AS dan UE Ketar-ketir Hadapi Model Ekonomi Alternatif China
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perwakilan Perdagangan Amerika Serikat (AS) Katherine Tai mengatakan bahwa perekonomian AS dan Eropa yang berbasis pasar terancam oleh model ekonomi alternatif China yang dinilai sangat efektif.
Katherine Tai mengatakan pada sebuah pengarahan di Brussels pada Kamis (4/4) lalu bahwa kebijakan non-pasar Beijing akan menyebabkan kerusakan ekonomi dan politik yang parah bagi AS dan Uni Eropa (UE), kecuali jika kebijakan itu bisa ditangani melalui "tindakan penanggulangan" yang tepat. Pernyataan itu disampaikannya saat Dewan Perdagangan dan Teknologi UE-AS (TTC) dimulai di Leuven, Belgia.
"Saya pikir apa yang kami lihat dari tantangan yang kami hadapi dari China adalah kemampuan perusahaan kami untuk mampu bertahan dalam persaingan dengan sistem ekonomi yang sangat efektif," kata Tai seperti dilansir Russia Today, Jumat (5/4/2024).
Pejabat perdagangan tersebut menggambarkan China sebagai sebuah sistem yang telah mereka nyatakan sebagai sistem yang tidak berbasis pasar, namun secara fundamental dikembangkan secara berbeda, sehingga sistem berbasis pasar seperti yang dimiliki Barat akan kesulitan untuk dapat bersaing dan bertahan.
Tai berpendapat bahwa kecuali AS dan UE menemukan cara untuk mempertahankan cara kerja perekonomian mereka, maka kedua pasar itu tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. "Dan hal ini akan berdampak signifikan terhadap dampak ekonomi dan politik pada sistem kita," cetusnya.
Kepala Perdagangan AS itu menyerukan kebijakan defensif seperti tarif, serta langkah-langkah yang lebih bersifat pelanggaran, termasuk langkah-langkah insentif untuk mengoreksi dinamika pasar yang tidak menguntungkan negara tersebut. Dia menunjuk pada tingginya produksi baja, aluminium, panel surya, dan kendaraan listrik di China sebagai penyebab kekhawatiran khusus.
Para pejabat Amerika telah berulang kali menyebut China sebagai pesaing utama mereka, dan pada saat yang sama memperketat pembatasan ekonomi terhadap Negeri Panda itu. Tarif AS terhadap barang-barang China telah dinaikkan secara signifikan di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, yang melancarkan perang dagang pada 2018 lalu.
Pendekatan permusuhan serupa terus berlanjut di bawah kepemimpinan penggantinya, Joe Biden, yang telah mengadopsi beberapa kebijakan serupa yang ditujukan pada perekonomian China. Sementara, Beijing telah memperingatkan bahwa tindakan tersebut melanggar prinsip persaingan yang sehat dan membahayakan stabilitas perdagangan dunia.
"AS ditantang bukan oleh China, namun oleh keengganan mereka untuk menerima bahwa negara besar lain mungkin bisa menandinginya," kata Diplomat Utama Beijing, Wang Yi, bulan lalu.
Di bagian lain, Tai memang juga mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi China yang luar biasa merupakan faktor kunci dalam ketegangan antara kedua negara.
Katherine Tai mengatakan pada sebuah pengarahan di Brussels pada Kamis (4/4) lalu bahwa kebijakan non-pasar Beijing akan menyebabkan kerusakan ekonomi dan politik yang parah bagi AS dan Uni Eropa (UE), kecuali jika kebijakan itu bisa ditangani melalui "tindakan penanggulangan" yang tepat. Pernyataan itu disampaikannya saat Dewan Perdagangan dan Teknologi UE-AS (TTC) dimulai di Leuven, Belgia.
"Saya pikir apa yang kami lihat dari tantangan yang kami hadapi dari China adalah kemampuan perusahaan kami untuk mampu bertahan dalam persaingan dengan sistem ekonomi yang sangat efektif," kata Tai seperti dilansir Russia Today, Jumat (5/4/2024).
Pejabat perdagangan tersebut menggambarkan China sebagai sebuah sistem yang telah mereka nyatakan sebagai sistem yang tidak berbasis pasar, namun secara fundamental dikembangkan secara berbeda, sehingga sistem berbasis pasar seperti yang dimiliki Barat akan kesulitan untuk dapat bersaing dan bertahan.
Tai berpendapat bahwa kecuali AS dan UE menemukan cara untuk mempertahankan cara kerja perekonomian mereka, maka kedua pasar itu tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. "Dan hal ini akan berdampak signifikan terhadap dampak ekonomi dan politik pada sistem kita," cetusnya.
Kepala Perdagangan AS itu menyerukan kebijakan defensif seperti tarif, serta langkah-langkah yang lebih bersifat pelanggaran, termasuk langkah-langkah insentif untuk mengoreksi dinamika pasar yang tidak menguntungkan negara tersebut. Dia menunjuk pada tingginya produksi baja, aluminium, panel surya, dan kendaraan listrik di China sebagai penyebab kekhawatiran khusus.
Para pejabat Amerika telah berulang kali menyebut China sebagai pesaing utama mereka, dan pada saat yang sama memperketat pembatasan ekonomi terhadap Negeri Panda itu. Tarif AS terhadap barang-barang China telah dinaikkan secara signifikan di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, yang melancarkan perang dagang pada 2018 lalu.
Pendekatan permusuhan serupa terus berlanjut di bawah kepemimpinan penggantinya, Joe Biden, yang telah mengadopsi beberapa kebijakan serupa yang ditujukan pada perekonomian China. Sementara, Beijing telah memperingatkan bahwa tindakan tersebut melanggar prinsip persaingan yang sehat dan membahayakan stabilitas perdagangan dunia.
"AS ditantang bukan oleh China, namun oleh keengganan mereka untuk menerima bahwa negara besar lain mungkin bisa menandinginya," kata Diplomat Utama Beijing, Wang Yi, bulan lalu.
Di bagian lain, Tai memang juga mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi China yang luar biasa merupakan faktor kunci dalam ketegangan antara kedua negara.
(fjo)