Perang Ukraina Mencegah Ekonomi Rusia Jatuh ke Jurang Resesi
loading...
A
A
A
Masalah Ekonomi Moskow
Ada banyak bendera merah yang dikibarkan di dalam ekonomi Rusia. Inflasi menjadi salah satu masalah terbesar, kata Zagorsky. Menurut layanan statistik resmi Rusia, harga konsumen naik 9% dari tahun ke tahun pada bulan Agustus.
Namun Zagorsky berspekulasi bahwa inflasi bisa berjalan jauh lebih panas dari itu. Bank of Russia menaikkan suku bunga menjadi 19% pada bulan September – tertinggi sejak invasi Ukraina dimulai – yang mendorong para bankir sentral untuk mengambil langkah kebijakan darurat.
"Ini menunjukkan kepada saya bahwa inflasi kemungkinan akan lebih tinggi, dan mereka sedikit meremehkan laporan," kata Zagorsky, menunjuk pada praktik Uni Soviet yang meremehkan angka inflasinya selama Perang Dingin.
Ekonomi Rusia juga terganggu oleh masalah mata uang, kata Gorodnichenko, melihat pada terbatasnya akses Rusia ke dolar sebagai akibat dari sanksi Barat. Menurutnya semua itu menghambat kemampuan Moskow untuk berdagang, terutama untuk produk minyak dan minyak mentahnya, yang menjadi bagian penting dari total pendapatan Kremlin.
Seperti diketahui Rusia sudah beralih ke mata uang alternatif, seperti yuan China, untuk meningkatkan neracanya dan menjaga perdagangan tetap berjalan. Tapi saat ini reminibi terancam kekurangan pasokan, ketika perusahaan-perusahaan China semakin ragu untuk melakukan bisnis dengan Rusia karena takut menjadi sasaran sanksi sekunder dari AS dan negara-negara Barat lainnya.
"Penjualan Rusia akan lebih sedikit ke China, atau permintaan berkurang untuk volume apa pun, volume fisik yang mereka kirim ke China. Semua... adalah faktor yang berkontribusi terhadap masalah ekonomi di Rusia," kata Gorodnichenko.
Sebelumnya, Gorodnichenko memperkirakan, Rusia bakal mengalami resesi parah di tahun depan jika negara itu kehabisan dolar.
Tidak jelas apakah itu akan terjadi pada tahun depan, katanya, meskipun dia mencatat bahwa pendapatan minyak negara mulai menyusut akibat lonjakan pengeluaran militer. Semua itu diklaim sebagian akibat dari harga minyak mentah yang turun secara global.
"Rusia tidak hanya menghadapi penurunan permintaan untuk produknya, tetapi juga penurunan harga yang agak dramatis. Semua ini menjadi pukulan ganda," kata Zagorsky.
Ada banyak bendera merah yang dikibarkan di dalam ekonomi Rusia. Inflasi menjadi salah satu masalah terbesar, kata Zagorsky. Menurut layanan statistik resmi Rusia, harga konsumen naik 9% dari tahun ke tahun pada bulan Agustus.
Namun Zagorsky berspekulasi bahwa inflasi bisa berjalan jauh lebih panas dari itu. Bank of Russia menaikkan suku bunga menjadi 19% pada bulan September – tertinggi sejak invasi Ukraina dimulai – yang mendorong para bankir sentral untuk mengambil langkah kebijakan darurat.
"Ini menunjukkan kepada saya bahwa inflasi kemungkinan akan lebih tinggi, dan mereka sedikit meremehkan laporan," kata Zagorsky, menunjuk pada praktik Uni Soviet yang meremehkan angka inflasinya selama Perang Dingin.
Ekonomi Rusia juga terganggu oleh masalah mata uang, kata Gorodnichenko, melihat pada terbatasnya akses Rusia ke dolar sebagai akibat dari sanksi Barat. Menurutnya semua itu menghambat kemampuan Moskow untuk berdagang, terutama untuk produk minyak dan minyak mentahnya, yang menjadi bagian penting dari total pendapatan Kremlin.
Seperti diketahui Rusia sudah beralih ke mata uang alternatif, seperti yuan China, untuk meningkatkan neracanya dan menjaga perdagangan tetap berjalan. Tapi saat ini reminibi terancam kekurangan pasokan, ketika perusahaan-perusahaan China semakin ragu untuk melakukan bisnis dengan Rusia karena takut menjadi sasaran sanksi sekunder dari AS dan negara-negara Barat lainnya.
"Penjualan Rusia akan lebih sedikit ke China, atau permintaan berkurang untuk volume apa pun, volume fisik yang mereka kirim ke China. Semua... adalah faktor yang berkontribusi terhadap masalah ekonomi di Rusia," kata Gorodnichenko.
Sebelumnya, Gorodnichenko memperkirakan, Rusia bakal mengalami resesi parah di tahun depan jika negara itu kehabisan dolar.
Tidak jelas apakah itu akan terjadi pada tahun depan, katanya, meskipun dia mencatat bahwa pendapatan minyak negara mulai menyusut akibat lonjakan pengeluaran militer. Semua itu diklaim sebagian akibat dari harga minyak mentah yang turun secara global.
"Rusia tidak hanya menghadapi penurunan permintaan untuk produknya, tetapi juga penurunan harga yang agak dramatis. Semua ini menjadi pukulan ganda," kata Zagorsky.