Pertumbuhan Kredit Baru Kuartal IV/2018 Diperkirakan Meningkat
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menyatakan, pada kuartal IV-2018, pertumbuhan kuartalan (qtq) kredit baru diperkirakan meningkat. Hal ini tercermin dari SBT permintaan kredit baru sebesar 94,8%, lebih tinggi dari 21,2% pada kuartal sebelumnya.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman mengatakan, tingginya optimisme responden terhadap pertumbuhan kredit baru terutama didorong oleh perkiraan pertumbuhan kondisi ekonomi yang masih kuat, risiko penyaluran kredit yang rendah, rasio kecukupan modal yang meningkat, dan suku bunga kredit yang masih menarik.
"Prioritas utama responden dalam penyaluran kredit baru kuartal III-2018 adalah kredit modal kerja, kemudian kredit investasi, dan kredit konsumsi," kata Agusman di Jakarta, Selasa (16/10/2018).
Pada jenis kredit konsumsi, penyaluran kredit pemilikan rumah/apartemen masih menjadi prioritas utama, diikuti oleh penyaluran kredit multiguna dan kredit kendaraan bermotor. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia mengindikasikan pertumbuhan kuartalan (qtq) kredit baru pada kuartal III-2018 melambat dibandingkan periode sebelumnya.
Hal ini tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) permintaan kredit baru sebesar 21,2%, lebih rendah dari 90,3% pada kuartal sebelumnya. Menurut dia, melambatnya pertumbuhan permintaan kredit baru terjadi pada semua jenis penggunaan kredit, terindikasi dari penurunan SBT permintaan kredit modal kerja dari 90,2% menjadi 69,8%, kredit investasi dari 73,8% menjadi 68,9%, dan kredit konsumsi dari 36,6% menjadi 26,8%.
Pada kuartal III-2018, melambatnya penyaluran kredit konsumsi terutama disebabkan oleh berkurangnya permintaan kredit kendaraan bermotor dan kartu kredit. Di sisi lain, lanjut dia, kebijakan Bank Indonesia melakukan relaksasi Loan To Value (LTV) kredit/pembiayaan perumahan ditengarai mendorong peningkatan permintaan kredit kepemilikan rumah apartemen (KPR/KPA) pada kuartal III-2018.
Sementara secara sektoral, melambatnya pertumbuhan permintaan kredit baru terjadi pada 10 sektor ekonomi, dengan penurunan terdalam pada sektor pertanian, perburuan & kehutanan, sektor transportasi, pergudangan & komunikasi dan sektor jasa kemasyarakatan, sosial budaya, hiburan dan perorangan lainnya.
Agusman melanjutkan, kebijakan penyaluran kredit pada kuartal IV-2018 diperkirakan lebih ketat, tercermin dari Indeks Lending Standar (ILS) sebesar 17,7%, lebih tinggi dari 3,8% pada kuartal sebelumnya.
"Pengetatan penyaluran kredit terutama akan dilakukan terhadap kredit investasi dan kredit modal kerja, sedangkan untuk kredit konsumsi (KPR/KPA, dan kredit konsumsi lainnya) masih relatif longgar," tukasnya.
Dia menuturkan, kebijakan Bank Indonesia terhadap relaksasi LTV, telah direspon oleh responden dengan pelonggaran kebijakan penyaluran KPR/KPA pada kuartal III-2018 dan tetap dilanjutkan pada kuartal IV-2018.
Pada kuartal IV-2018, aspek kebijakan penyaluran kredit yang akan diperketat adalah pemberian plafon kredit, premi kredit yang beresiko, jangka waktu pemberian kredit dan biaya persetujuan kredit. "Di sisi lain, responden semakin memperlonggar kebijakan mengenai perjanjian kredit dengan nasabah dan agunan yang digunakan jaminan kredit," paparnya.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman mengatakan, tingginya optimisme responden terhadap pertumbuhan kredit baru terutama didorong oleh perkiraan pertumbuhan kondisi ekonomi yang masih kuat, risiko penyaluran kredit yang rendah, rasio kecukupan modal yang meningkat, dan suku bunga kredit yang masih menarik.
"Prioritas utama responden dalam penyaluran kredit baru kuartal III-2018 adalah kredit modal kerja, kemudian kredit investasi, dan kredit konsumsi," kata Agusman di Jakarta, Selasa (16/10/2018).
Pada jenis kredit konsumsi, penyaluran kredit pemilikan rumah/apartemen masih menjadi prioritas utama, diikuti oleh penyaluran kredit multiguna dan kredit kendaraan bermotor. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia mengindikasikan pertumbuhan kuartalan (qtq) kredit baru pada kuartal III-2018 melambat dibandingkan periode sebelumnya.
Hal ini tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) permintaan kredit baru sebesar 21,2%, lebih rendah dari 90,3% pada kuartal sebelumnya. Menurut dia, melambatnya pertumbuhan permintaan kredit baru terjadi pada semua jenis penggunaan kredit, terindikasi dari penurunan SBT permintaan kredit modal kerja dari 90,2% menjadi 69,8%, kredit investasi dari 73,8% menjadi 68,9%, dan kredit konsumsi dari 36,6% menjadi 26,8%.
Pada kuartal III-2018, melambatnya penyaluran kredit konsumsi terutama disebabkan oleh berkurangnya permintaan kredit kendaraan bermotor dan kartu kredit. Di sisi lain, lanjut dia, kebijakan Bank Indonesia melakukan relaksasi Loan To Value (LTV) kredit/pembiayaan perumahan ditengarai mendorong peningkatan permintaan kredit kepemilikan rumah apartemen (KPR/KPA) pada kuartal III-2018.
Sementara secara sektoral, melambatnya pertumbuhan permintaan kredit baru terjadi pada 10 sektor ekonomi, dengan penurunan terdalam pada sektor pertanian, perburuan & kehutanan, sektor transportasi, pergudangan & komunikasi dan sektor jasa kemasyarakatan, sosial budaya, hiburan dan perorangan lainnya.
Agusman melanjutkan, kebijakan penyaluran kredit pada kuartal IV-2018 diperkirakan lebih ketat, tercermin dari Indeks Lending Standar (ILS) sebesar 17,7%, lebih tinggi dari 3,8% pada kuartal sebelumnya.
"Pengetatan penyaluran kredit terutama akan dilakukan terhadap kredit investasi dan kredit modal kerja, sedangkan untuk kredit konsumsi (KPR/KPA, dan kredit konsumsi lainnya) masih relatif longgar," tukasnya.
Dia menuturkan, kebijakan Bank Indonesia terhadap relaksasi LTV, telah direspon oleh responden dengan pelonggaran kebijakan penyaluran KPR/KPA pada kuartal III-2018 dan tetap dilanjutkan pada kuartal IV-2018.
Pada kuartal IV-2018, aspek kebijakan penyaluran kredit yang akan diperketat adalah pemberian plafon kredit, premi kredit yang beresiko, jangka waktu pemberian kredit dan biaya persetujuan kredit. "Di sisi lain, responden semakin memperlonggar kebijakan mengenai perjanjian kredit dengan nasabah dan agunan yang digunakan jaminan kredit," paparnya.
(akr)