Insentif Fiskal Bea Cukai, Menjaga Sustainabilitas Sektor Industri dan UMKM
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah tak berhenti untuk merangsang pertumbuhan dan keberlanjutan industri dan UMKM di dalam negeri, terlebih di tengah gejolak ketidakpastian ekonomi global yang belum mereda. Salah satunya, kebijakan insentif fiskal dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Hingga semester I/2024, DJBC Kemenkeu telah menyalurkan insentif fiskal kepabeanan mencapai Rp52,48 triliun untuk mendukung pertumbuhan dan keberlangsungan sektor industri dan UMKM di dalam negeri. Fasilitas kepabeanan yang diberikan meliputi pembebasan atau pengembalian bea masuk, pajak rangka impor, dan cukai.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemberian insentif tersebut ditujukan untuk menjaga keberlanjutan industri dan UMKM. Dalam menjalankan fungsinya sebagai trade facilitator dan industrial assistance , DJBC berkomitmen mendukung pengembangan industri, terutama yang berorientasi ekspor.
“Kami beri fasilitas ini untuk mendukung industri yang berhubungan dengan ekspor dan kawasan industri agar kegiatan mereka tetap terjaga, terlebih dalam lingkungan global yang masih sangat menekan,” ujarnya di Jakarta, Rabu (10/7/2024).
Merujuk data Kementerian Keuangan, hingga Juni 2024 tercatat 2.244 perusahaan yang mendapatkan manfaat dari realisasi insentif tersebut. Mayoritas dari jumlah itu atau 1.426 perusahaan di antaranya mendapatkan fasilitas kawasan berikat.
Berikutnya, sebanyak 206 perusahaan memperoleh insentif berupa Kemudahan Tujuan Ekspor-Impor (KITE), 192 perusahaan mendapatkan gudang berikat, 152 menerima pusat logistik berikat. Kemudian, 122 perusahaan menerima KITE industri kecil menengah (IKM), 118 perusahaan mendapatkan fasilitas KITE pengembalian, toko bebas bea 21 perusahaan, dan tempat penyelenggara pameran berikat sebanyak 7 perusahaan.
Tak hanya itu, DJBC turut memberikan insentif fiskal dan prosedural untuk dua kawasan berfasilitas, yakni kawasan bebas dan kawasan ekonomi khusus (KEK) di wilayah Batam, Kepulauan Riau. Wilayah ini berpotensi besar untuk pengembangan ekonomi, mengingat Batam secara geografis terletak di jalur pelayaran internasional dan berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, mengatakan insentif diberikan agar kedua tempat tersebut mampu menjadi katalis dalam peningkatan volume investasi.
“Insentif ini diharapkan dapat mengurangi hambatan investasi serta mendorong geliat dunia usaha. Secara lebih luas mampu menggerakkan faktor pertumbuhan ekonomi untuk mencapai cita-cita pemerintah dalam mewujudkan stabilitas perekonomian nasional,” terang Nirwala.
Kawasan bebas di wilayah Batam meliputi Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Setokok, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru. Beberapa sektor yang mengalami mengalami perkembangan yang pesat di kawasan tersebut, antara lain industri manufaktur, elektronik, galangan kapal, pariwisata, dan logistik.
“Untuk kawasan bebas, insentif fiskalnya berupa pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor (PDRI) atas pemasukan barang dari luar negeri ke kawasan bebas dan PPN tidak dipungut atas pemasukan barang dari wilayah domestik lain ke dalam kawasan bebas,” jelasnya.
Adapun kawasan berfasilitas lainnya di wilayah Batam adalah KEK, yakni kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Saat ini, di wilayah Batam terdapat tiga KEK, yaitu KEK Batam Aero Technic, KEK Nongsa, dan KEK Tanjung Sauh.
Nirwala menjabarkan, insentif fiskal yang diberikan Bea Cukai untuk KEK, antara lain pembebasan bea masuk dan tidak dipungut PDRI untuk importasi barang modal dalam rangka pembangunan dan pengembangan KEK. Kemudian, penangguhan bea masuk dan PDRI untuk pemasukan bahan baku dalam rangka operasional KEK, fasilitas tax holiday dan tax allowance untuk investasi dengan nilai minimum tertentu.
Fasilitas di KEK dinilai bersifat ultimate. Selain mencakup fasilitas fiskal kepabeanan serta insentif perpajakan, KEK juga didukung dengan fasilitas nonfiskal berupa kemudahan perizinan berusaha satu pintu melalui administrator KEK, pengaturan larangan pembatasan, kemudahan imigrasi dan ketenagakerjaan.
Selain lebih lengkap, Fasilitas yang tersedia di KEK juga memiliki keunggulan dibanding luar KEK sehingga menjadikan insentif yang diberikan lebih menarik dan lebih mudah. Misalnya, tax holiday . Jika di luar KEK, perlu minimal investasi Rp500 miliar untuk mendapat tax holiday selama lima tahun.
Hingga semester I/2024, DJBC Kemenkeu telah menyalurkan insentif fiskal kepabeanan mencapai Rp52,48 triliun untuk mendukung pertumbuhan dan keberlangsungan sektor industri dan UMKM di dalam negeri. Fasilitas kepabeanan yang diberikan meliputi pembebasan atau pengembalian bea masuk, pajak rangka impor, dan cukai.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemberian insentif tersebut ditujukan untuk menjaga keberlanjutan industri dan UMKM. Dalam menjalankan fungsinya sebagai trade facilitator dan industrial assistance , DJBC berkomitmen mendukung pengembangan industri, terutama yang berorientasi ekspor.
“Kami beri fasilitas ini untuk mendukung industri yang berhubungan dengan ekspor dan kawasan industri agar kegiatan mereka tetap terjaga, terlebih dalam lingkungan global yang masih sangat menekan,” ujarnya di Jakarta, Rabu (10/7/2024).
Merujuk data Kementerian Keuangan, hingga Juni 2024 tercatat 2.244 perusahaan yang mendapatkan manfaat dari realisasi insentif tersebut. Mayoritas dari jumlah itu atau 1.426 perusahaan di antaranya mendapatkan fasilitas kawasan berikat.
Berikutnya, sebanyak 206 perusahaan memperoleh insentif berupa Kemudahan Tujuan Ekspor-Impor (KITE), 192 perusahaan mendapatkan gudang berikat, 152 menerima pusat logistik berikat. Kemudian, 122 perusahaan menerima KITE industri kecil menengah (IKM), 118 perusahaan mendapatkan fasilitas KITE pengembalian, toko bebas bea 21 perusahaan, dan tempat penyelenggara pameran berikat sebanyak 7 perusahaan.
Tak hanya itu, DJBC turut memberikan insentif fiskal dan prosedural untuk dua kawasan berfasilitas, yakni kawasan bebas dan kawasan ekonomi khusus (KEK) di wilayah Batam, Kepulauan Riau. Wilayah ini berpotensi besar untuk pengembangan ekonomi, mengingat Batam secara geografis terletak di jalur pelayaran internasional dan berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, mengatakan insentif diberikan agar kedua tempat tersebut mampu menjadi katalis dalam peningkatan volume investasi.
“Insentif ini diharapkan dapat mengurangi hambatan investasi serta mendorong geliat dunia usaha. Secara lebih luas mampu menggerakkan faktor pertumbuhan ekonomi untuk mencapai cita-cita pemerintah dalam mewujudkan stabilitas perekonomian nasional,” terang Nirwala.
Kawasan bebas di wilayah Batam meliputi Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Setokok, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru. Beberapa sektor yang mengalami mengalami perkembangan yang pesat di kawasan tersebut, antara lain industri manufaktur, elektronik, galangan kapal, pariwisata, dan logistik.
“Untuk kawasan bebas, insentif fiskalnya berupa pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor (PDRI) atas pemasukan barang dari luar negeri ke kawasan bebas dan PPN tidak dipungut atas pemasukan barang dari wilayah domestik lain ke dalam kawasan bebas,” jelasnya.
Adapun kawasan berfasilitas lainnya di wilayah Batam adalah KEK, yakni kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Saat ini, di wilayah Batam terdapat tiga KEK, yaitu KEK Batam Aero Technic, KEK Nongsa, dan KEK Tanjung Sauh.
Nirwala menjabarkan, insentif fiskal yang diberikan Bea Cukai untuk KEK, antara lain pembebasan bea masuk dan tidak dipungut PDRI untuk importasi barang modal dalam rangka pembangunan dan pengembangan KEK. Kemudian, penangguhan bea masuk dan PDRI untuk pemasukan bahan baku dalam rangka operasional KEK, fasilitas tax holiday dan tax allowance untuk investasi dengan nilai minimum tertentu.
Fasilitas di KEK dinilai bersifat ultimate. Selain mencakup fasilitas fiskal kepabeanan serta insentif perpajakan, KEK juga didukung dengan fasilitas nonfiskal berupa kemudahan perizinan berusaha satu pintu melalui administrator KEK, pengaturan larangan pembatasan, kemudahan imigrasi dan ketenagakerjaan.
Selain lebih lengkap, Fasilitas yang tersedia di KEK juga memiliki keunggulan dibanding luar KEK sehingga menjadikan insentif yang diberikan lebih menarik dan lebih mudah. Misalnya, tax holiday . Jika di luar KEK, perlu minimal investasi Rp500 miliar untuk mendapat tax holiday selama lima tahun.
(fch)