember mengatakan, ekonomi Rusia yang terkena sanksi berkontraksi sebesar 2,1% pada tahun 2022.
Namun, kinerja ekonomi Rusia tetap di atas ekspektasi, dengan perkiraan Dana Moneter Internasional (IMF) pada Januari, bahwa pertumbuhan PDB di tahun 2024 bakal menyentuh 2,6%. Proyeksi itu meningkat 1,5 poin secara persentase dari perkiraan Oktober - setelah pertumbuhan 3,0% yang solid pada tahun 2023.
Namun juru bicara IMF Julie Kozack mengatakan, bahwa "jelas bahwa Rusia saat ini berada dalam ekonomi perang," dengan pengeluaran militer meningkatkan, produksi senjata, transfer sosial pemerintah menopang konsumsi dan inflasi yang meningkat, meskipun ada penurunan di tempat lain.
Kebijakan sanksi terbaru ini bekerja sama dengan beberapa negara lain, dan bakal menargetkan industri militer Rusia serta perusahaan-perusahaan di negara-negara ketiga yang memfasilitasi akses Rusia terhadap barang-barang yang diinginkannya.
Pernyataan Adeyemo disampaikan, ketika Washington berusaha meminta pertanggungjawaban Rusia atas perang dan kematian pemimpin oposisi Alexei Navalny.
"Besok (Jumat) kami akan merilis ratusan sanksi, tetapi penting untuk mundur dan ingat bahwa bukan hanya Amerika yang mengambil tindakan ini," kata Adeyemo.
Paket itu akan menjadi sanksi terbaru dari ribuan sebelumnya yang menargetkan Moskow yang diumumkan oleh Amerika Serikat beserta sekutunya setelah invasi Rusia ke Ukraina pada 2022, lalu.
Sanksi terbaru datang ketika AS dan sekutunya berusaha mempertahankan tekanan pada Rusia, meskipun ada keraguan apakah Kongres AS akan menyetujui bantuan keamanan tambahan untuk Kiev.
Pemerintahan Presiden Joe Biden telah menghabiskan uang yang sebelumnya disetujui untuk Ukraina, dan permintaan dana tambahan masih tertahan di Dewan Perwakilan Rakyat yang dikuasai Partai Republik.
"Sanksi dan kontrol ekspor diarahkan untuk memperlambat Rusia, sehingga lebih sulit bagi mereka untuk berperang di Ukraina," kata Adeyemo.
"Tetapi pada akhirnya, bagaimana mempercepat Ukraina, serta memberi mereka kemampuan untuk membela diri, Kongres perlu bertindak untuk memberi Ukraina sumber daya yang mereka butuhkan dan senjata yang mereka butuhkan."
Para ahli telah memperingatkan bahwa sanksi saja, tidak akan cukup untuk menghentikan serangan Moskow.
"Apa yang dilakukan Kongres untuk meloloskan bantuan militer tambahan ke Ukraina akan menjadi masalah, jauh lebih penting daripada apa pun yang bisa mereka lakukan di bidang sanksi," kata Peter Harrell, mantan pejabat Dewan Keamanan Nasional.
Sementara itu Departemen Keuangan pada bulan Desember mengatakan, ekonomi Rusia yang terkena sanksi berkontraksi sebesar 2,1% pada tahun 2022.
Namun, kinerja ekonomi Rusia tetap di atas ekspektasi, dengan perkiraan Dana Moneter Internasional (IMF) pada Januari, bahwa pertumbuhan PDB di tahun 2024 bakal menyentuh 2,6%. Proyeksi itu meningkat 1,5 poin secara persentase dari perkiraan Oktober - setelah pertumbuhan 3,0% yang solid pada tahun 2023.
Namun juru bicara IMF Julie Kozack mengatakan, bahwa "jelas bahwa Rusia saat ini berada dalam ekonomi perang," dengan pengeluaran militer meningkatkan, produksi senjata, transfer sosial pemerintah menopang konsumsi dan inflasi yang meningkat, meskipun ada penurunan di tempat lain.
(akr)