Sri Mulyani Ungkap Soal Deflasi Hantam RI 5 Bulan Beruntun, Pertanda Apa?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan soal deflasi 5 bulan beruntun. Dia mengklaim deflasi tersebut merupakan hal yang positif karena didorong oleh adanya penurunan harga pangan.
"Itu menurut saya merupakan suatu perkembangan yang positif," jelasnya saat ditemui di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Jumat (4/10/2024).
Menurut dia dari sisi inflasi, pemerintah berupaya mengjaga tetap rendah untuk menentukan daya beli. Pasalnya, kenaikan inflasi yang tinggi sejak tahun lalu banyak sekali dipengaruhi oleh makanan. Sebab itu, deflasi yang dialami Indonesia dalam 5 bulan merupakan keberhasilan pemerintah dalam mengendalikan volatile food.
Baca Juga: Deflasi 5 Bulan Beruntun Jadi Sinyal Krisis? BPS Singgung Saat 1999
Apabila volatile food tidak ditangani dengan baik, maka akan sangat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat, terutama kepada masyarakat konsumen kelompok menengah bawah yang mayoritas pengeluarannya digunakan untuk belanja makanan.
"Jadi kalau harga pangan stabil atau bahkan menurun karena waktu itu memang sempat meningkat, itu adalah hal yang positif," terangnya.
Namun demikian, indikator daya beli masyarakat harus dilihat dari banyak sisi, di antaranya indeks kepercayaan konsumen dan indeks ritel. Dia mengatakan bahwa ndeks-indeks tersebut masih stabil.
"Ini artinya di kelompok masyarakat yang direkam melalui indeks kepercayaan konsumen maupun dari sisi ritel masih menunjukkan adanya aktivitas yang cukup stabil," jelasnya.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi kembali terjadi pada September 2024, sebesar 0,12 persen secara bulanan. Angka deflasi ini lebih dalam dibandingkan deflasi Agustus 2024 yang tercatat 0,03 persen secara bulanan.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan bahwa deflasi September 2024 ini memang yang merupakan terdalam sepanjang 2024. Sebab apabila dirincikan, pada Mei 2024 terjadi deflasi sebesar 0,03 persen, lalu Juni 0,08 persen, Agustus 0,03 persen dan September 0,12 persen.
"Itu menurut saya merupakan suatu perkembangan yang positif," jelasnya saat ditemui di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Jumat (4/10/2024).
Menurut dia dari sisi inflasi, pemerintah berupaya mengjaga tetap rendah untuk menentukan daya beli. Pasalnya, kenaikan inflasi yang tinggi sejak tahun lalu banyak sekali dipengaruhi oleh makanan. Sebab itu, deflasi yang dialami Indonesia dalam 5 bulan merupakan keberhasilan pemerintah dalam mengendalikan volatile food.
Baca Juga: Deflasi 5 Bulan Beruntun Jadi Sinyal Krisis? BPS Singgung Saat 1999
Apabila volatile food tidak ditangani dengan baik, maka akan sangat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat, terutama kepada masyarakat konsumen kelompok menengah bawah yang mayoritas pengeluarannya digunakan untuk belanja makanan.
"Jadi kalau harga pangan stabil atau bahkan menurun karena waktu itu memang sempat meningkat, itu adalah hal yang positif," terangnya.
Namun demikian, indikator daya beli masyarakat harus dilihat dari banyak sisi, di antaranya indeks kepercayaan konsumen dan indeks ritel. Dia mengatakan bahwa ndeks-indeks tersebut masih stabil.
"Ini artinya di kelompok masyarakat yang direkam melalui indeks kepercayaan konsumen maupun dari sisi ritel masih menunjukkan adanya aktivitas yang cukup stabil," jelasnya.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi kembali terjadi pada September 2024, sebesar 0,12 persen secara bulanan. Angka deflasi ini lebih dalam dibandingkan deflasi Agustus 2024 yang tercatat 0,03 persen secara bulanan.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan bahwa deflasi September 2024 ini memang yang merupakan terdalam sepanjang 2024. Sebab apabila dirincikan, pada Mei 2024 terjadi deflasi sebesar 0,03 persen, lalu Juni 0,08 persen, Agustus 0,03 persen dan September 0,12 persen.