Demam Resesi AS Bisa Bikin Ekonomi RI Sakit, Ini Obatnya dari Ekonom

Selasa, 06 Agustus 2024 - 19:33 WIB
loading...
Demam Resesi AS Bisa...
Ekonomi AS di ambang resesi, ini dampaknya terhadap Indonesia. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Data-data ekonomi yang memburuk membuat kekhawatiran Amerika Serikat (AS) akan masuk jurang resesi. Ancaman resesi AS ini tentu tak hanya berdampak pada ekonomi global tapi juga Indonesia.

Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan ekonomi AS mewakili 26% ekonomi dunia dengan kapitalisasi pasar modal ekuivalen dengan 46% kapitalisasi pasar modal dunia.

"sudah barang tentu jika ekonomi AS demam, seluruh dunia ikut merasakan demam, tidak terkecuali Indonesia,"Ujarnya kepada Sindonews, Selasa (6/8/2024)



Saat ini beberapa kalangan mengkhawatirkan AS sedang menunjukkan tanda - tanda serius menuju resesi ekonomi. Jika kekhawatiran itu benar, kata Wijayanto, demam ekonomi AS itu akan ditransmisikan ke Indonesia melalui 3 saluran.

Pertama, jalur perdagangan. Sebagai sumber trade surplus penting bagi Indonesia, perlambatan ekonomi AS secara langsung akan menekan trade surplus Indonesia.

Selain itu, pelemahan permintaan AS akan produk negara yang menjadi partner dagangnya seperti China, Thailand, Taiwan dan Vietnam, akan berdampak pada penurunan permintaan negara-negara tersebut terhadap produk tanah air dan membanjirnya produk mereka ke pasar alternatif termasuk Indonesia.

"Dua hal ini tentunya berdampak bagi produsen kita, baik yang berorientasi ekspor maupun domestik," terangnya

Kedua, melalui jalur investasi. Ketidakpastian global membuat investor menahan keputusan investasi dan memindahkan investasi mereka dari negara yang dipersepsikan sebagai negara berisiko tinggi, termasuk Indonesia, ke negara yang dianggap lebih aman.

Hal ini akan berdampak bagi minat investor untuk membeli SBN yang berujung pada semakin lemahnya keberlanjutan fiskal pemerintah. Selain itu, juga penurunan harga saham-saham perusahaan yang di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Terakhir, melalui jalur psikologis. Apa yang terjadi di AS akan memberikan dampak psikologis bagi pelaku ekonomi, dimana pasar dan pelaku usaha cenderung over-react terhadap apa yang terjadi. Hal ini alam memperburuk keadaan; memperlambat yang sudah melambat, dan meningkatkan volatilitas hal-hal yang sudah volatile.

Meskipun begitu, Wijayanto menilai bahwa saat ini dirinya belum melihat tanda-tanda ekonomi AS akan menuju resesi.



"Saat ini, saya belum melihat tanda2 AS akan menuju resesi," terangnya

Namun, Ia menambahkan, jika tanda-tanda ekonomi tersebut makin kongkrit dan menguat, maka Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) perlu melakukan koordinasi yang solid untuk mengantisipasi hal buruk. Ia menyarankan pemerintah untuk melakukan beberapa diantaranya: Pertama, APBN perlu disusun dengan asumsi yang lebih konservatif, termasuk solusi yang realistis terkait program-program boros anggaran.

Kedua, penerbitan SBN perlu dilakukan dengan penuh kehati-hatian, tetapi tidak perlu terlalu panik dengan melakukan front-loading yang berlebihan.

Ketiga, sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) tidak boleh dilakukan terlalu jor-joran saat ini, karena akan berpotensi kekurangan amunisi nantinya. Keempat, sektor keuangan, khususnya bank-bank sistemik, perlu dipastikan aman dan mampu menghadapi turbulensi.

Terakhir, dalam jangka menengah, Pemerintah perlu menyesuaikan kebijakan terkait devisa hasil ekspor (DHE) komoditas sumber daya alam (SDA), sehingga tinggal di Indonesia lebih lama dan berdampak pada penguatan Rupiah.
(fch)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1064 seconds (0.1#10.140)