Airlangga: Program B20 Terbukti Efektif Stabilkan Harga Sawit Dunia

Senin, 18 November 2019 - 21:24 WIB
Airlangga: Program B20 Terbukti Efektif Stabilkan Harga Sawit Dunia
Airlangga: Program B20 Terbukti Efektif Stabilkan Harga Sawit Dunia
A A A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, memimpin delegasi Indonesia dalam The 2nd Ministerial Meeting of Palm Oil Producing Countries yang diselenggarakan di Kuala Lumpur, Malaysia.

Pertemuan ini dihadiri oleh Menteri Industri Utama Malaysia Teresa Kok, serta para menteri/perwakilan dari negara penghasil minyak kelapa sawit di dunia, diantaranya Thailand, Kolombia, Nigeria, Papua New Guinea, Ghana, Honduras dan Brasil.

"Dalam pertemuan ini, kami mencoba menyatukan dan menyepakati langkah-langkah konkret dalam menghadapi berbagai isu negatif terhadap minyak kelapa sawit," kata Airlangga dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin (18/11/2019).

Dalam menghadapi isu negatif kelapa sawit dan upaya peningkatan, pemerintah Indonesia telah menerapkan kebijakan B20. Yaitu pencampuran 20% minyak sawit ke dalam minyak solar atau biodiesel 20% (B20).

Tujuan dari B20 antara lain untuk meningkatkan konsumsi domestik, dan mengimbangi penurunan permintaan sawit dunia akibat kampanye hitam. Kebijakan ini dinilai berhasil. Dan tahun depan, pemerintah berencana meningkatkan kandungan campuran minyak sawit sebesar 30% (B30).

Dari mandatori B20, terang Airlangga, telah berhasil meningkatkan harga minyak sawit menjadi USD600 per ton. Karena itu, Airlangga mengajak negara produsen kelapa sawit lain untuk mengikuti langkah Indonesia.

"Implementasi program B20 yang kami lakukan terbukti sangat efektif menstabilkan harga minyak kelapa sawit dunia. Karena itu, kami mengajak para negara penghasil sawit untuk mengikuti langkah yang dilakukan oleh Indonesia," ujar dia.

Indonesia dan sejumlah negara penghasil sawit lantas menyepakati enam langkah dalam menghadapi isu negatif dan pelemahan harga sawit yang terjadi belakangan ini. Keenam langkah tersebut adalah:

1. Mengajak negara penghasil minyak kelapa sawit untuk memperbaiki harga pada level yang lebih baik bagi petani/perkebunan rakyat.
2. Melanjutkan promosi dan meningkatkan konsumsi biodiesel untuk menyerap lebih banyak minyak kelapa sawit pada pasar global, termasuk melalui mandatori B30 di Indonesia, penerapan B20 di Malaysia, dan B10 di Thailand.
3. Komitmen untuk membangun satu standar bersama sertifikasi minyak kelapa sawit yang berkelanjutan di 2020.
4. Terus melanjutkan langkah-langkah konkret dalam upaya menghadapi kampanye negatif terhadap kelapa sawit, termasuk melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
5. Mengundang negara produsen kelapa sawit lain untuk bergabung dalam CPOPC.
6. Meningkatkan kesejahteraan di tingkat perkebunan rakyat. Untuk itu, Indonesia terus mendorong program penanaman kembali (replanting) agar imbal hasil kelapa sawit bisa ditingkatkan.

Saat ini, kebun rakyat di Malaysia dan Thailand menghasilkan yield lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Menurut data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), ekspor minyak sawit Indonesia pada Agustus mencapai 2,89 juta ton atau turun 25 ribu ton dibandingkan Juni lalu.

Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono mengatakan penurunan ekspor terjadi karena berkurangnya permintaan dari India, Bangladesh, Pakistan, dan Uni Eropa (UE).

Sedangkan sepanjang Januari hingga Agustus 2019, ekspor minyak kelapa sawit mencapai 22,65 juta ton. Jumlah tersebut meningkat 3,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Gapki memprediksi ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) tahun ini berpotensi menurun karena tuduhan Uni Eropa terkait subsidi biodiesel.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6658 seconds (0.1#10.140)