Warning! Bank Terbesar Kedua di AS Wanti-wanti Harga Minyak Bisa Tembus USD130/Barel
loading...
A
A
A
JAKARTA - Para ahli dari Bank of America memperingatkan, perang Israel dan Iran dapat mendorong harga minyak dunia naik USD30 hingga USD40 per barel. Hal ini disampaikan oleh bank terbesar kedua di Amerika Serikat itu kepada klien dalam sebuah catatan penelitian seperti dilansir CNBC.
Teheran dan Yerusalem Barat telah bertukar ancaman sejak Iran melakukan serangan militer langsung pertamanya terhadap negara Yahudi itu pada akhir pekan lalu. Serangan rudal dan drone Iran sebagai balasan atas dugaan serangan udara Israel terhadap Konsulat Iran di Damaskus, Suriah awal bulan ini.
Terbaru Israel diklaim melakukan serangan balasan, meski Iran menyatakan tidak menemukan kerusakan dari adanya dugaan ledakan yang diberitakan sebelumnya.
Jika permusuhan Iran vs Israel meningkat menjadi konflik berkepanjangan, dikhawatirkan hal itu berdampak pada infrastruktur energi dan bisa mengganggu pasokan minyak mentah Iran. Efeknya harga patokan minyak global, Brent bisa naik "secara substansial" menjadi USD130 per barel pada kuartal kedua tahun ini.
Peringatan tersebut disampaikan oleh Bank of America dalam sebuah catatan penelitian. Bahkan ditambahkan, bahwa minyak mentah AS bisa melonjak menyentuh angka USD123.
Dalam skenario tersebut mengasumsikan bahwa produksi minyak Iran turun hingga 1,5 juta barel per hari (bph). Menurut Badan Energi Internasional (IEA), Iran yang merupakan anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), memproduksi sekitar 3,2 juta barel minyak per hari. Tahun lalu peringkat Iran sebagai pemasok minyak terbesar kedua di dunia setelah AS.
Jika konflik menyebabkan gangguan di luar Iran, sepertinya pasar minyak dunia bakal kehilangan 2 juta barel per hari atau lebih. Menurut catatan Bank of America, efeknya harga bisa melonjak sebesar USD50 per barel.
Brent akhirnya akan menetap di sekitar USD100 pada tahun 2025, sementara patokan AS West Texas Intermediate (WTI) diprediksi akan turun menjadi USD93.
Sebagai informasi harga minyak mentah Brent sudah melonjak tembus USD91 per barel pada awal bulan ini setelah Teheran mengancam bakal membalas Israel. Namun, seperti yang ditunjukkan oleh tim ekonomi global bank, pada hari-hari setelah serangan, harga minyak mentah perlahan kembali melandai karena "korban dan kerusakan" yang ditimbulkannya tidak terlalu besar.
Meski begitu para analis telah memperingatkan bahwa reaksi pasar "mungkin tidak mencerminkan implikasi ekonomi dan geopolitik jangka menengah" dari serangan militer langsung pertama Iran terhadap Israel.
Jika perang hanya terbatas pada kedua negara, Bank of America melihat bakal menimbulkan dampak sedikit pada pertumbuhan ekonomi AS dan kebijakan moneter Federal Reserve. Tapi bagaimanapun perang regional secara umum, dapat memiliki dampak besar pada AS, menurut lembaga itu.
Brent berjangka pada hari Kamis, 18 April diperdagangkan pada posisi USD86,6 per barel pada pukul 11:29 GMT di Intercontinental Exchange (ICE). Sedangkan WTI berjangka diperdagangkan di level USD82 per barel di New York.
Teheran dan Yerusalem Barat telah bertukar ancaman sejak Iran melakukan serangan militer langsung pertamanya terhadap negara Yahudi itu pada akhir pekan lalu. Serangan rudal dan drone Iran sebagai balasan atas dugaan serangan udara Israel terhadap Konsulat Iran di Damaskus, Suriah awal bulan ini.
Terbaru Israel diklaim melakukan serangan balasan, meski Iran menyatakan tidak menemukan kerusakan dari adanya dugaan ledakan yang diberitakan sebelumnya.
Jika permusuhan Iran vs Israel meningkat menjadi konflik berkepanjangan, dikhawatirkan hal itu berdampak pada infrastruktur energi dan bisa mengganggu pasokan minyak mentah Iran. Efeknya harga patokan minyak global, Brent bisa naik "secara substansial" menjadi USD130 per barel pada kuartal kedua tahun ini.
Peringatan tersebut disampaikan oleh Bank of America dalam sebuah catatan penelitian. Bahkan ditambahkan, bahwa minyak mentah AS bisa melonjak menyentuh angka USD123.
Dalam skenario tersebut mengasumsikan bahwa produksi minyak Iran turun hingga 1,5 juta barel per hari (bph). Menurut Badan Energi Internasional (IEA), Iran yang merupakan anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), memproduksi sekitar 3,2 juta barel minyak per hari. Tahun lalu peringkat Iran sebagai pemasok minyak terbesar kedua di dunia setelah AS.
Jika konflik menyebabkan gangguan di luar Iran, sepertinya pasar minyak dunia bakal kehilangan 2 juta barel per hari atau lebih. Menurut catatan Bank of America, efeknya harga bisa melonjak sebesar USD50 per barel.
Brent akhirnya akan menetap di sekitar USD100 pada tahun 2025, sementara patokan AS West Texas Intermediate (WTI) diprediksi akan turun menjadi USD93.
Sebagai informasi harga minyak mentah Brent sudah melonjak tembus USD91 per barel pada awal bulan ini setelah Teheran mengancam bakal membalas Israel. Namun, seperti yang ditunjukkan oleh tim ekonomi global bank, pada hari-hari setelah serangan, harga minyak mentah perlahan kembali melandai karena "korban dan kerusakan" yang ditimbulkannya tidak terlalu besar.
Meski begitu para analis telah memperingatkan bahwa reaksi pasar "mungkin tidak mencerminkan implikasi ekonomi dan geopolitik jangka menengah" dari serangan militer langsung pertama Iran terhadap Israel.
Jika perang hanya terbatas pada kedua negara, Bank of America melihat bakal menimbulkan dampak sedikit pada pertumbuhan ekonomi AS dan kebijakan moneter Federal Reserve. Tapi bagaimanapun perang regional secara umum, dapat memiliki dampak besar pada AS, menurut lembaga itu.
Brent berjangka pada hari Kamis, 18 April diperdagangkan pada posisi USD86,6 per barel pada pukul 11:29 GMT di Intercontinental Exchange (ICE). Sedangkan WTI berjangka diperdagangkan di level USD82 per barel di New York.
(akr)