Fenomena Ini Jadi Pertimbangan Cukai Rokok Batal Naik di 2025
loading...
A
A
A
"Empat usulan kami dimaksudkan lebih berpihak melindungi rokok legal yang sudah merekrut banyak tenaga kerja terutama tenaga kerja wanita dan sebagian besar pabrik padat berbahan baku dalam negeri," terang Henry.
Sebelumnya, GAPPRI pernah mengingatkan Menteri Keuangan pada 19 Agustus 2024 lalu. Saat itu, GAPPRI meminta agar tarif CHT tahun 2025, 2026, dan 2027 tidak naik dengan tujuan memberikan kesempatan bagi industri rokok legal untuk pulih.
"GAPPRI juga meminta pemerintah tidak melakukan simplifikasi struktur tarif cukai hasil tembakau dan mendekatkan disparitas harga antar golongan rokok," kata Henry.
Henry Najoan mengungkapkan, industri hasil tembakau (IHT) nasional sedang tidak baik-baik saja dengan indikasi yang jelas. Dalam hal ini, terjadi fenomena down trading atau penyusutan konsumsi rokok Golongan I. Rokok Golongan II pun ikut mengalami penyusutan lantaran para konsumen berpindah ke rokok yang lebih murah lagi, termasuk rokok ilegal.
Peredaran rokok ilegal pun terus menggerus pangsa pasar rokok legal yang tercermin dari penerimaan CHT tahun 2023 yang tidak mencapai target. “Prediksi kami target CHT tahun 2024 pun tidak akan tercapai,” tegas Henry.
Fakta-fakta di atas menandakan, bahwa harga rokok legal di Indonesia sudah tidak terjangkau oleh sebagian besar konsumen karena daya beli mereka sangat lemah seiring tingginya kenaikan tarif CHT periode 2020-2024.
Diketahui Ditjen Bea dan Cukai mencatat tingkat peredaran rokok ilegal 2023 mengalami peningkatan menjadi 6,86%. Angka itu menunjukkan ada potensi penerimaan negara yang tidak terselamatkan senilai Rp15,01 triliun.
Sebelumnya, GAPPRI pernah mengingatkan Menteri Keuangan pada 19 Agustus 2024 lalu. Saat itu, GAPPRI meminta agar tarif CHT tahun 2025, 2026, dan 2027 tidak naik dengan tujuan memberikan kesempatan bagi industri rokok legal untuk pulih.
"GAPPRI juga meminta pemerintah tidak melakukan simplifikasi struktur tarif cukai hasil tembakau dan mendekatkan disparitas harga antar golongan rokok," kata Henry.
Henry Najoan mengungkapkan, industri hasil tembakau (IHT) nasional sedang tidak baik-baik saja dengan indikasi yang jelas. Dalam hal ini, terjadi fenomena down trading atau penyusutan konsumsi rokok Golongan I. Rokok Golongan II pun ikut mengalami penyusutan lantaran para konsumen berpindah ke rokok yang lebih murah lagi, termasuk rokok ilegal.
Peredaran rokok ilegal pun terus menggerus pangsa pasar rokok legal yang tercermin dari penerimaan CHT tahun 2023 yang tidak mencapai target. “Prediksi kami target CHT tahun 2024 pun tidak akan tercapai,” tegas Henry.
Fakta-fakta di atas menandakan, bahwa harga rokok legal di Indonesia sudah tidak terjangkau oleh sebagian besar konsumen karena daya beli mereka sangat lemah seiring tingginya kenaikan tarif CHT periode 2020-2024.
Diketahui Ditjen Bea dan Cukai mencatat tingkat peredaran rokok ilegal 2023 mengalami peningkatan menjadi 6,86%. Angka itu menunjukkan ada potensi penerimaan negara yang tidak terselamatkan senilai Rp15,01 triliun.
(akr)