Pelabuhan Eilat Israel Bangkrut, Separuh Pekerjanya Dipecat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pelabuhan Eilat di selatan Israel berencana memberhentikan setengah tenaga kerjanya pekan ini akibat serangan-serangan Houthi terhadap kapal-kapal komersil di Laut Merah.
"Pelabuhan Eilat adalah pintu gerbang selatan Israel menuju Timur Jauh, Australia, dan Afrika," ujar Kepala Eksekutif Pelabuhan Eilat, Gideon Golber kepada harian Israel, Maariv dikutip dari Middle East Monitor, Senin (22/7/2024).
"Semua aktivitas terhenti karena kapal-kapal tidak dapat lagi melintas ke arah manapun untuk mencapai Pelabuhan Eilat atau melakukan perjalanan ke Eropa melalui Terusan Suez. Oleh karena itu, pelabuhan menghentikan operasinya dan pendapatan pun terhenti," tambahnya.
Golber mengungkapkan pelabuhan tersebut akan memberhentikan 50% karyawan akibat mengalami kerugian. Berdasarkan laporan, Israel Yedioth Ahronoth, pelabuhan tersebut telah mengalami kerugian sebesar 50 juta shekel atau USD13,61 juta setara Rp220 miliar.
Saat ini, sekitar 120 orang dipekerjakan di pelabuhan tersebut. Pelabuhan Eilat di Israel secara resmi menyatakan kebangkrutannya, setelah delapan bulan lumpuh total dari aktivitas komersil dan penghentian penerimaan kapal dan peti kemas, terutama yang berasal dari pasar negara-negara Asia, yang membawa serta kebutuhan ekonomi dan sektor industrinya.
Sejumlah barang termasuk bahan mentah, barang setengah jadi, input produksi, mesin dan peralatan, minyak mentah dan bahan bakar, gandum, makanan, mobil, dan kebutuhan pasar lainnya. Alasannya akibat serangan beruntun yang dilancarkan oleh kelompok Houthi Yaman terhadap kapal-kapal Israel di Laut Merah dan Laut Arab, serta penargetan kapal-kapal dari negara-negara yang mendukung Pendudukan Israel dalam perang genosida yang dilancarkannya terhadap warga Gaza terutama kapal-kapal AS dan Inggris.
Menurut situs World Cargo, pelabuhan Eilat secara resmi dinyatakan bangkrut karena kurangnya aktivitas komersil.
Menurut data yang diberikan perusahaan, pelabuhan tersebut tidak mengalami aktivitas atau pendapatan selama delapan bulan terakhir dan serangan oleh pasukan Yaman di Laut Merah menyebabkan penurunan lalu lintas pelayaran sebesar 85 persen.
Penurunan tajam ini menyebabkan kerugian besar bagi pelabuhan, yang memaksa meminta bantuan keuangan dari Pemerintah Israel untuk menutupi biaya dan menghindari penutupan permanen.
"Pelabuhan Eilat adalah pintu gerbang selatan Israel menuju Timur Jauh, Australia, dan Afrika," ujar Kepala Eksekutif Pelabuhan Eilat, Gideon Golber kepada harian Israel, Maariv dikutip dari Middle East Monitor, Senin (22/7/2024).
"Semua aktivitas terhenti karena kapal-kapal tidak dapat lagi melintas ke arah manapun untuk mencapai Pelabuhan Eilat atau melakukan perjalanan ke Eropa melalui Terusan Suez. Oleh karena itu, pelabuhan menghentikan operasinya dan pendapatan pun terhenti," tambahnya.
Golber mengungkapkan pelabuhan tersebut akan memberhentikan 50% karyawan akibat mengalami kerugian. Berdasarkan laporan, Israel Yedioth Ahronoth, pelabuhan tersebut telah mengalami kerugian sebesar 50 juta shekel atau USD13,61 juta setara Rp220 miliar.
Saat ini, sekitar 120 orang dipekerjakan di pelabuhan tersebut. Pelabuhan Eilat di Israel secara resmi menyatakan kebangkrutannya, setelah delapan bulan lumpuh total dari aktivitas komersil dan penghentian penerimaan kapal dan peti kemas, terutama yang berasal dari pasar negara-negara Asia, yang membawa serta kebutuhan ekonomi dan sektor industrinya.
Sejumlah barang termasuk bahan mentah, barang setengah jadi, input produksi, mesin dan peralatan, minyak mentah dan bahan bakar, gandum, makanan, mobil, dan kebutuhan pasar lainnya. Alasannya akibat serangan beruntun yang dilancarkan oleh kelompok Houthi Yaman terhadap kapal-kapal Israel di Laut Merah dan Laut Arab, serta penargetan kapal-kapal dari negara-negara yang mendukung Pendudukan Israel dalam perang genosida yang dilancarkannya terhadap warga Gaza terutama kapal-kapal AS dan Inggris.
Menurut situs World Cargo, pelabuhan Eilat secara resmi dinyatakan bangkrut karena kurangnya aktivitas komersil.
Menurut data yang diberikan perusahaan, pelabuhan tersebut tidak mengalami aktivitas atau pendapatan selama delapan bulan terakhir dan serangan oleh pasukan Yaman di Laut Merah menyebabkan penurunan lalu lintas pelayaran sebesar 85 persen.
Penurunan tajam ini menyebabkan kerugian besar bagi pelabuhan, yang memaksa meminta bantuan keuangan dari Pemerintah Israel untuk menutupi biaya dan menghindari penutupan permanen.
(nng)