Bos BI Sebut Dolar Masih Kuat, Bagaimana Nasib Rupiah?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengungkapkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan tetap menguat ke depannya. Menurut Gubernur BI , Perry Warjiyo menerangkan, menguatnya dolar bukan karena pergerakan US Treasury maupun Fed Fund Rate (FFR), melainkan karena suku bunga negara lain juga mulai melemah.
"Dolarnya memang masih kuat, bukan karena hanya US Treasury notes maupun arah Fed Fund Rate (FFR), tapi negara lain suku bunganya mulai melemah. Nilai tukarnya ECB, Bank Sentral Eropa itu melemah, demikian juga Won juga melemah, Yen melemah. Nah kalau negara lain melemah, ya dolarnya itu tetap strong," jelas Perry dalam konferensi pers KSSK di Kantor Pusat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Jakarta, Jumat (2/8/2024).
Perry menambahkan, suku bunga The Fed juga akan turun lebih cepat. Dari proyeksi semula pada akhir tahun, kemungkinan penurunannya terjadi pada bulan September mendatang.
Jika FFR turun lebih cepat, maka diharapkan dolar AS yang saat ini masih kuat bisa mulai menurun. Meskipun masih kuat, tapi diproyeksikan dolar tidak akan sekuat sebelumnya. Baca Juga: Dedolarisasi Diramal Jadi Bumerang, Pakar: Ide Bagus, tapi Sangat Menakutkan
"Itu akan berpengaruh bagi BI untuk kebijakan moneter, fokusnya memitigasi risiko dari global, khususnya menstabilkan nilai tukar rupiah. Nilai tukar rupiah pada bulan Juni itu menguat, meskipun year-to-date masih melemah, tapi pelemahannya itu lebih rendah dari Korea Won maupun negara-negara yang lain," ungkapnya.
Di sisi lain, pemerintah terus melakukan intervensi yang berfokus di spot dan valas dalam menjaga stabilitas rupiah. Namun menurut Perry, intervensi tidak bisa dilakukan terus menerus. "Untuk mitigasi risk global, kami fokus intervensi di spot dan valas dan jumlah cadev kami cukup. Tapi kan gak bisa terus-terusan intervensi valas," katanya.
Karena itulah, BI meluncurkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) sebagai alternatif ketika aliran modal keluar dari Surat Berharga Negara (SBN) atau obligasi pemerintah.
"Suku bunga SRBI lebih tinggi dari SBN supaya tidak terjadi capital outflow. Sementara memang dari SBN belum perlu naikkan target SBN," pungkasnya.
"Dolarnya memang masih kuat, bukan karena hanya US Treasury notes maupun arah Fed Fund Rate (FFR), tapi negara lain suku bunganya mulai melemah. Nilai tukarnya ECB, Bank Sentral Eropa itu melemah, demikian juga Won juga melemah, Yen melemah. Nah kalau negara lain melemah, ya dolarnya itu tetap strong," jelas Perry dalam konferensi pers KSSK di Kantor Pusat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Jakarta, Jumat (2/8/2024).
Perry menambahkan, suku bunga The Fed juga akan turun lebih cepat. Dari proyeksi semula pada akhir tahun, kemungkinan penurunannya terjadi pada bulan September mendatang.
Jika FFR turun lebih cepat, maka diharapkan dolar AS yang saat ini masih kuat bisa mulai menurun. Meskipun masih kuat, tapi diproyeksikan dolar tidak akan sekuat sebelumnya. Baca Juga: Dedolarisasi Diramal Jadi Bumerang, Pakar: Ide Bagus, tapi Sangat Menakutkan
"Itu akan berpengaruh bagi BI untuk kebijakan moneter, fokusnya memitigasi risiko dari global, khususnya menstabilkan nilai tukar rupiah. Nilai tukar rupiah pada bulan Juni itu menguat, meskipun year-to-date masih melemah, tapi pelemahannya itu lebih rendah dari Korea Won maupun negara-negara yang lain," ungkapnya.
Di sisi lain, pemerintah terus melakukan intervensi yang berfokus di spot dan valas dalam menjaga stabilitas rupiah. Namun menurut Perry, intervensi tidak bisa dilakukan terus menerus. "Untuk mitigasi risk global, kami fokus intervensi di spot dan valas dan jumlah cadev kami cukup. Tapi kan gak bisa terus-terusan intervensi valas," katanya.
Karena itulah, BI meluncurkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) sebagai alternatif ketika aliran modal keluar dari Surat Berharga Negara (SBN) atau obligasi pemerintah.
"Suku bunga SRBI lebih tinggi dari SBN supaya tidak terjadi capital outflow. Sementara memang dari SBN belum perlu naikkan target SBN," pungkasnya.
(akr)