Menguji Dedolarisasi Skala Besar, China Manfaatkan Hubungan dengan Rusia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Yuan Renminbi (RMB) semakin banyak digunakan dalam transaksi internasional oleh mitra dagang China , khususnya Rusia, setelah aset Kremlin sebagian besar dibekukan dari sistem keuangan global setelah invasinya ke Ukraina pada 24 Februari 2022. Yuan tercatat menyumbang sekitar sepertiga dari perdagangan Rusia, pada Desember 2023.
"Hubungan China-Rusia memungkinkan China untuk benar-benar menguji dedolarisasi dalam skala besar," ucap Direktur Strategi Makro Global di perusahaan jasa keuangan StoneX Group Inc., Vincent Deluard seperti dilansir Newsweek.
Transaksi internasional China dalam Yuan melampaui yang dilakukan dalam dolar untuk pertama kalinya pada kuartal pertama 2023, menurut analisis Nikkei.
Daya tarik mata uang Yuan juga memikat negara-negara pihak ketiga yang ikut memakainya dalam perdagangan. Seperti, pemerintah Bangladesh usai memberi lampu hijau pembayaran USD318 juta dalam Renminbi (RMB) kepada Perusahaan Energi Atom Negara Rosatom Rusia untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Rooppur.
Penggunaan Yuan juga tercatat cukup besar di Timur Tengah, Afrika dan Amerika Latin. Pada bulan November, China dan sesama anggota BRICS Arab Saudi menandatangani perjanjian pertukaran mata uang senilai USD7 miliar.
"Mencapai otonomi ekonomi strategis menjadi bintang penuntun China," kata Deluard, sembari menekankan bahwa mengurangi ketergantungan pada dolar sangat penting untuk menghindari pengaruh dan pembalasan AS, seperti yang ditunjukkan Barat terhadap Rusia.
"Anda bisa mengambil pelajaran dari kisah Rusia sebagai katalisator," lanjutnya.
Meski begitu, yuan hanya mewakili sebagian kecil dari pembayaran global. Meski naik menjadi 4,5% pada Maret, akan tetapi greenback tetap bertahan untuk mendominasi dengan 47%.
Terlepas dari prediksi Presiden Rusia Vladimir Putin pada tahun lalu bahwa dolar AS akan mengalami penurunan relevansi yang "tidak dapat diubah", dolar AS masih tetap dominan. Semua itu terlihat ketika 58,41% dari cadangan dunia dialokasikan dalam dolar AS (USD) pada kuartal IV 2023.
"Hubungan China-Rusia memungkinkan China untuk benar-benar menguji dedolarisasi dalam skala besar," ucap Direktur Strategi Makro Global di perusahaan jasa keuangan StoneX Group Inc., Vincent Deluard seperti dilansir Newsweek.
Transaksi internasional China dalam Yuan melampaui yang dilakukan dalam dolar untuk pertama kalinya pada kuartal pertama 2023, menurut analisis Nikkei.
Daya tarik mata uang Yuan juga memikat negara-negara pihak ketiga yang ikut memakainya dalam perdagangan. Seperti, pemerintah Bangladesh usai memberi lampu hijau pembayaran USD318 juta dalam Renminbi (RMB) kepada Perusahaan Energi Atom Negara Rosatom Rusia untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Rooppur.
Penggunaan Yuan juga tercatat cukup besar di Timur Tengah, Afrika dan Amerika Latin. Pada bulan November, China dan sesama anggota BRICS Arab Saudi menandatangani perjanjian pertukaran mata uang senilai USD7 miliar.
"Mencapai otonomi ekonomi strategis menjadi bintang penuntun China," kata Deluard, sembari menekankan bahwa mengurangi ketergantungan pada dolar sangat penting untuk menghindari pengaruh dan pembalasan AS, seperti yang ditunjukkan Barat terhadap Rusia.
"Anda bisa mengambil pelajaran dari kisah Rusia sebagai katalisator," lanjutnya.
Meski begitu, yuan hanya mewakili sebagian kecil dari pembayaran global. Meski naik menjadi 4,5% pada Maret, akan tetapi greenback tetap bertahan untuk mendominasi dengan 47%.
Terlepas dari prediksi Presiden Rusia Vladimir Putin pada tahun lalu bahwa dolar AS akan mengalami penurunan relevansi yang "tidak dapat diubah", dolar AS masih tetap dominan. Semua itu terlihat ketika 58,41% dari cadangan dunia dialokasikan dalam dolar AS (USD) pada kuartal IV 2023.