Potongan Gaji Buruh Buat Tapera Terlalu Berisiko, Jangan 'Digebyah Uyah'

Selasa, 28 Mei 2024 - 19:53 WIB
loading...
Potongan Gaji Buruh Buat Tapera Terlalu Berisiko, Jangan Digebyah Uyah
Pemerintah tidak bisa menerapkan potongan yang sama 3 persen gaji kelas pekerja. FOTO/dok.SINDOnews
A A A
SEMARANG - Pengamat Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Diponegoro (Undip) Satria Aji Imawan menilai pemerintah tidak bisa menerapkan potongan yang sama 3 persen gaji kelas pekerja menyusul kebijakan baru Tabungan Perumah Rakyat ( Tapera ) yang baru saja disahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Tidak bisa dipukul rata tiga persen, perlu dijelaskan logikanya bagaimana, penghasilan orang itu bervariatif, tiga persen bagi orang yang penghasilannya sekelas ibu kota ya tidak sama dengan yang di kabupaten. Tidak bisa sama, harus ada penyesuaian. Penjelasnnya harus detil dan mohon maaf persen itu kan penjelasannya abstrak ya, jadi harus riil nominal, karena persen itu kan angka yang relatif ya," ungkap Satria Aji, saat dihubungi, Selasa (28/5/2024).



Secara umum, sebutnya, kebijakan tersebut dinilai bagus mengingat saat ini problem inflasi rumah itu sangat tinggi. Namun, seringkali kebijakan-kebijakan seperti itu, ketika ada potongan, masyarakat luas tidak tahu transparansinya.

"Kadang-kadang juga skema-skema itu tidak berjalan dengan lancar sehingga escape plannya juga tidak jelas. Itu yang sering terjadi, bahwa dulu ada BPJS kita sering iuran ternyata ada indikasi kebocoran. Nah, menurut saya menyoroti pengelolannya ya," sambungnya.

Soal kebijakan potongan gaji untuk Tapera itu, kata dia, pemerintah perlu menjelaskan lebih detil transparansinya. Ini juga mengingat orang tidak buta soal investasi perumahan. Kondisi global dan nasional juga harus dilihat, terutama nasional di Indonesia dan bagaimana skema yang ditawarkan.

"Kalau itu dianggap berisiko oleh sebagian orang atau mayoritas orang, maka perlu dikaji ulang. Artinya bukan berarti penghasilan berapa lalu dipress sedemikian rupa untuk investasi perumahan tapi kemudian hari per harinya penghidupannya bermasalah, itu kan sangat relatif juga biaya hidup yang lain. Sehingga itu betul-betul harus dihitung termasuk escape plannya bagaimana," bebernya.



Dia mencontohkan, di negara lain misalnya di Britania Raya (Eropa), pada konteks orang punya rumah, orang tidak bisa serta merta membeli dan kemudian menyicil. Orang harus memiliki cadangan tabungan, tidak boleh mengganggu fasilitas umum, harus punya jalan khusus dan memiliki berbagai jaminan lain.

"Artinya dia memang orang yang tidak hanya bisa beli rumah, tetapi juga bertanggungjawab dengan rumahnya, artinya di Britania Raya dia bisa beli rumah tetapi tidak kesulitan untuk menghidupi dirinya yang kemudian jadi beban negara gitu ya. Kebanyakan skema di luar negeri adalah rumah sewa, orang menyewa terus bukan membeli," tandas Satria Aji yang lulusan S-2 Amerika itu.
(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3363 seconds (0.1#10.140)