Beras Langka di Ritel Modern, KPPU Sebut HET Penyebabnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisioner KPPU (Komisi Pengawasan Persaingan Usaha), Hilman Pujana mengungkap, masalah kelangkaan beras di ritel modern yang menyeret pada fenomena pembatasan pembelian beras disebabkan oleh Harga Eceran Tertinggi (HET) .
Hilman menyebutkan, HET yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk penjualan beras Premium sebesar Rp14 ribu per kilogram tidak masuk dengan Harga Pokok Produksi (HPP) yang ditanggung oleh para produsen.
"Nah ini tadi ada beberapa curhat lah dari pelaku usaha di produsen kenapa mereka agak kesulitan untuk memasok (ritel modern) karena ada hambatan terkait dengan harga eceran tertinggi," ujar Hilman dalam konferensi pers di Kantornya, Rabu (28/2/2024).
Hilman menjelaskan, saat ini kondisi harga gabah yang dibeli oleh penggilingan padi sudah di atas Rp7.000 ribu per kilogram. Sedangkan harga beras di pasar kira-kira dua kali lipat dari harga gabah yang dibeli oleh penggilingan padi.
Sehingga, ketika harga gabah saat ini memiliki harga di atas Rp7.000 per kilogram, maka praktis para pelaku usaha ini kesulitan untuk menjual beras dengan harga Rp14 ribu yang sesuai dengan HET.
Kondisi yang demikian, akhirnya membuat para pelaku usaha menjadi enggan untuk menjual berasnya di ritel modern karena tidak menemukan titik keseimbangan antara harga yang ditetapkan pemerintah melalui HET, dengan HPP yang ditanggung oleh para pengusaha.
"Jadi tentunya dengan (biaya) produksi segala macam, nanti akan nyampe di retail enggak bakal masuk, pasti akan di atas HET gitu," kata Hilman.
"Jadi tentunya ini nanti lebih ke domainnya di Pemerintah ya. Tadi juga disampaikan oleh Bapanas, akan dilakukan review terkait dengan HET dan lain-lain," pungkasnya.
Hilman menyebutkan, HET yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk penjualan beras Premium sebesar Rp14 ribu per kilogram tidak masuk dengan Harga Pokok Produksi (HPP) yang ditanggung oleh para produsen.
"Nah ini tadi ada beberapa curhat lah dari pelaku usaha di produsen kenapa mereka agak kesulitan untuk memasok (ritel modern) karena ada hambatan terkait dengan harga eceran tertinggi," ujar Hilman dalam konferensi pers di Kantornya, Rabu (28/2/2024).
Hilman menjelaskan, saat ini kondisi harga gabah yang dibeli oleh penggilingan padi sudah di atas Rp7.000 ribu per kilogram. Sedangkan harga beras di pasar kira-kira dua kali lipat dari harga gabah yang dibeli oleh penggilingan padi.
Sehingga, ketika harga gabah saat ini memiliki harga di atas Rp7.000 per kilogram, maka praktis para pelaku usaha ini kesulitan untuk menjual beras dengan harga Rp14 ribu yang sesuai dengan HET.
Kondisi yang demikian, akhirnya membuat para pelaku usaha menjadi enggan untuk menjual berasnya di ritel modern karena tidak menemukan titik keseimbangan antara harga yang ditetapkan pemerintah melalui HET, dengan HPP yang ditanggung oleh para pengusaha.
"Jadi tentunya dengan (biaya) produksi segala macam, nanti akan nyampe di retail enggak bakal masuk, pasti akan di atas HET gitu," kata Hilman.
"Jadi tentunya ini nanti lebih ke domainnya di Pemerintah ya. Tadi juga disampaikan oleh Bapanas, akan dilakukan review terkait dengan HET dan lain-lain," pungkasnya.
(akr)