Kenaikan Cukai Rokok 50% Bikin Negara Boncos Rp5,7 Triliun

Minggu, 29 September 2024 - 21:41 WIB
loading...
A A A
Hasil simulasi menunjukkan bahwa potensi CHT yang hilang akibat peredaran rokok illegal seiring dengan kenaikan tarif cukai, dari Rp4,03 triliun ketika tidak ada kenaikan tarif cukai (0%), hingga mencapai Rp5,76 triliun ketika cukai dinaikkan sebesar 50%.

Perlu dicatat bahwa angka tersebut diasumsikan bahwa pemerintah juga masih menjalankan upaya pengawasan dan penindakan rokok illegal sebagaimana yang dilakukan saat ini.

"Ini menjadi indikasi bahwa kebijakan cukai yang terlalu ketat dapat memperparah peredaran rokok ilegal dan menimbulkan kerugian bagi negara," ujarnya.

PPKE FEB UB merekomendasikan tiga hal penting bagi pemerintah. Pertama, moratorium kenaikan tarif cukai untuk menjaga keberlangsungan IHT dan mencegah lonjakan peredaran rokok ilegal. Kedua, apabila tarif cukai ditujukan untuk mencapai keseimbangan pilar kebijakan IHT, maka tarif cukai sebesar 4 – 5% (dari tarif yang berlaku saat ini) adalah tarif cukai yang direkomendasikan untuk dapat diterapkan dalam mencapai keseimbangan antara penerimaan negara dan keberlangsungan IHT.

"Pada tarif ini, penerimaan negara dari CHT cukup signifikan dan risiko peningkatan rokok ilegal lebih rendah," ujar Prof. Dr. Candra Fajri.

Ketiga, mendorong pemerintah terus meningkatkan upaya penegakan hukum terhadap peredaran rokok ilegal dan menyesuaikan harga rokok sesuai daya beli masyarakat.

Menyikapi hasil kajian PPKE FEB UB, sekjen Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Petrus Riwu, mengatakan, kenaikan tarif cukai rokok di atas 10% setiap tahun dapat menyebabkan masyarakat beralih ke rokok dengan harga lebih murah atau bahkan rokok ilegal, terutama pada golongan 2 dan 3.

"GAPPRI merekomendasikan moratorium kenaikan tarif cukai dan harga jual eceran (HJE) selama 2025-2027 serta tidak menaikkan PPN untuk menjaga keberlangsungan proses pemulihan industri dan daya beli masyarakat. Serta, lebih menggencarkan operasi penindakan rokok ilegal untuk menekan peredarannya," ujarnya.

Sementara itu, Kepala kantor Wilayah DJBC Jawa Timur I, Untung Basuki mengatakan, saat ini peredaran rokok ilegal telah menyebar hingga ke wilayah Makassar, Lampung, dan Kalimantan. Diakui Untung Basuki, sejatinya penindakan terhadap rokok ilegal telah meningkat, namun masih diperlukan strategi berbeda sesuai dengan wilayah produksi dan distribusi.

"Tantangan pemerintah saat ini semakin sulit dalam melakukan pengawasan rokok illegal. Pasalnya, distribusi yang ada kini tidak lagi menggunakan metode konvensional melainkan melalui jalur logistik yang lebih rumit, seperti e-commerce," terang Untung Basuki.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0879 seconds (0.1#10.140)