Produsen Migas di Inggris Siap-siap Boncos Usai Kena Pajak Tinggi

Minggu, 04 Agustus 2024 - 15:20 WIB
loading...
Produsen Migas di Inggris...
Keputusan Inggris untuk menaikkan windfall tax atau yang biasa disebut pajak rejeki nomplok kepada produsen minyak dan gas (migas) mendapatkan penolakan keras. Foto/Dok
A A A
LONDON - Keputusan Inggris untuk menaikkan windfall tax atau yang biasa disebut pajak rejeki nomplok kepada produsen minyak dan gas (migas) mendapatkan penolakan keras. Pajak rejeki nomplok bertujuan menumbuhkan energi terbaru, namun buat para produsen migas hal itu bisa membuat pendapatan turun tajam dalam dan mempercepat penurunan produksi.



Pemerintahan baru di Inggris pada awal pekan kemarin mengumumkan, bakal menaikkan Retribusi Laba Energi (EPL) sebesar 3% menjadi 38% mulai 1 November 2024, mendatang. Hal itu membuat tarif pajak utama atas kegiatan minyak dan gas menjadi 78%, termasuk di antara yang tertinggi di dunia.

Selain itu retribusi tunjangan investasi juga akan dihapus 29% untuk mengimbangi kenaikan pajak. Durasi juga diperpanjang hingga Maret 2030. Rincian pasti dari perubahan tersebut diperkirakan akan diumumkan dalam laporan anggaran berikutnya, yang kemungkinan dirilis Oktober.



Langkah-langkah tersebut diterangkan, untuk "memastikan perusahaan minyak dan gas berkontribusi lebih banyak terhadap transisi energi bersih kita," kata juru bicara Departemen Keuangan kepada Reuters.

Pemerintah juga mendirikan perusahaan listrik yang didukung negara, GB Energy untuk membantu meningkatkan kapasitas energi terbarukan secara tajam.

CEO produsen minyak Viaro Energy, Francesco Mazzagatti mengatakan, bahwa proposal baru itu tidak kondusif untuk tujuan net-zero.

"Laporan industri sangat membuktikan bahwa ketergantungan pada minyak dan gas akan diperlukan dalam beberapa dekade mendatang, dan impor secara signifikan lebih intensif emisi daripada pasokan lokal," kata Mazzagatti.

Konsultan Wood Mackenzie mengatakan, EPL dapat mengumpulkan 1,2 miliar pound (USD1,54 miliar) per tahun, atau 6 miliar pound selama parlemen berikutnya, tetapi memperingatkan itu juga akan menyebabkan "perlambatan investasi prematur" di sektor ini.

Eksekutif perusahaan mengatakan, langkah-langkah tersebut akan mengeringkan investasi. "Saya berharap pemerintah melakukan sesuatu yang masuk akal daripada melemparkan bola perusak melintasi Laut Utara," kata David Latin, Chairman produsen Laut Utara Serica Energy, kepada Reuters.

"Risikonya adalah mereka akan mencoba mengurangi tunjangan modal dan itu berarti kami tidak akan berinvestasi. Ketika cekungan berhenti berinvestasi, output mulai menurun lebih cepat dan pendapatan turun," kata Latin.

Pajak rejeki nomplok 25% pertama dikenakan pada tahun 2022 setelah lonjakan harga energi imbas invasi Rusia ke Ukraina. Kemudian selanjutnya kembali dinaikkan menjadi 35%.

Retribusi rejeki nomplok menghapus sebagian besar keuntungan bagi produsen migas tahun lalu. Produsen, termasuk Serica, Ithaca Energy dan Harbour Energy, produsen terbesar cekungan, juga berusaha untuk mengalihkan operasi ke luar negeri.

Produksi Laut Utara Inggris mencapai sekitar 1,3 juta barel setara minyak per hari (boed), menurut regulator Otoritas Transisi Laut Utara (NSTA). Raihan tersebut turun dari sekitar 4,4 juta boed - lebih banyak dari OPEC papa atas, Irak - pada awal milenium. Kini output diproyeksikan menurun menjadi kurang dari 200.000 boed pada tahun 2050, kata NSTA.

"Cepat atau lambat, pemerintah akan dipaksa untuk mengatasi kekhawatiran yang sangat serius untuk keamanan energi Inggris, karena mereka tampaknya tidak memperhitungkan risiko energi yang mereka hadapi," kata Mazzagatti dalam sebuah pernyataan kepada Reuters.

Viaro mengumumkan, pada hari Selasa bahwa mereka akan membeli ladang minyak dan aset di Laut Utara selatan dari Shell dan Exxon Mobil. CEO Shell, Wael Sawan mengatakan, bahwa stabilitas fiskal sangat penting bagi pemerintah untuk memenuhi target transisi energinya.

Konsultan Welligence mengungkap, bahwa pemerintah kemungkinan akan menghentikan putaran perizinan eksplorasi minyak dan gas di masa depan.

"Penghentian perizinan dan perkembangan baru sebelum waktunya memiliki efek tiga kali lipat dari pengurangan keamanan energi Inggris, menantang kemampuannya untuk memenuhi target nol bersih emisi dan menempatkan ekspektasi yang mustahil pada energi baru untuk diberikan," kata analis Welligence David Moseley dalam sebuah catatan.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1053 seconds (0.1#10.140)