Pengakuan Bos Bank Terbesar Rusia, Benarkah Sanksi Barat Mulai Terasa?

Kamis, 06 Juni 2024 - 21:42 WIB
loading...
Pengakuan Bos Bank Terbesar Rusia, Benarkah Sanksi Barat Mulai Terasa?
CEO Sberbank – bank terbesar Rusia berdasarkan nilai aset-, Herman Gref menggambarkan, ekonomi di negaranya menjadi sangat panas. Foto/Ilustrasi
A A A
MOSKOW - Ekonomi Rusia tampaknya mulai merasakan dampak dari sanksi Barat setelah lebih dari dua tahun perang dengan Ukraina. CEO Sberbank – bank terbesar Rusia berdasarkan nilai aset-, Herman Gref menggambarkan, ekonomi di negaranya menjadi sangat panas.



Gref yang berbicara di parlemen, mengatakan kapasitas produksi berada pada tingkat historis tertinggi 84%. Dia menambahkan, bahwa "tidak mungkin" untuk melewati ambang batas kapasitas produksi ini dan memproduksi lebih banyak lagi.

Pada pandangan pertama, ekonomi Rusia terlihat tampak luar biasa tangguh meskipun ada sanksi besar-besaran dari Barat. Ekonomi Rusia membukukan pertumbuhan PDB 3,6% pada tahun lalu.



Laporan dari Rusia menunjukkan ekonomi negara itu terutama didorong oleh kegiatan masa perang yang menghasilkan permintaan barang dan jasa militer, subsidi yang menstabilkan ekonomi, dan pembuatan kebijakan.

"Angka PDB yang cerah saja bukanlah ukuran kinerja ekonomi yang baik selama periode perang karena senjata dan amunisi tidak meningkatkan kualitas hidup orang Rusia atau berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi di masa depan," ucap Sergei Guriev, mantan kepala ekonom di Bank Eropa untuk Rekonstruksi dan Pembangunan pada bulan Januari, lalu.

Sementara itu Gref berbicara dalam konteks kebijakan ketat bank sentral Rusia. Suku bunga utamanya sebesar 16%. Dia mengatakan ,bank sentral sedang mengejar kebijakan rasional dan ekonomi harus menghadapi siklus suku bunga tinggi saat ini, meskipun itu "tidak menyenangkan."

"Tidak ada cara lain. Kami tahu kira-kira kapan suku bunga tidak dinaikkan karena alasan politik, dan kemudian bagaimana itu berakhir," katanya, merujuk Turki seperti dilansir kantor berita negara TASS.

Seperti diketahui bank sentral Turki telah menaikkan suku bunga hingga 50% untuk menghadapi inflasi yang terus-menerus tak terkendali.

Kekhawatiran Gref senada dengan Elvira Nabiullina, bankir sentral utama Rusia, yang mengeluarkan peringatan pada bulan Desember bahwa ekonomi negara itu berisiko terlalu panas.

Krisis Tenaga Kerja Rusia

Inflasi Rusia sebagian disebabkan oleh krisis tenaga kerja. Perang di Ukraina telah menyedot tenaga kerja dari ekonominya.

Tingkat pengangguran Rusia mencapai rekor terendah 2,6% pada bulan April, sementara upah riil melonjak hampir 13% pada bulan Maret dari tahun lalu karena krisis tenaga kerja yang sedang berlangsung, berdasarkan data resmi.

Pada gilirannya, kondisi perang bisa berkontribusi pada kenaikan harga. Tingkat inflasi Rusia mencapai 8,17% dari 28 Mei hingga 3 Juni - naik dari 8,07% seminggu sebelumnya. Bank sentral Rusia dijadwalkan bakal mengumumkan keputusan suku bunga berikutnya pada hari Jumat.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1087 seconds (0.1#10.140)